Part 20

6.3K 332 16
                                    


***
Diam-diam aku memandang Dokter Adit dengan ekor mataku, hah, kenapa Dokter tampan itu belum pergi juga, sih? Mana aku pingin kentut lagi, dari tadi nahan membuat perutku menjadi kembung. Oh Tuhan, aku harus bagaimana? Lama-lama ditahan yang ada bakalan lepas sediri. Kan gawat!

"Dok, Dokter nungguin siapa? Dokter belum mau pergi atau apa gitu dari sini?"

Aku mulai memberanikan diri bicara padanya, dan dia? Hah, dia hanya melirikku sekilas dan tetap fokus pada layar ponsel. Aduuh, kentut tidak yah? Ah, tahan dulu.

Beberapa saat kemudian, Dokter Adit melangkah keluar, lagi-lagi tanpa permisi. Itu orang sebenarnya kenapa, sih?!

Kuperhatikan area sekitar, sepertinya aman. Aku segera buang angin jahat yang sedari tadi sangat menyiksa perutku. Dan, TUUUTT!! BBBRRTTT!! tanpa aku duga, Nurlan datang bersamaan dengan bunyi kentutku.

"Astagfirullahal'adzim!! Bos, bos kentut? Hah, bikin kaget aja. Kirain bunyi apaan, mirip knalpot deh. Mana bau banget lagi!!" teriak Nurlan memgomeliku sambil menyumpal hidungnya dengan tisu. Biarin, setidaknya perutku merasa lebih baik.

"Lo dari mana aja, sih?! Main ngilang gitu aja. Kenapa lo tinggalin gue dengan Dokter Adit disini?!"

"Aduh, maaflah, bos! Tadi tiba-tiba gue kebelet lagi, jadi gue langsung kabur ke toilet."

"Lo kenapa, sih?! Kebelet mulu!"

"Gue mencret lah, bos. Gak mungkin di tahan kan? Yang ada bakalan jatuh berceceran di lantai."

"Dasar jorok!"

"Bos juga jorok tuh, tadi kentut semberangan."

Hah! Percuma berdebat dengan Nurlan, anak itu otaknya agak sedikit miring. Lebih baik mengalah dan tidur.

***
Pagi ini aku sudah diperbolehkan pulang, tentunya dengan berbagai syarat dan pantangan dari Dokter Widya.

"Ingat yah, mbak. Jaga pola makan, dan jangan makan makanan pedas, asam, dan panas. Karena kondisi lambung mbak saat ini sudah masuk dalam kategori parah. Jadi, harus berhati-hati. Usahakan banyak mengkonsumsi makanan manis, dan perbanyak makan buah."

"Siap, Dok."

"Ini saya kasih resep obat, silahkan mbak tebus di apotik"

"Iya. Makasih."

Setelah memberikan resep, Dokter Widya beranjak pergi. Menyisahkan aku dan Nurlan.

"Lan, sebelum pergi, lo ke apotik dulu yah. Tebus obat yang ada dalam resep ini, gue tunggu disini."

"Siap."

"Yang cepat, gue malas lama-lama disini, apalagi nungguin lo!"

"Iya, iya. Ini juga baru mau pergi."

Aku mendengus kesal, kemudian keluar hendak mengamati seseorang. Seseorang? Siapa lagi kalo bukan Dokter Adit. Sekali-kali juga bisa, kan? Wkwkwk.

Aku berjalan sambil mengendap-endap. Beberapa saat kemudian, tampak Dokter Adit berjalan tergesa-gesa menuju pintu keluar. Sepertinya dia mau pergi, kemana yah? Kepo ah. Wkwkwkwk.

Apa aku tidak salah lihat? Saat ini aku melihat dengan jelas, Dokter Adit menggandeng mesra punggung seorang wanita. Mereka sedang menuju Rumah Makan yang terletak di seberang jalan. Tapi dari sini aku masih bisa melihat gelagat mereka dengan jelas, mereka masuk ke dalam sambil bercengkrama riang, sesekali Dokter Adit mengacak-acak rambut wanita tersebut. Ah, seperti ada palu besar yang menghantam dada ini. Ternyata ini alasannya kenapa Dokter Adit selalu sibuk dengan ponselnya, dan pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaanku. Rupanya, dia sedang asyik chating sama wanita itu. Mungkin saja.

Salahku Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang