"Dok, kok malah diam? Ada apa?" tanyaku pelan, tentunya dadaku sudah deg-deggan tidak karuan.
"Soal, em, soal pertanyaan saya yang tadi. Saya serius."
"Iya, serius apa? Pertanyaan Dokter itu banyak. Jadi saya gak tahu pertanyaan yang mana maksud Dokter."
"Perlukah saya ulangi?"
Aku menganguk pelan, pertanda aku setuju. Xixixi.
"Aini, kamu itu sangat mirip dengan Almarhumah istri saya, Nisa. Tapi bukan berarti saya membandingkanmu dengannya, kamu itu punya keunggulan tersendiri di hati saya. Jujur, sejak pertama saya melihatmu, saya... Sa..saya,"
Dokter Adit menjeda ucapannya, membuatku greget sendiri. Apa susahnya sih ngomong?
"Saya apa?"
"Saya, saya mulai tertarik padamu dan saya ingin kamu menjadi istri saya, menggantikan Nisa yang telah berpulang. Maukah kamu menjadi istri saya?"
Oh Tuhan! Aku tidak salah dengar kan? Ini mimpi, kan? Jika ini mimpi, sadarkan aku Tuhan.
Ku cubit lengan tanganku dengan keras, aduh, sakit! Itu tandanya, ini nyata? Dokter Adit melamarku? Atau ini prank lagi?
"Aini, jawab. Saya mohon, berikan jawabannya sekarang. Supaya saya tahu, apa kamu mau menerima saya sebagai suamimu, atau tidak. Jawab sekarang."
Astaga, aku harus jawab apa? Jujur, aku benar-benar masih trauma dengan pernikahan. Bagaimana jika Dokter Adit sama seperti Mas Ken? Bagaimana jika dia tidak benar-benar mencintaiku? Sungguh, aku tidak mau masuk kedalam lubang yang sama.
"Dok, sa...saya, saya tidak bisa." aku tidak melanjutkan ucapanku, takutnya salah jawab lagi.
Kutatap wajah Dokter Adit, wajahnya menampakkan kekecewaan yang mendalam. Bahkan, dia sama sekali tidak mau menatapku barang sebentar.
"Oh, jadi kamu tidak bisa, yah?" tanyanya dengan nada lesu, langsung menyambar botol air mineral yang isinya masih separuh diatas dasbor, dan meneguknya sampai habis. Astaga, itu kan bekas minumku?Dengan ragu-ragu aku menyentuh pundaknya, dia hanya melirikku sekilas.
"Dok, maksud saya itu, saya tidak bisa... Saya tidak bisa menolak lamaran Dokter." kataku sembari menyunggingkan senyum lebar, bisa dibilang senyum terbaikku.
Dokter Adit yang terkejut reflek membuang botol air mineral yang sudah kosong itu kearahku, hingga mengenai dahiku. Hah, apes ini mah!
"Aduh! Kok saya dilempar sih?!" ringisku sembari mengelus dahi yang sedikit lebar ini. Mungkin, sih.
"Astaga, maaf. Saya tidak sengaja. Ini yang sakit?" tanya Dokter Adit sambil mengelus dahiku lembut. Hah, bikin baper aja nih orang!
"Aini, kamu serius?! Kamu menerima saya?! Ini serius, kan? Gak bercanda, kan?" tanyanya sambil menguncang-guncang pundakku. Sekali lagi, lama-lama aku di smackdown kalau begini!
"Iya saya serius, Dok! Tapi bukan berarti Dokter main buang-buang sesuatu kearah saya, dong! Ini dahi perih kena botol!!" omelku sedikit kesal padanya.
"Iya, maafkan saya, saya hanya terkejut saja. Tapi ini benaran serius, kan?"
Aku menganguk pelan. Tidak berapa lama kemudian Dokter Adit langsung menarikku kedalam pelukannya, sangat erat hingga aku kesulitan bernapas.
"Dok, Dok! Napas saya sesak, Dok."
Dengan cepat Dokter Adit melepaskan pelukannya, kemudian menggaruk kepalanya dan memalingkan wajahnya ke arah lain. Aku yakin, pasti dia merasa malu setengah mati sama halnya diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salahku Apa?
ActionJika jodoh sudah tiba, mau tidak mau kamu harus terima, bukan? Lantas, bagaimana jika dia bukan jodoh sebenarnya? Aini, seorang anak yatim piatu yang jago bela diri dan menjadi Bos salah satu Geng Motor yang paling di takuti di kotanya. Namun, dia m...