***
Aku baru saja keluar dari sebuah ruangan sambil meniup lenganku yang sudah ditempeli kasa dan plester diatasnya."Gimana, perih gak?" Jack menatap ngeri lenganku, sesekali ia mengusap lengannya. Oh ya, aku kasih tahu kalian ya? Jack ini selain pintar, ia sedikit baperan. Lihat temannya kesakitan saja dia ikut kesakitan, hahaha. Seperti sekarang, aku yang merasakan sakit malah ia yang ngilu.
" lumayan, Jack. Coba lo bayangin, kulit gue dijahit layaknya potongan kain. Ngeri, kan?" aku sengaja menakutinya, biarlah, dikerjain sedikit tidak apa-apa, kan? Lagipula kami baru bertemu, anggap saja lepas kangen. Hahaha.
"Aiish! Ngapain lo nyuruh-nyuruh gue ngebayangin hal begituan?! Ogah gue!"
Tiba-tiba Jack menanggalkan jaketnya dan memberikannya padaku.
"Pakai ini, gue enek melihat lengan lo!"
"Widih, makasih ya, kembarannya Nurlan." aku bergegas mengenakan jaket pemberian Jack, lumayan, sebagai penangkal dingin.
"Aiish, jangan samain gue dengan si bocah sinting itu! Otak gue masih utuh, ya?!"
"Iya, oh ya, lo gak mau nengok Nurlan?"
"Oh iya, gue sampai lupa. Yaudah, gue mau. Kangen gue soalnya." Jack berusaha menahan tawanya, mungkin Jack terbayang wajah Nurlan yang sok manja itu berubah memelas saat bertemu dengannya nanti.
"Yaudah, kita tunggu Dokter Adit dulu ya?"
Jack menganguk pelan, kembali tiduran diatas bangku panjang tempat kami duduk saat ini.
Beberapa saat kemudian Dokter Adit datang sambil membawa kantong plastik berisi sesuatu. Sepertinya makanan.
"Maaf, saya agak lama. Kalian makan dulu, ya?" Dokter Adit langsung mengeluarkan isi kantong plastik tersebut dan membagikannya padaku dan Jack.
"Terima kasih, Dok" Jack menerima pemberian Dokter Adit dan langsung melahapnya dengan rakus. Kasihan Jack, sepertinya dia kelaparan.
"Dok, kira-kira sekarang jam berapa, ya?" tanyaku sambil membuka bungkus makanan pemberian Dokter Adit.
"Sudah pukul 03:21, setelah ini kalian istirahat dulu, ya? Diruangan saya ada matras, jadi kita bisa istirahat disana. Aini tidur di matras, saya dan Jack tidur di sofa. Kalian terlihat lelah." ujar Dokter Adit sambil mengarahkan sendoknya kemulutku.
"Loh, kok saya? Dokter aja yang makan, saya bisa sendiri kok. Ini juga saya baru mau makan."
"Gak apa-apa, ayo makan! Anggap saja lagi latihan nyuapin istri."
Jack tersedak mendengar ucapan Dokter Adit, ia menatapku sekilas sambil senyam-senyum tidak jelas. Hm, untung saja bukan Nurlan. Kalau saja itu Nurlan, mampus aku.
"Dok, kalo mau gombal tahu tempat, dong! Gak malu sama Jack?" bisikku sesekali mendengus kesal.
"Kamu malu, ya? Atau jangan-jangan baper?" Dokter Adit mendekatkan wajahnya padaku, membuatku sedikit salah tingkah sekaligus tidak enak pada Jack. Hah, dasar Dokter Adit tidak berperasaan!
"Ngarep!" aku langsung menyuapi mulut Dokter Adit dengan sayur bayam, agar ia tidak semakin menggodaku.
"Aiish! Nyuapin calon suami kok kasar banget, itu sendoknya sampai nabrak gigi taring."
Aku tertawa terbahak-bahak, kulihat Jack juga sama. Sampai-sampai air mata kami meleleh gara-gara ulah Dokter Adit.
"Aduh, hahahahah. Dokter, sih, bikin saya sakit perut. Bagaimana ceritanya sendok nabrak gigi taring? Emang pesawat ya, Dok? Hahahaha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Salahku Apa?
ActionJika jodoh sudah tiba, mau tidak mau kamu harus terima, bukan? Lantas, bagaimana jika dia bukan jodoh sebenarnya? Aini, seorang anak yatim piatu yang jago bela diri dan menjadi Bos salah satu Geng Motor yang paling di takuti di kotanya. Namun, dia m...