Part 46

4.9K 360 17
                                    

POV AINI

***
Aku merebahkan diriku diatas sofa seraya membenahi rambutku yang berantakan, sesekali aku menguap.

"Widiih, calon pengantin mah enak, ya? Leha-leha." Nurlan muncul tiba-tiba dari kamar tamu, dengan langkah gontai ia menuju kearahku dan langsung duduk di sofa lainnya.

Huh, Nurlan lagi Nurlan lagi. Dimana-mana anak ini bikin apes.

"Aiish, lo apa-apaan?! Gak usah godain gue kenapa, sih? Gak enak sama calon suami." aku membela diri, tapi si otak miring itu malah semakin menggodaku.

"Bwahahahaha. Calon suami! Geli gue. Hahahah." Nurlan tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

Sesaat kemudian Dokter Adit muncul sambil membawa nampan berisi segelas jus.

"Sayang, minum dulu. Biar fresh." Dokter Adit menyodorkan jus buatannya padaku, setelah itu merebahkan pantatnya disamping  Nurlan.

Kulirik Nurlan sekilas, oh Tuhan, lihatlah anak itu?! Cengar-cengir menyebalkan, sesekali ia tersenyum penuh arti.

"Cuma si bos doang nih, Dok? Nurlannya gak dibuatin? Nurlan kan baru sembuh dari sakit. Gak ada penyambutan, gitu?" canda Nurlan memancing tawa Dokter Adit.

"Ahabaha. Kamu mau, Lan?" tanya Dokter Adit.

"Mau, lah. Tapi mau gimana lagi? Orang cuma segelas." sindir Nurlan padaku.

"Makanya cari calon, biar ada yang buatin jus."

"Gak ah, nanti saya malah disuruh-suruh kayak Dokter. Nurlan gak mau jadi budak wanita, eeaaaa!"

Aku menatap tajam kearah Nurlan, enak aja dia main vonis-vonis begitu. Awas aja!

"Lama-lama mulut lo gue sumpal pake sepatu ya, Lan!" sewotku langsung menyeruput jus buatan Dokter Adit.

"Ciieelaah, marah. Dok, Nurlan ingatin ya, jangan jadi Bucinnya si bos. Hahahaha."

"Nurlaaaaan!" aku siap melemparinya dengan sepatu yang baru saja kutanggalkan, tapi kuurungkan saat bi Imah datang bersama seorang pria mengenakan seragam delivery Rumah Makan Sakti.

"Maaf, non, apa Non pesan makanan?" tanya bi Imah ragu, sesekali melirik tukang delivery yang berdiri kaku mirip patung manekin.

"Saya yang pesan, bi. Oh ya, silahkan taruh disini makanannya Mas." tukas Dokter Adit ramah.

Melihat gelagat tukang delivery ini mengingatkanku pada seseorang, tapi siapa? Setengah wajahnya terhalangi topi yang ia kenakan, membuatku sulit mengenalinya.

Tanpa sengaja bi Imah menyenggol kepala si tukang delivery,  saat ia sedang membungkuk meletakkan box makanan diatas meja. Hal itu membuat topi yang dikenakannya jatuh dan menampakkan wajah pemiliknya.

"Mas Ken?!" aku terperanjat kaget, sama halnya dengan Dokter Adit.

"Ma..maaf, Aini." Mas Ken berucap lirih sambil menunduk.

"Kamu, kamu sekarang jadi tukang delivery?"

"Iya. Maaf, aku harus pergi."

Dokter Adit beranjak dari duduknya, menyodorkan sejumlah uang kepada Mas Ken.

"Ini uangnya, sisanya buat kamu. Anggap saja tips dari saya."

Entah kenapa, aku merasa Dokter Adit sengaja mau mempermalukan Mas Ken. Membuatku tidak enak. Apa hanya perasaanku saja, ya?

"Terima kasih, permisi." Mas Ken berlalu pergi tanpa banyak bicara, mungkin dia tersinggung dengan ucapan Dokter Adit.

Aku menghela napas panjang, kasihan juga Mas Ken.

Salahku Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang