Part 49

4.8K 326 27
                                    


***
Tukang rias selesai menyulap wajahku yang cantik ini menjadi cantik luar biasa, aku bisa membayangkan bagaimana reaksi Dokter Adit melihatku nanti. Xixixi.

"Mbak, apa sudah selesai?" tanya Afif tiba-tiba nongol di kamarku.

"Sudah, Mas." jawab tukang rias sambil menata alat-alat Make Up nya ke dalam Kotak.

Tadi malam, kami melakukan diskusi ulang perihal wali nikah. Afif yang sebelumnya setuju-setuju saja untuk jadi wali nikahku, mendadak tidak siap. Alasannya ia grogi, tidak pede. Katanya, ia juga takut malah akan merusak acara sakral itu. Akhirnya, kami semua memutuskan untuk memanggil penghulu saja.

"Baiklah. Aini, ayo kita turun. Calon suamimu sudah menunggu."

Aku menganguk pelan, sedangkan hati merasa gelisah.

"Masha Allah, teteh cantik sekali. Seperti bukan teteh." puji Tika seraya mengapit lenganku.

"Ahahah, kamu bisa aja. Tik, bagaimana keadaan di bawah?"

"Aman terkendali, teh. Teteh tahu gak? Dokter Adit keringat dingin, tangannya gemetaran. Ahahahaha."

Mendengar ucapan Tika tentang Dokter Adit, aku mendadak ingin ngakak. Pengen godain. Wkwkwk.

"Teh, ayo, acaranya segera dimulai."

Dengan perasaan bahagia sekaligus deg deg gan, aku turun ke lantai dasar. Menapaki satu persatu anak tangga dengan gugup.

Perasaanku mendadak tidak karuan, saat semua mata memandang ke arahku. Serasa di hujani anak panah.

Deg! Aku semakin grogi, kala Dokter Adit menatapku tanpa berkedip. Bibirnya menyunggingkan senyum termanis.

Ah, calon suamiku memang yang termanis, aku sangat beruntung akan jadi istrinya.

Aku segera duduk di samping Dokter Adit, tepatnya di depan penghulu. Mengatur napas agar tidak terlihat ngos-ngosan, aku harus santai dan tidak boleh gugup. Fiuuh!

"Kamu cantik, bikin Mas tambah cinta." bisik Dokter Adit ke telingaku, sukses membuat pipiku merah jambu.

Pria yang sebentar lagi akan menjadi suamiku itu benar-benar selalu bikin pipiku keram, ada-ada saja celahnya agar bisa menggodaku.

"Apaan sih, Mas? Fokus!"

Dokter Adit mengedipkan sebelah matanya, sukses membuatku berdesir.

"Bagimana semuanya, bisa kita mulai Ijab qabulnya?" Pak penghulu mulai bertanya, dibalas angukkan dari semua keluarga yang hadir.

"Baiklah, saudara Adit, tolong anda jabat tangan saya."

Tanpa menunggu lama Dokter Adit langsung menjabat tangan Pak penghulu, ia tampak bersemangat sekali.

"Saudara Aditya Bin Fahrul, Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Aini Safira Binti Heru, dengan maskawin berupa seperangkat Alat sholat dan emas 400 Gram, tunai"

"Saya terima nikah dan kawinnya Aini Safira binti Heru, dengan maskawin tersebut, tunai."

"Bagaimana saksi? Sah?"

"saaaah!"

Penghulu langsung membaca Doa, setelah itu menyuruhku agar menyalami dan mencium punggung tangan Dokter Adit, suamiku.

"Semoga kamu menjadi istri yang sholeha, sayang." bisik Dokter Adit sambil mengelus kepalaku pelan, sukses membuatku terharu.

Alhamdulillah, aku sangat bersyukur atas kebahagiaan ini. Semoga pernikahan kami menjadi pernikahan yang sakinah, mawaddah, warohmah, Aamiin.

Salahku Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang