Mereka tiba di toko musik milik Gabriel, nampak bahwa toko itu akan tutup. Namun karena Gabriel datang, para pekerja pun tidak jadi menutupnya.
"Bentar" Gabriel pamit pada Ziva untuk mengambil gitarnya yang ada di kursi belakang.
"Kok bisa kayak gini?"Tanya Ziva setelah melihat gitar Gabriel yang rusak dibagian bawahnya.
"Kelakuan Arkila"
"Ohh"
"Yuk" Gabriel kemudian menggandeng tangan Ziva, wanita itu langsung melotot kearah Gabriel namun dibiarkan olehnya.
Lagi pula sepertinya Ziva lebih jinak dari sebelumnya, pikir Gabriel.
"Tuan" sapa seorang pekerja sembari menundukkan kepalanya.
"Perbaiki ini, kalau tidak bisa taruh di ruangan saya. Kalau bisa, besok kabari saya"tutur Gabriel.
"Baik tuan"
"Yaudah yuk pulang"ajak Gabriel pada Ziva.
"Sayang banget ya gitarnya"Ziva masih melihat gitar itu dengan wajah iba.
"Iya sih, gitar kesayangan, tapi ya gimana lagi"jawab Gabriel turut menatap gitar yang dibawa oleh pekerjanya masuk itu.
"Yuk" keduanya pun berjalan kembali kedalam mobil.
"Syukurlah Lo udah mau duduk didepan"Gabriel tersenyum tipis melihat Ziva yang sudah mau duduk di kursi depan sebelahnya.
"Dibelakang serem"Alibi Ziva lalu masuk kedalam kemudian diikuti oleh Gabriel.
Gabriel menyalakan mesin mobilnya, menginjak gas, dan mobilnya melesat dengan kecepatan sedang.
Hening.
Tidak ada yang mau mengawali percakapan.
Hingga,"Sejak kapan suka musik?"Ziva bertanya pada Gabriel yang fokus menyetir.
"Udah lama, jadi lupa"Jawab Gabriel.
"Oh"Ziva hanya membentuk bibirnya bulat seperti huruf O
Setelah itu Gabriel dan Ziva sama-sama hening, tidak ada percakapan antar keduanya hingga mereka tiba.
Ziva asik dengan apa yang ia pikirkan, dan Gabriel juga sangat fokus menyetir dimalam hari.
"Besok gue anter" Gabriel kembali mengingatkan Ziva untuk mengantarnya berangkat sekolah.
Ziva hanya mengangguk, tangan kanannya memegang pintu pagar dan tangan kirinya ia gunakan untuk meremas roknya, kegugupan masih melandanya hingga saat itu.
"Udah kali ziv, kenapa masih grogi" Gabriel menarik tangan kiri Ziva yang meremas rok, lalu mengusapnya.
"Eh" Ziva kaget dengan perlakuan yang Gabriel berikan.
"Lo emang tukang keringetan gini ya" dengan halus pria itu mengusap tangan Ziva.
Bukan semakin hilang, malah semakin deras keringat dingin yang keluar."Biel..."lirih Ziva ragu.
"Hmm"Gabriel masih fokus untuk mengeringkan kedua tangan Ziva.
"Makasih.."ujarnya sangat lembut dan terdengar manis.
Gabriel mendongakkan kepalanya menatap Ziva.
Senyum tipis terukir di wajah tampannya.Ziva gugup, sangat gugup, ia tidak membayangkan bagaimana ekspresi nya saat itu.
"Duh.."lirih ziva membatin.
"Gue pulang ya, lekas tidur, jangan lupa diganti perbannya"Gabriel lalu melepas tangan Ziva dan mengacak rambut wanita itu pelan lalu beranjak masuk kedalam mobil lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNTIL TOMORROW [END]
Teen FictionCOMPLETED (belum revisi) Sampai kapanpun kita hanya sampai besok. Hanya keberanian yang aku miliki. Keberanian untuk menghadapi kenyataan bahwa aku menyukaimu dengan segala konsekuensinya. -Gabriel Novel ini tidak untuk menyinggung siapapun! Semua b...