Part 11

5.5K 305 4
                                    

Kulihat pak dokter tampan itu hanya mangut-mangut sekilas, setelah itu berlalu pergi tanpa permisi. Aneh sekali. Seperti itukah cara dia meminta maaf? Membuat baper korbannya lalu meninggalkannya begitu saja. Ah, kelihatannya dia bukan pria yang asyik di ajak bicara! Terkesan cuek. Kecewa!

***
Aku merebahkan tubuhku diatas ranjang, menikmati angin sepoi-sepoi yang masuk melalui ventilasi dan jendela kamarku. Rasanya sangat damai tanpa ada suara cempreng ibu mertua yang seringkali menimbulkan keributan di rumah ini, dan juga suara keras Mas Ken yang selalu membuat telinga dan hatiku gerah. Ah, nyaman sekali, terasa rumah ini milikku seorang.

Ku ambil ponselku dan mulai menghubungi Sam, karena ada hal penting yang ingin aku tanyakan padanya.

"Halo, bos. Ada apa?" tanya Sam di seberang sana.

"Sam, bagaimana? Sudah dapat kabar dari Nurfan?"

"Iya, bos. Menurut pengintaian Nurlan, Raisha tinggal di sebuah Apartemen yang letaknya di Jln. Apel Blok D."

"Oke, kerja bagus! Sekarang kerjakan tugasmu, Cari tahu dimana tempat tinggal kedua orang tua Raisha."

"Siap, bos! Perintah dikerjakan!"

Klik.

Aku tersenyum lebar, sambil membayangkan rencana yang sudah ku susun rapi untuk Raisha. Ah, Raisha, aku sangat rindu padamu. Rindu melihat dirimu hancur! Aku tidak jahat Raisha, aku hanya ingin memberimu sedikit pelajaran penting. Tidak banyak, hanya sedikit.

Terkadang aku merasa jika yang aku lakukan ini salah, sesekali penyesalan itu ada. Tapi aku harus bagaimana? Membiarkan mereka semena-mena padaku? Tidak semudah itu, Maria! Aku juga butuh kebebasan. Aku punya dunia sendiri, sudah cukup bagiku berlama-lama dalam sangkar ke semena-semenaan orang lain. Itu bukan aku!

Tentang Mas Ken, aku yakin dia adalah pria yang baik. Tapi kesalahannya adalah, sering berbuat baik pada orang lain tapi sangat kejam padaku. Sangat tidak etis sekali, yah?!

Aku selalu mengingat semua perlakuan baiknya padaku saat kami baru menikah. Dia sangat baik padaku, Dia sangat perhatian! Tapi itu tidak berlangsung lama, setelah putriku lahir, semuanya seakan hilang tak berbekas. Miris sekali. Paling menyakitkan adalah, setelah aku mendengar sendiri kenyataan yang keluar dari mulutnya jika selama ini dia tidak pernah mencintaiku barang sedikitpun. Terlebih lagi saat dia terang-terangan mengakui Raisha sebagai wanita yang sangat dia cintai. Sakit sekali rasanya! Tapi biarlah, akan kuberi dia pelajaran hidup yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya! Sekali lagi, aku bukan orang jahat!

Ku lirik arloji di tanganku, waktu menunjukkan pukul 19:37. Ah, itu artinya aku harus kembali ke rumah sakit dan menunggui Mas Ken. Rasanya malas sekali, tapi apa boleh buat? aku harus tanggung jawab.

***
Tiba di rumah sakit, aku langsung menuju ruang perawatan Mas Ken. Akan tetapi langkahku berhenti tepat di depan pintu,  samar-samar aku mendengar ibu mertua dan Mas Ken sedang berdebat. Kira-kira apa yang mereka perdebatkan? Aku menempelkan telingaku pada daun pintu, dan mulai menyimak apa yang sedang mereka perdebatkan.

"Kamu jangan bodoh, Ken! Sekali-kali otakmu itu di pakai untuk berpikir." ujar ibu mertua dengan suara khasnya yang cempereng.

"Tapi aku tidak bisa, bu. Apa ibu tidak lihat?! Gara-gara Aini aku di rumah sakit. Wanita itu benar-benar membuatku muak!" balas Mas Ken tidak mau kalah.

Disini aku baru sadar, ternyata topik yang jadi perdebatan mereka tidak lain adalah aku. Kok aku? Aku semakin penasaran, ingin berlama-lama menguping.

"Tapi kamu juga harus ingat, ken! Dia itu anak konglomerat, apa kamu tidak akan menyesal jika harus melepaskan lumbung duit? Kalo ibu sih tidak mau yah, Ken. Rugi dong susah-susah nikahin kamu sama Aini. Sampai-sampai ibu dan ayahmu harus menjual Villa yang ada di Depok hanya untuk memberikan donasi pada panti asuhan tempat Aini tinggal, semata-mata agar mereka mengizinkanmu untuk menikahi wanita itu. Harusnya kamu jangan berpikiran pendek. Ingat, Ken! Villa kita sudah terjual hanya untuk menebus wanita itu, jadi tugasmu adalah mengembalikan semua pengeluaran dengan cara tetap berada di sisi Aini. Karena jika kamu tetap bersama dengannya otomatis kamu juga berhak atas warisan itu, sebab kamu adalah suaminya. Mengerti?"

Apa?! Brengsek, jadi selama ini tujuan mereka sebenarnya adalah warisan orang tuaku? Sulit dipercaya, jadi selama ini aku hidup diantara manusia-manusia bertopeng iblis!! Oh Tuhan, aku benar-benar syok. Aku tidak pernah menyangka jika mereka menyorotkan mata padaku hanya untuk satu hal, harta warisan.

"Maksudku bukan begitu, bu. Terus sampai kapan aku harus terjebak bersama wanita itu? Dia itu psikopat, bu!"

"Psikopat, psikopat, dengkulmu! Kamu takut sama Aini?! Dia itu istrimu, dan ibu yakin semua yang dilakukannya padamu hanya kebetulan semata. Dia hanya wanita lemah, tidak ada yang perlu ditakutkan, nak."

Aku tertawa sinis, ternyata ibu mertua meremehkanku. Wanita lemah? Ck, aku geli mendengarnya.

"Terus, sampai kapan aku harus menunggu agar terbebas dari Aini, bu? Aku kasihan sama Raisha, dia juga ingin agar segera  ku nikahi."

"Tidak akan lama lagi, Ken. Sedikit lagi, umur Aini tepat 22 tahun. Itu artinya dia akan sah menjadi ahli waris harta kedua orang tuanya. dan itu bukanlah harta yang sedikit Ken, harta Aini tidak akan habis hingga tujuh turunan. Kamu hanya perlu bersabar. Ketika warisan itu beralih ke tangan Aini, ibu akan bantu kamu untuk mencari cara bagaimana sampai warisan itu akan beralih menjadi milik kamu. Ibu tahu, ini tidak akan mudah. Tapi ibu yakin, kita pasti bisa melakukannya. Yang harus kita lakukan adalah, jangan sampai Aini tahu jika dia memiliki harta warisan dari orang tuanya."

"Bagaimana caranya, bu?"

"Saat penyerahan aset nanti, kamu harus buat Aini mabuk agar dia menurut padamu. Dengan begitu, kamu bisa melakukan apa saja padanya, termasuk tanda tangan pengalihan seluruh Aset dan properti atas namamu. Jadi, ibu minta kamu bersabar.  Tidak akan lama lagi, Ken."

Aku benar-benar ingin tertawa sambil guling-guling di lantai, tapi aku masih punya rasa malu. Aduh, rencana Mas Ken dan ibunya ini membuatku geli sendiri. Begitu rakusnya mereka, hingga berencana membuatku mabuk di hari ulang tahunku nanti. Astaga, dasar manusia mata duitan. Belum tahu aja mereka, jika Warisan orang tuaku sudah aman di tanganku. Benar-benar membuatku ngakak berat. Kasihan sekali mereka.

Aku segera mengetuk pintu, membuat mereka berhenti bicara.

"Siapa diluar?!" tanya ibu mertua dari dalam.

"Aku, bu. Aini."

Aku membuka pintu dan masuk dengan senyum mengembang. Kulihat ibu mertua menatapku penuh selidik, mungkin saja dia takut jika aku menguping pembicaraannya dengan Mas Ken.

"Sejak kapan kamu berada disitu?!" tanya ibu mertua dengan ketus.

Aisshh... Seraaaam.

"Baru saja, bu. Aku baru datang kok." jawabku santai, sambil melempar tasku ke sofa.

Kulihat tatapan tidak suka ibu mertua, wajahnya itu loh, mirip serigala lapar.

"Wah, wah, wah! Bagus sekali yah, suami sedang sakit, kamu malah senang-senang dan keluyuran tidak jelas! Istri macam apa kamu?"

Aku tersenyum kecut, panas juga telinga ini mendengar kata-kata pedasnya.

"Aku tidak keluyuran, bu. Aku hanya pulang sebentar ke rumah, mau membuatkan Mas Ken bubur. Tapi sayang buburnya gosong kehabisan air, jadi aku batalkan untuk membawakan Mas Ken bubur."

"Alasan saja kamu! Sekarang kamu pergi ke tokoh kue seberang jalan, belikan ibu kue. Ibu pengen makan kue Cake pelangi. Secepatnya, Aini."

Hah? Apa-apaan ini?

"Seberang jalan? Jalan mana, bu?"

Aku sengaja melontarkan pertanyaan konyol pada ibu mertua, agar dia kesal padaku.

"Ya ampun, Aini! Itu, di depan Rumah Sakit, masa gak tahu?!"

"Yah, maaf, bu. Gak sengaja."

Ku lirik wajah ibu sekilas, dia tampak marah. Mas Ken? Jangan tanyakan dia, semenjak aku masuk dia pura-pura merem. Dasar!

Salahku Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang