POV DOKTER ADIT***
Setelah melewati berbagai rintangan dan kurun waktu yang tidak sedikit, kemarin keluarga besarku melamar Aini. Sesuai kesepakatan kedua belah pihak, pernikahan kami akan dilaksanakan 6 hari lagi.Akhirnya, aku bisa bernapas lega. Wanita pendek bak film kartun Dora Explorer itu sebentar lagi akan menjadi istriku, pendamping sekaligus ibu anak-anakku nanti. Ah, membayangkannya saja hatiku sudah berbunga-bunga. Aini, Aini, kamu sudah berhasil membuatku gila.
"Hari ini saya antar ke Toko Emas, ya?" pintaku pada Aini.
"Toko Emas? Mau ngapain, Dok?" Huh, dasar Aini tidak peka.
"Yaelah, peka dikit kenapa sih, Dora?" entah kenapa, aku sangat suka memanggilnya dengan sebutan Dora.
"Peka? Tapi saya benar-benar gak ngerti, Dok." cetusnya seraya memanyunkan bibir mungilnya.
"Kapan kita menikah?" aku sengaja memancing otak polosnya itu agar berpikir cekatan. sungguh, kadang aku kesal sendiri dengan kepolosannya.
"Em, 6 hari lagi. Bukannya Dokter udah tahu? Kok masih tanya saya?" ia balik bertanya tanpa sedikitpun merasa bersalah, membuatku semakin gemas.
"Iya, saya tahu! Kenapa saya ngajak kamu ke Toko Emas? Ya karena kita butuh cincin pernikahan, Doraaaaaa." jelasku singkat, padat, dan jelas.
"Oh iya! Eheheh, maaf ya, Dok."
Aini menggaruk kepalanya yang tidak berketombe, merasa malu sendiri.
"Oh ya, boleh saya minta sesuatu?" tanyaku lagi.
"Boleh, asal jangan yang aneh-aneh aja!"
"Bisa gak, kamu jangan panggil saya Dokter? Sebentar lagi kan saya jadi suami kamu, minimal ada panggilan khusus kek, misalnya sayang."
Aini tersedak minumannya sendiri, lantas menatapku tidak percaya.
"Ha? Panggilan khusus?"
"Iya, panggilan khusus. Kayak saya manggil kamu dengan sebutan Dora, itu salah satunya."
"Ha? Ahahahahahaha. Lucu, deh."
Aneh sekali calon istriku ini, bukannya direspon baik malah diketawain. Auto kecewa mah!
"Lucu? Lucunya dimana? Bukankah itu wajar buat pasangan suami istri?"
"Geli aja, Dok. Gak biasa saya mah."
"Ya, harus dibiasain dong!"
"Em, apa, ya? Koko mungkin?"
Koko?! Aissh, kenapa malah ikut-ikutan mama, sih?!
"Kok Koko? Yang lain, dong."
"Hmm, apa ya? Em, Mas Adit?"
Mas Adit? Keren juga tuh. Kebayang suatu hari nanti Aini ngantarin bekal ke Rumah Sakit sambil nyebut Mas Adit, auto kocar-kacir isi Rumah Sakit. Hahahaha.
"Oke! Mulai sekarang panggil Mas Adit, bukan Dokter Adit. Kalo nanti kamu salah sebut, siap-siap aja saya kasih hukuman."
"Hukuman? Btw, hukumannya apa? Barangkali saya salah sebut, hehehe."
"Saya cium kamu."
"Ha? Yaudah, gitu doang mah. Kalo gitu saya panggil Dokter Adit aja, biar dihukum terus. Hahahha."
Aku ikut tertawa ngakak mendengar ucapan Aini, ternyata ia bisa berlawak romantis juga.
"Ah, jangan! Ganti hukuman aja, kamu yang cium saya!"
Kali ini ekspresi Aini berubah total, yang semula tertawa kini cemberut.
"Kok gitu?! Gak adil."
"Adil, kok. Makanya kamu jangan sampai salah sebut, kalo kamu gak mau dihukum. Gimana?"
"Yaudah. Deal! Oh ya, kalo panggilan untuk saya apa? Penasaran."
"Dora."
Aku langsung melarikan diri saat mengucapkan kata Dora, aku sudah hafal pasti Aini bakal kecewa dan imbasnya ke aku. Lebih baik kabur dan mengamankan diri, kan? Hahahaha.
***
"Sayang, kamu mau yang ini atau yang itu?" tanyaku sambil menunjuk kedalam kaca."Saya terserah Dokter aja."
"Kok Dokter, sih? Mas."
"Eh, hehehe, maaf Mas."
"Ulangi!"
"Maaf, Mas Adit."
"Bagus. Yaudah, kita pilih yang ini aja, ya?" aku menunjuk dua pasang cincin, menurutku ini sangat cocok untuk jari manis Aini yang mungil.
"Boleh. Terus buat Dokter gimana? Maksudnya buat Mas."
"Saya ambil couple, tapi ukurannya berbeda. Gak mungkin kan, kita samaan. Ntar cincinnya kamu yang pake semua lagi. Hahaha."
"Hahahaha. Yaudah, pesan yang ini aja."
"Sip, bu bos!"
Beberapa menit kemudian...
Brakk!!
Seseorang menabrak Aini hingga ia nyaris jatuh kelantai, tapi dengan sigap aku menahan pundaknya.
"Makanya kalo jalan lihat-lihat, dong!"
Astaga, ternyata ibunya si Ken dan menantunya. Hah, mereka suka sekali membuat Aini dongkol. Ntar kalau Aini kumat gimana?
Wajah Aini mulai memerah, disentuh sedikit pasti tanduknya keluar. Melihat keadaan yang tidak memungkinkan, aku bergegas mengapit Aini dan membawanya pergi dari situ.
"Sayang, ayo kita pergi. Buat apa meladeni mereka? Ayo." bujukku berusaha menjauhkannya dari iblis-iblis itu.
"Tunggu sebentar, Mas. Aku benar-benar udah muak dengan mereka ini!" Aini berusaha melepas lenganku, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari ibunya si Ken.
"Sudah! Ayo kita pergi, bukankah kita ada jadwal cetak undangan? Ayolah, sayang." ucapanku sontak membuat mata ibunya si Ken terbelalak, tidak jauh berbeda dengan menantunya itu.
"Yaudah, ayo Mas. Oh ya, tunggu sebentar, Mas."
Aini mendekati mantan mertuanya sambil menunjukkan sebuah video, sepertinya rekaman CCTV yang kukirim pada Aini waktu itu. Cerdik juga Calon Istriku ini.
"Kuharap kalian tidak melupakan ini, ya?"
Skak mat. Dua wanita iblis itu terdiam. Aini, Aini, aku benar-benar bersyukur bisa menjadikannya istri. Tentunya, aku juga harus ekstra hati-hati agar tidak memancing emosinya.
***
Aku mengantar Aini ke rumahnya. Sepanjang perjalanan pulang hingga sekarang, wanita yang bakal jadi calon istriku itu diam saja. Ada apa dengannya?"Sayang, sudah sampai." aku menyentuh pundaknya pelan, membuatnya tersenyum sekilas.
"Yaudah, Dok. Maksudnya Mas. Kita masuk, yuk?" aku sedikit geli dengan Aini yang selalu salah menyebut gelarku.
"Sayang, kamu gak apa-apa, kan?"
"Gak apa-apa, Mas. Saya kesal aja sama ibunya Mas Ken, mengubek-ubek hatiku tahu gak!"
"Udah, gak usah dipikirin. Mending kita fokus pada persiapan pernikahan nanti, bukankah itu lebih penting?"
"Iya, Mas Adit."
"Oh ya, saya lupa. Barusan saya pesan makanan untuk teman-temanmu, kita tunggu aja, ya? Tukang delivery sudah dalam perjalanan. Bibi sama Tika masih ada, kan?"
"Bibi sama Tika udah balik, tadi pagi di anterin Jack ke Bogor. Lusa baru dijemput lagi bateng bang Afif, soalnya lusa bang Afif sudah ada di Bogor."
"Oh, begitu? Yaudah, ayo masuk."
Aini, aku janji akan membahagiakanmu. Sudah cukup kamu menderita selama ini, sekarang tidak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salahku Apa?
ActionJika jodoh sudah tiba, mau tidak mau kamu harus terima, bukan? Lantas, bagaimana jika dia bukan jodoh sebenarnya? Aini, seorang anak yatim piatu yang jago bela diri dan menjadi Bos salah satu Geng Motor yang paling di takuti di kotanya. Namun, dia m...