Part 18

5.5K 319 14
                                    

***
Aku mengompres pergelangan kakiku memakai es Batu, dengan begini sakitnya sedikit berkurang. Sore nanti aku dan Nurlan berencana mengunjungi alamat tukang pijit yang direkomendasikan Dokter Adit, semoga saja Dokter tampan itu serius dan tidak mengerjai aku. Jika sampai dia berniat seperti itu, habislah dia!

Beberapa menit kemudian Ponselku berdering. dengan susah payah aku berdiri, berjalan sambil tertatih ke arah meja. Salahku juga, kenapa tidak membawa serta ponselku.

Ku tatap layar ponselku, rupanya telpon dari Sam. Semoga saja dia membawa kabar baik untukku.

"Halo, Sam?" sapaku sambil berjalan ke arah sofa, kemudian merebahkan pantatku disana.

"Ya, Bos. Gue cuma mau kasih kabar ke lo, surat dari Pengadilan Agama sudah keluar."

Yes!! Aku bersorak gembira mendengar pernyataan dari Sam. akhirnya, setelah sekian lama menunggu, Surat Resmi itu keluar juga.

"Benaran, nih? Alhamdulillaaaaah... Sekarang lo dimana?"

"Ini gue dalam perjalan ke rumah lo, sekalian gue mau kasih tahu kalo gue berhasil membuat semua kolega suami lo memutuskan kerjasamanya dan menjalin kerjasama dengan perusahaan kita."

"Uuuh, Saaam!! Lo emang terbaik, deh!! Oh yah, sebelum kesini, tolong lo singgah ke tempat Nurlan yah."

"Emangnya ada apa? Mau ngadain pesta, yah?"

"Bukan! Soalnya dia udah janji mau ngantarin gue ke tukang pijit."

"Ke tukang pijit? Kok bisa?"

"Panjang ceritanya. Cepatan, yah."

"Siap, bos."

Hah, akhirnya aku bisa bernapas lega. Rasanya aku sudah tidak sabar membayangkan wajah Mas Ken dan Ibu mertua, kira-kira bagaiman reaksi mereka nanti, yah? Hahaha. Guemes!

***
Aku dan Nurlan menatap dengan seksama Rumah megah yang berdiri kokoh di depan kami saat ini, kemudian kami saling pandang satu sama lain.

"Lan, lo serius ini alamatnya? Coba deh, lo cek lagi." pintaku pada Nurlan untuk kembali memastikan apa benar ini alamat yang diberikan Dokter Adit

"Alamatnya sama kok, bos. Coba lihat sendiri kalo lo gak percaya."

Aku mengambil kertas tersebut dari tangan Nurlan,  memastikan apa alamat ini sama dengan alamat yang tertera di kertas. Ternyata sama.

"Lan, masa iya rumah tukang pijit megah kayak begini? Masuk akal gak, sih?"

" Gue pribadi sih gak percaya kalo ini rumah tukang pijit, tapi apa salahnya kita cek dulu? Siapa tahu kan, dia tukang pijit sukses."

"Yaudah, lo aja yang tekan belnya."

Nurlan mulai menekan Bel yang ada di depan pintu gerbang rumah megah tersebut, sedangkan aku hanya bisa menatap tidak percaya pada kertas di tanganku. Masa iya sih, ini rumah tukang pijit?

Tidak lama kemudian seorang wanita berusia sekitar 45 tahun keluar dari dalam rumah dan menuju ke arah gerbang, dia tersenyum lebar padaku dan Nurlan.

"Lan, jangan-jangan dia itu tukang pijit yang di maksud Dokter Adit." bisikku pada Nurlan.

"Ah, masa sih, bos? Gak ada mirip-miripnya sama tukang pijit ini mah." bisik Nurlan tepat ditelingaku.

Wanita paruh baya tersebut segera membuka pintu gerbang rumahnya sambil tersenyum ramah padaku dan Nurlan. Sepertinya ibu ini Murah senyum. Melihat wajahnya, aku merasa tidak asing. Wajahnya sangat mirip seseorang, tapi siapa?

"Nak, cari siapa?" tanyanya dengan lembut. Ah, adem sekali.

"Eh, ini bu, ceritanya kemarin kaki saya terkilir dan saya hendak mencari tukang pijit untuk membenarkan kaki saya yang terkilir ini. Kemudian teman saya memberikan alamat ini, katanya kalo saya pengen di pijit di suruh ke alamat ini saja. Apa benar, ibu tukang pijitnya?"

Salahku Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang