***
"Dokternya masih dalam perjalanan, lo yang sabar yah, bos." ucap Sam kembali mengotak-atik ponselnya.Aku hanya menganguk pelan, rasanya tubuh ini sangat lemah. Ditambah lagi sakit kepala yang semakin menjadi-jadi.
"Sam, coba lo telpon lagi deh Dokternya. Kasihan si bos ini!"
Hah, dasar Nurlan! Anak ini memang tidak sabaran, sangat Berbeda dengan Sam yang tenang.
"Ini gue sementara hubungi tapi gak diangkat."
"Ah, pea lo! Oh yah, lo dapat nomor kontak Dokternya darimana? Kira-kira Dokternya profesional, gak? Gue gak mau kalo si bos ditangani sama Dokter abal-abal!"
"Lo jangan sotoy, Lan! Kata sekertaris gue, dia itu Dokter terbaik dan profesional. Jadi, sangat pantas menangani si bos."
"Oh, baguslah!"
Tidak lama kemudian bi Imah masuk dengan berlari-lari kecil kedalam kamar.
"Tuan, Dokternya sudah datang." kata bi Imah dengan napas ngos-ngosan.
"Suruh masuk, bi."
"Baik, tuan."
Beberapa saat kemudian, sosok yang sangat familiar itu masuk.
"Assalamu'alaikum."
Astaga!! Dokter Adit? Mati aku, kanapa Sam malah menghubungi Dokter Adit, sih?! Yang ada penyamaranku bakalan ketahuan.
"Wa'alaikumsalam. Silahkan masuk, Dok." kata Sam rada-rada sangar.
"Eh, Dokter Adit? Widiiih, ketemu lagi nih. Silahkan duduk, Dok. Ternyata Dokter Adit toh, Sam." celetuk Nurlan sambil bergeser dari tepi ranjang dan menyuruh Dokter Adit duduk.
Dokter Adit menatapku dengan bingung, membuatku sedikit kikuk. Semoga saja, Dokter Adit tidak bertanya macam-macam.
"Jadi, Aini yang sakit?" tanyanya pada Sam, kemudian mengarahkan punggung tangannya diatas dahiku, tidak lupa dia mengecek tekanan darahku.
"Iya, Dok. Saya yang menelpon tadi."
Oh Tuhan, jangan sampai Dokter Adit bertanya macam-macam. Apalagi Nurlan ada disini, sudah pasti mulut ceplas ceplosnya tidak akan bisa dihentikan.
"Sejak kapan dia demam?" tanya Dokter Adit pada Sam.
Aiish, kenapa Dokter Adit malah bertanya pada Sam? Kan bisa bertanya langsung padaku.
"sejak pukul 1 dini hari, Dok. Bahkan suhu badannya semakin maningkat, ditambah sakit kepala yang semakin menjadi-jadi sejak pukul 3 dini hari sampai saat ini."
Aku bisa menangkap raut wajah kecewa Dokter Adit, ah, biarlah. Sudah ketangkap basah pula aku berbohong!
"Terus siapa yang menolong dan membawa Aini dari kontrakannya ke rumah ini?"
"Kontrakan? Kontrakan apa, Dok?" tanya Nurlan bingung, begitupula dengan Sam dan bi Imah.
Astaga, mati aku! Sedikit lagi aku akan ketahuan, jika selama ini aku sudah berbohong.
"Bukannya Aini tinggal di Kontrakan?" tanya Dokter Adit balik bertanya pada Nurlan dengan ekspresi bingung.
"Kontrakan yang mana sih, Dok? Orang si bos tinggal disini, ini kan rumahnya."
Asataga, Nurlan. Salahku juga sih, kenapa tidak memberitahu Nurlan dan Sam terlebih dahulu.
Kali ini Dokter Adit mengalihkan tatapannya padaku, aku melihat guratan kekecewaan yang tampak dari balik wajahnya. Dengan cepat dia berdiri dan menghadap kearah Sam, tanpa menoleh lagi padaku. Apa Dokter Adit marah besar padaku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Salahku Apa?
ActionJika jodoh sudah tiba, mau tidak mau kamu harus terima, bukan? Lantas, bagaimana jika dia bukan jodoh sebenarnya? Aini, seorang anak yatim piatu yang jago bela diri dan menjadi Bos salah satu Geng Motor yang paling di takuti di kotanya. Namun, dia m...