Part 44

4.7K 348 45
                                    


POV KEN

***
Semenjak Pak Robert dijebloskan kepenjara, aku, ibu, dan Raisha memilih berdiam diri didalam rumah. Ancaman Aini malam itu berhasil membuat kami bergidik ngeri. jujur, aku dan ibu tidak mau jika harus ikut mendekam disana.

"Raisha, buatkan aku kopi." aku sengaja mengeraskan suaraku, agar wanita pemalas itu bergegas melayaniku sebagaimana Aini dulu.

"Gak punya tangan, ya, Mas?! Bikin sendiri, aku lagi ngecat kuku!" ujarnya setengah berteriak dari dalam kamar.

Hah! Ini nih yang bikin aku gak betah dirumah. Selain pemalas, Raisha juga boros dan sering menghambur-hamburkan uang. Alhasil, uang pemberian Aini yang seharusnya jadi modal usaha perlahan habis dikurasnya.

"Raisha! Kamu dengar ucapanku tidak?! Bikinin aku kopi!" kali ini aku harus keras padanya, agar dia tidak semakin ngelunjak.

"Kamu tuli, ya, Mas?! Aku lagi ngecat kuku!"

Tanpa basa basi aku masuk kedalam kamar dan langsung merampas botol cat kuku dari tangannya, setelah itu kubanting diatas lantai.

"Mas?! Apa yang kamu lakukan?!" teriak Raisha sambil melemparkan vas bunga kearahku, dan langsung mengenai kepalaku.

"Apa yang kamu lakukan?! Kurang ajar!!"

PLAK!! PLAK!! PLAK!

Aku menampar wajahnya sebanyak tiga kali, membuatnya terhempas dan jatuh kelantai.

"Kamu jahat, Mas!! Hiks..hiks.." Raisha mulai menangis sambil mengusap bekas tamparanku dikedua pipinya.

"Aku tidak peduli!! Persetan denganmu, pemalas!!" aku memakinya, melayangkan tendangan tepat di punggungnya. Biarlah dia merasakan sendiri sakit hatiku! Sudah cukup selama ini aku berdiam diri dengan ulahnya.

Tiba-tiba saja ibu datang dan berteriak histeris.

"Ken!! Apa yang sudah kamu lakukan pada Raisha?! Hah?!"

"Aku menamparnya, bu. Itu karena dia suka membangkang!"

"Kamu tega, ya?! Dia itu istri kamu!! Dan saat ini Raisha sedang hamil anak kamu, dimana hati nuranimu?!"

Aku menatap ibu dengan tajam, berani sekali ibu bicara soal hati nurani. Pada ia sendiri tidak memilikinya.

"Hati Nurani? Bagaimana bisa aku menahan diri, Raisha tidak pernah melayaniku dengan baik! Sukanya ini itu, tanpa berpikir terlebih dahulu! Berbeda jauh dengan Aini."

"Hei, Ken!! Jangan sebut-sebut nama wanita itu lagi, kalian sudah bercerai."

Ibu menatapku tidak suka, membuatku semakin stres dan frustasi. Lama-lama aku bisa gila.

"Sudah, bu! Aku stres karena kalian berdua tahunya marah-marah saja." aku memilih pergi menenangkan diri, daripada harus tertekan dengan dua wanita didepanku ini.

"Ken! Mau kemana kamu?!" teriak ibu dengan nyaring.

Aku tidak menghiraukan teriakan ibu, tujuanku kali ini hendak mengunjungi tempat favoritku dulu, kedai Mak Intan. Bukankah aku juga butuh refreshing?

***
"Mbak, mie ayam satu." aku memesan makanan favoritku sambil memainkan gawai.

"Ini Mas Ken, kan?" tanya pelayan tersebut menatapku tidak percaya.

"Iya, emang kenapa, mbak?" tanyaku balik, heran, kok ia bisa bertanya seperti itu.

"Gak kok, Mas. Cuma mau bilang, istrinya ada disebelah sana bareng seorang pria. Mereka tampak mesra sekali, apa Mas Tahu?"

Salahku Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang