Part 14

5.4K 311 3
                                    

Irama jantungku semakin nyaring, seiring derap langkah kaki yang semakin lama semakin mendekat ke arahku. Oh Tuhan, semoga saja dia tidak menyadari jika wanita berpakaian aneh yang katanya mirip penguntit itu aku.

"Maaf, mbak. Gerak gerik anda mencurigakan, deh! Apalagi dengan gaya pakaian anda yang seperti ini. Apa anda keluarga salah satu pasien disini? Maaf, saya hanya tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak di inginkan dengan pasien-pasien saya, saya hanya ingin berjaga-jaga. Karena saya dan staf perawat sudah pernah mengalami hal yang buruk perihal pasien. Jadi, jika anda memang keluarga salah satu pasien di blok ini, tolong lepaskan kacamata anda. Sekali lagi maaf."

Tuh kan? Aaahhhh... Sepertinya aku harus pasrah jika ketahuan.

Aku memutar posisiku dan menghadap tepat ke arah Pak Dokter, rasanya enggan untuk tetap berdiri disini. Pengen lari secepat kilat dan menghilang di balik tembok. Tuman!

"Apa saya terlihat mencurigakan bagi anda, Dok?! Dan harus anda ketahui, saya keluarga salah satu pasien di blok ini." ujarku dengan nada suara yang sedikit ku ubah.

"Sebutkan nama ruangannya, mbak."

Mati aku!! Bagaimana ini? Mana aku tidak hafal nama-nama ruangannya lagi, kecuali ruang mawar tempat Mas Ken dirawat.

"A..anu, ruang Delima." jawabku asal.

"Ruang delima? Setahu saya di blok ini ruangannya dominan dengan nama bunga, dan tidak ada ruangan dengan nama delima."

Oh Tuhan, kenapa aku harus salah jawab disaat-saat genting seperti ini? Salahku juga sih, tidak menghafal lebih dulu nama-nama ruangan di blok ini. Bagaimana ini? Yang ada Pak Dokter tambah curiga, belum lagi tatapan-tatapan penuh selidik dari para perawat yang berkumpul tidak jauh dari tempatku dan Pak Dokter berdiri. Mereka sudah mulai bisik-bisikkan satu sama lain. Pasti mereka sudah memvonisku yang tidak-tidak!

"Mbak, sebutkan nama ruangannya dengan benar, jika anda benar-benar salah satu keluarga pasien yang di rawat di blok ini."

Aku diam saja, Takut salah menjawab. Hah, aku pasrah jika harus ketahuan. Mau lari, tidak akan sempat.

Merasa tidak digubris, dengan cepat Pak Dokter menanggalkan kacamata yang aku pakai. Menyisahkan masker yang masih menutupi sebagian wajahku.

Pak Dokter mendekatkan wajahnya beberapa senti dari wajahku, nampak matanya mulai menyelidiki setiap inci wajahku yang sebagian masih ditutupi masker. Membuat jantungku berdisko kesana-kemari.

"Dari tatapan matamu, sepertinya tidak asing lagi bagi saya." celetuk Pak Dokter sembari menjauhkan wajahnya dari wajahku, mungkin dia baru sadar jika wajahnya yang super duper waw itu sangat dekat dengan wajahku yang lumayan cantik ini. Hihihi, ngarep.

Aku mengalihkan wajahku ke arah lain, berharap dia tidak menyadari atau mengenaliku.

"Tidak perlu bersembunyi. Meski kamu menyamar menjadi alien sekali pun, saya tetap mengenali kamu."

What?! Apa yang barusan dia katakan? Jangan-jangan dia masih mengenaliku meski dalam penyamaran ini?! Oh, gustiiiiiiiiiiii...

"Do...dokter mengenali saya?" tanyaku dengan polos. Bukan polos, tapi konyol. Mungkin saja!

Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, beranjak pergi tanpa permisi.

Aisshh, apa tadi itu? Dia meninggalkanku dalam keadaan melongo, tanpa menjawab pertanyaanku? Busyet, sebenarnya kamu itu makhluk apa sih Pak Dokter?

Aku mendengus kesal, kalo saja aku tahu dia tidak mempermasahkan kejadian semalam yang membuatku sangat malu, mungkin aku tidak mengenakan pakaian aneh seperti ini. Mana dibilang penguntit lagi!

Salahku Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang