Part 40

5.5K 346 39
                                    

***
"Jack, kita ngapain kesini? Gue puyeng harus mutar-mutar dari tadi!" aku memijit kepalaku yang mulai pening, entah apa tujuan Jack mengajakku ke tempat ini.

"Gini, bos, gue sengaja bawa lo ke tempat ini untuk lihat-lihat barangkali ada beberapa peralatan yang kita butuhkan saat penyergapan nanti."  kata Jack sambil memberiku selembar brosur.

"Maksud lo?" aku mulai penasaran dengan rencana si hacker ini, maklum, diantara kami semua Jack yang paling cerdas.

"Em, begini, kita tidak mungkin melawan Pak Robert dengan tangan kosong, kan? Minimal kita butuh senjata, ya, setidaknya untuk melumpuhkan antek-anteknya."

"Sip, gue paham maksud lo! Oke, sekarang kita masuk kedalam." aku langsung mengajak Jack masuk ke dalam toko   khusus menjual beraneka ragam benda tajam seperti tombak, cerulit, kapak, belati, pedang, samurai, dsb.

Di depan kami sudah berdiri seorang pria bermata sipit dengan senyum menghiasi bibirnya.

"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?"

"Terima kasih, kami membutuhkan beberapa koleksi terbaik dari toko ini. Boleh kami lihat-lihat dulu?" tanya Jack sesekali melihatku kearahku.

"Silahkan, dengan senang hati. Mau saya pandu atau lihat sendiri, Mas?"

"Saya lihat sendiri saja." Jack langsung menarik tanganku untuk melihat-lihat koleksi senjata yang terletak di dalam kaca.

"Jack, kita milih senjatanya yang standar aja, ya. Takutnya kalo kita milih yang terbaik, malah bisa membunuh Pak Robert dan antek-anteknya. Tujuan gue hanya ingin membuatnya cacat, minimal patah tulang." aku bisa melihat gurat kecewa diwajah Jack, tapi ku abaikan karena aku masih ragu untuk melakukan pembantaian pada paman. Bagaimanapun juga, dia saudara ayahku.

"Kalo hanya ingin membuatnya cacat, lutut sama siku lo bisa melakukannya. Kenapa lo gak coba hal ekstrim aja? Sekali-kali orang seperti Pak Robert itu diberi pelajaran, minimal sayatan atau apalah, agar dia bisa melihat masa lalunya lewat luka yang kita ciptakan. Bukan begitu?"

"Jack, bukan masalah itu. Kalo itu terjadi, jelas imbasnya ke kita! Mau tidak mau kita harus siap jika di cap sebagai pembunuh, psikopat, atau apalah. Media lebih jahat dari yang kita kira, Jack!"

"Jadi bagaimana? Kalo nyali lo cuma nyampe disitu aja, lebih baik polisi sendiri yang tangani, kan? Pak Robert itu udah kebal terhadap polisi. Gak ingat lo, ha?! Orang tua lo dibunuh dengan kejam, masih anggap dia paman? Apa lo gak ingat juga kekejaman apa yang telah Pak Robert lakukan ke lo? Ke Pak Hermawan? Dan gue yakin, masih banyak korban Pak Robert diluar sana yang tidak kita ketahui. Bisa saja, kan?"

Benar juga kata Jack, tiba-tiba saja aku teringat bibi Romlah dan Tika. Ya Tuhan, siapkah aku?

''Baiklah, suruh pemilik toko ini untuk memberikan koleksi terbaiknya. Gue akan beli semuanya!" akhirnya aku memantapkan diri untuk rencana nanti malam, setidaknya aku sudah melakukan yang terbaik. Kalaupun nanti aku ikut tertangkap, aku siap. Yang terpenting adalah, paman tidak lagi berkeliaran. Cukup aku, bibi Romlah, dan Tika! Jangan ada yang lain.

***
Waktu menunjukkan pukul 19:23, sebentar lagi aku dan tim ku akan melakukan penyerangan terhadap paman. Aku berharap, semoga Pak Hermawan baik-baik saja.

"Jack, kira-kira jam berapa kita akan mulai mengintai tempat itu?" tanya Sam sembari memasukkan peralatan yang kubeli tadi sore ke dalam sebuah kas.

"Tergantung, kita akan tunggu sampai Mallnya tutup. Yah, mungkin sekitar jam 11 baru kita mulai pergerakan. Gue yakin, pasti Pak Robert menyekap Pak Hermawan di lantai atas. Maklum, aktivitas di Mall tersebut hanya di lakukan di lantai dasar. Tidak seperti Mall biasanya." Ujar Jack mulai mengotak-atik keyboard laptopnya.

Salahku Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang