"Nduk, kamu tidak apa-apa, kan? Tika, kamu bikin minum tetehnya ya."Ya Tuhan, aku tidak pernah menyangka kalau istri seorang penjahat ternyata sebaik ini.
"Nggih, bu. Saya panggil mbak Dora teteh aja ya, soalnya gak enak panggil mbak." ujar Tika sambil mengulas senyum.
"Iya, boleh."
"Baiklah, teh. Tika bikin minum untuk teteh sam Mas Gondok dulu ya, teteh ngobrol dulu sama ibu."
Aku menganguk pelan, memandang Tika sampai menghilang dibalik pintu.
"Oh ya, tadi kamu belum jawab pertanyaan ibu nduk. Kenapa mencari ayahnya Tika?"
"A..anu, bu. Saya, saya ma..mau nagih hutang. Soalnya udah setahun Pak Robert gak bayar ataupun nyicil."
Maaf, bi, aku harus berbohong. Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya.
"Ya Allah, hutangnya berapa nduk? Maafkan ayahnya Tika, ya?"
"20 juta. Oh ya, kenapa ibu hanya tinggal berdua dengan Tika? Emang ayahnya Tika gak pernah pulang lagi ya, bu?"
"Hehehe. Panjang ceritanya, nduk. Oh ya, soal hutang ayahnya Tika, biar ibu aja yang nyicil ya? Tapi ibu minta maaf kalo untuk hari ini gak bisa nyicil, soalnya gak punya uang. Hehehe."
"Eh, gak apa-apa, bu. Udah, ibu gak perlu nyicil sepersen pun. Saya sudah anggap lunas."
"Ya Allah, jangan begitu nduk! Ini hutang loh, bisa jadi boomerang untuk kita di akhirat nanti."
"Tapi saya sudah anggap lunas, bu. Ibu tenang saja."
Perlahan-lahan bibi Romlah mengusap wajahku pelan, membuatku terharu dan tidak bisa membendung air mata yang mengalir begitu saja tanpa ku minta.
"Loh, kamu keringatan toh nduk? Hehehe, maaf ya, rumah ibu gak ada AC atau kipas anginnya."
Ya ampun, bi, ini bukan keringat, tapi air mata.
"Hehehe, ibu bisa aja. Oh ya, kata Tika Pak Robert sudah tidak pernah pulang lagi sejak 6 tahun lalu, benar begitu bu?''
" iya, nduk."
"Emang kenapa, bu?"
"Ada masalah besar nduk, tapi maaf ya, ibu gak bisa cerita karena ini aib keluarga. Hehehe."
Ya Tuhan, bibi benar-benar sangat baik. Bahkan dia masih merahasiakan aib paman, orang yang sudah membuat mereka menderita.
"Gak apa-apa, bu. Maaf juga kalau saya sudah lancang bertanya ini itu."
Ibu Romlah tersenyum lebar, meraih tanganku dan menggenggamnya erat.
"Nduk, entah kenapa ibu merasa sudah pernah bertemu sebelumnya, padahal ibu tidak kemana-mana. Melihat saja tidak bisa, apalagi bertemu. Ibu aneh kan? Hehehe."
Itu benar, bi. Karena bibi pernah merawatku sebelum paman membuangku ke panti asuhan.
"Ah, ibu bisa aja."
"Oh ya, kamu dari mana?"
"Tanggerang, bu."
"Owalah, kok bisa ya ayahnya Tika sempat pinjam duit ke kamu? Kenapa juga kamu percaya pada orang asing, nduk. Perlu kamu ketahui nduk, ayahnya Tika bukanlah orang yang amanah. Maaf, bukannya ibu menjelek-jelekkan ayahnya Tika, tapi hanya mengingatkan kamu agar tidak percaya padanya jika dia datang lagi."
Kasihan sekali bibi. Tapi aku bersyukur, karena bibi sudah terlepas dari penjahat itu.
"Iya, bu. Insha Allah tidak terulang lagi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Salahku Apa?
ActionJika jodoh sudah tiba, mau tidak mau kamu harus terima, bukan? Lantas, bagaimana jika dia bukan jodoh sebenarnya? Aini, seorang anak yatim piatu yang jago bela diri dan menjadi Bos salah satu Geng Motor yang paling di takuti di kotanya. Namun, dia m...