Part 36

4.9K 302 31
                                    

***
"Bos, Pak Hermawan sudah sadar!" teriak Sam sambil berlari-lari kecil ke arahku.

"Benarkah? ayo kita kesana."

Aku dan Sam bergegas menemui Pak Hermawan di ruang perawatan, benar kata Sam, beliau sudah sadar. Inilah waktunya aku mengorek informasi dari Pak Hermawan tentang paman, pokoknya aku harus mendapatkannya.

"Syukurlah, bapak sudah sadar."  ucapku sembari membantunya duduk.

"Alhamdulillah, non. Semuanya berkat non, kalau tidak, saya pasti sudah mati di tangan Pak Robert." ujar Pak Hermawan dengan suara sedikit serak.

"Tidak usah berlebihan, Pak. Tapi sayangnya, pria brengsek itu berhasil kabur!"

Pak Hermawan terkejut, lalu mencengkram selimutnya dengan erat.

"Berhasil kabur?! Ini sangat gawat, non."

Pak Hermawan terlihat panik, sepertinya ada banyak hal yang beliau ketahui.

"Gawat? Gawat bagaimana, pak? Apa ada yang bapak ketahui?"

"Saya tidak begitu yakin. Yang pasti dia akan tetap datang dengan rencana barunya. Pak Robert tidak bisa dianggap enteng, dia punya banyak cara licik untuk menjatuhkan lawannya!"

"Maksud bapak?"

Semakin kesini, aku semakin yakin kalau Pak Hermawan tahu sesuatu.

"Saya tidak bisa mendefinisikannya secara langsung. Intinya, non harus hati-hati."

"Pak, boleh saya bertanya banyak hal tentang paman? Saya yakin, Pak Hermawan pasti tahu banyak karena bapak sudah lama bekerja dengan Ayah. Saya mohon, tolong bantu saya."

Pak Hermawan menghela napas panjang, pandangannya menerawang entah kemana.

"Baiklah, saya rasa inilah saatnya saya memberitahukan kebenaran yang sesungguhnya."

"Kebenaran? Kebenaran apa?" tanyaku penasaran.

Pak Hermawan mulai bercerita.

"Dari dulu, Pak Robert dan Pak Heru tidak begitu akrab meskipun mereka saudara. Entah apa penyebab retaknya persaudaraan mereka, jelasnya, Pak Robert sangat membenci ayahmu."

Aku bisa melihat guratan kesedihan dibalik wajah Pak Hermawan. Wajah keriput itu mulai menatapku nanar.

"Hingga suatu hari, Kedua orang tuamu ditemukan tewas di sebuah Apartemen. Mereka dibunuh dengan keji!"

Deg! Apa aku tidak salah dengar? Kuharap ini tidak benar, yang ku tahu ayah dan ibu meninggal karena kecelakaan pesawat! Bukan dibunuh.

"Pak, apa maksud bapak? Beri saya penjelasan atas ucapan bapak barusan. Bukankah ayah dan ibu meninggal karena kecelakaan pesawat?! Dan itu pernyataan yang sering dikatakan ibu panti pada saya! Ayah dan ibu tidak dibunuh! Mereka kecelakaan!" teriakku tidak terima dengan ucapan Pak Hermawan.

Jujur aku mulai marah, sedih, Entahlah, kuharap ini hanya mimpi.

"Maafkan saya, non. Yang sebenarnya adalah, Kedua orang tua non dibunuh, bukan kecelakaan! mayat Pak Heru dan Bu Lastri ditemukan dalam keadaan tewas menggenaskan di dalam apartemennya, dan saya saksinya. Waktu itu saya tidak mengerti kenapa perasaan ini mendadak tidak enak, dan akhirnya saya memutuskan untuk menemui Pak Heru di apartemennya. saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, dimana pria itu keluar lewat jendela dengan baju berlumuran darah. Saya langsung menghubungi pihak Rumah Sakit, dan bergegas mencari keberadaan non. Tapi saya tidak menemukan non Aini didalam. Saya yakin, semua sudah direncanakan. yang lebih membuat saya syok waktu itu, sudah beredar berita diberbagai media kalau orang tua non meninggal dalam kecelakaan pesawat. Padahal jelas-jelas saat itu mayat Pak Heru dan ibu Lastri ditemukan didalam apartemen milik mereka. Tapi semuanya sudah diatur rapi oleh si pembunuh. Hingga saat ini, hanya saya yang tahu kebenarannya. Pak Robert, dialah pembunuh kedua orang tuamu, non. Dan dia juga yang membuat berita bohong tentang kematian orang tuamu, dialah dalangnya! Maafkan saya, non. Selama ini saya menyembunyikan kebenarannya, bukan saya tidak ingin memenjarakan Pak Robert, tapi karena saya tidak memiliki bukti sama sekali. Bahkan polisi tidak percaya ucapan saya, dan lebih percaya berita yang beredar. Entahlah, saat saya meminta polisi ke apartemen untuk melakukan evakuasi, semuanya sudah bersih. Tidak ada tanda-tanda kalau sudah terjadi pembunuhan ditempat itu. Hingga mereka memvonis saya depresi karena kematian majikan saya. Hingga saat ini, saya benar-benar tidak bisa melupakan semua itu. Selamanya saya akan merasa bersalah, karena tidak bisa mengungkap kebenarannya."

Salahku Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang