"zav kok Gabriel ga bisa ditelfon ya" Ziva berusaha menelfon Gabriel berulang kali pagi ini, tapi pria itu tidak menjawab satupun dari puluhan panggilannya.
Dirinya kini sudah siap untuk pergi bersama Zava seperti janjinya tadi malam, berniat Gabriel bisa menyusul mereka nanti siang.
"Coba Lo telfon Zero"Saran Zava.
"Ga diangkat juga, kok perasaan gue ga enak ya zav" Dari wajah Ziva terlihat dia sangat gusar.
Gabriel tidak pernah seperti ini, dua tiga kali dia telfon pasti langsung mengangkat beda dengan hari itu.
"Yaudah kita kesana aja, gue antar"Zava meraih kunci motornya dan bergegas keluar rumah, namun tangannya dicekal oleh Ziva.
"Gapapa, kita keluar aja. Mungkin Gabriel sibuk"Tolak Ziva.
"Kalo lo ga tenang, gimana kita bisa nikmatin. Gue gapapa, lagian masih ada hari lain"Tutur Zava sambil menangkup kedua pipi wanita didepannya.
Ziva hanya diam, dia tidak enak membatalkan janjinya pada Zava untuk keluar berdua.
"Udah ayok" Zava menarik tangannya untuk segera bergegas kerumah Gabriel dan memastikan semuanya baik-baik saja.
🍂🍂
Sedangkan disisi lain si korban yang dikhawatirkan sibuk untuk mempersiapkan kepulangan adiknya ke Australia.
Tadi malam Zero menyuruh Arkila untuk kembali ke Australia minggu depan, namun Arkila memilih untuk pindah hari itu juga. Dia bilang tidak ada bedanya berangkat kapanpun, dia tetap akan meninggalkan semuanya.
"Gue udah nelfon kepala sekolah, kemungkinan selesainya lusa, Lo tetep harus ikut UAS, jadi dua Minggu lagi lo balik kesini. Itu lebih baik daripada Lo disini dan menantang maut"Jelas Gabriel sambil menutup ponselnya usai menelfon Kepala sekolah Arkila.
Dia melihat ada banyak sekali panggilan dari Ziva yang tidak Ia angkat sehingga membuat Gabriel berniat pergi kerumah Zava, takut ada apa-apa dengan perempuannya.
"Biel.."panggil Arkila yang sedang duduk sembari melipat tangannya di dada itu.
Gabriel menolehkan kepalanya, mendapati Arkila dengan wajah super masamnya.
"Hmmm" Arkila menunduk sambil memainkan jarinya.
Gabriel tahu, Arkila tidak ingin pergi kemanapun. Dia ingin tetap tinggal di Indonesia, namun bagaimana lagi, masalah ini bisa sangat membahayakan Arkila kalau dia tetap tinggal di Indonesia.
"La, dari awal alasan mama papa Lo ga boleh tinggal sama kita adalah ini, menghindarkan Lo dari pria brengsek itu" Gabriel memberi pengertian pada Arkila.
"Iya Arkila tahu!"Jawab Arkila sedikit nyolot sembari memandang mata Gabriel.
"Lo nanti diantar Tio, papa Haris udah nyiapin penjagaan disana."Sambung Gabriel.
Wajah Arkila semakin lesu, bibirnya sudah maju ke depan dengan dagu yang ia sangga telapak tangan.
"Sampai sana Lo gak usah sekolah dulu, pastikan semua sudah aman." Ujar Zero yang baru saja bergabung dengan keduanya.
Arkila sudah muak, tanpa menjawab Zero ia melenggang pergi ke kamarnya dan menutup pintu sedikit kasar lalu ia kunci rapat-rapat.
Ingin rasanya Arkila memberontak pada kedua kakaknya itu, tapi Gabriel dan Zero bukan mengurusi dirinya saja.
Memang kesalahannya dulu meminta tinggal di Indonesia hanya untuk coba-coba.
"Zer udah gausah" Gabriel menghadang Zero yang hendak memarahi Arkila setelah keputusannya untuk segera pulang ke Australia.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTIL TOMORROW [END]
Fiksi RemajaCOMPLETED (belum revisi) Sampai kapanpun kita hanya sampai besok. Hanya keberanian yang aku miliki. Keberanian untuk menghadapi kenyataan bahwa aku menyukaimu dengan segala konsekuensinya. -Gabriel Novel ini tidak untuk menyinggung siapapun! Semua b...