.Pukul 7 malam keluarga Darwis berangkat menuju kediaman Huston, disusul oleh Nadin dan Zava dalam satu mobil yang mengikuti mereka dari belakang.
Sampai dirumah Huston, mereka disambut meriah oleh tuan rumah terutama pada Ziva yang seharian ini belum mendapat ucapan apapun dari siapapun.
Menyebalkan memang, Gabriel saja tidak menjawab telfonnya seharian, Zava apalagi tidak membuka ponselnya dengan alasan malas ditagih kado oleh Ziva."Aduh cantik banget"Puji Nyonya Huston pada Zanna yang berdiri disampingnya.
"Yuk masuk-masuk"Ajak Huston.
Mereka langsung menuju halaman belakang yang sudah disulap seperti restoran, ada meja panjang diatas rerumputan, kursi yang berjejer rapi, lampu dimana-mana, dan makanan tentu saja beraneka ragam.
"Mama repot-repot banget nyiapin ini semua"Ujar Ziva yang dipersilahkan duduk oleh Nyonya Huston.
"Tidak sayang, ini semua buat kamu"Nyonya Huston mengelus rambut Ziva.
Ziva melihat sekeliling tapi tidak melihat Gabriel disana.
"Dimana pria itu"Batinnya.
"Eh Gabriel"Sapa Mirabeth setelah melihat pria itu muncul dari balik pintu.
Ziva langsung menolehkan kepalanya begitu juga dengan semua orang.
Gabriel membawa biola kakeknya, berjalan kearah Hans yang sudah duduk diujung meja.
"Berikan pada Ziva"Hans menyeka biola itu dari hadapannya bermaksud agar Gabriel langsung memberikannya pada Ziva.
Ziva terkejut mendengar pernyataan Hans, kini biola itu sudah berpindah tangan padanya.
"Kek--"
"Itu adalah biola yang ingin kuberikan pada putriku, karena dia sudah tiada, kakek berikan pada Ziva"Jelas Hans.
Nyonya Huston yang mendengarnya langsung meneteskan air mata.
"Tapi kek---"
"Ziva.."Hans berjalan mendekat kearah Ziva dibantu oleh Gabriel karena lututnya kambuh.
"Semenjak kehadiran Ziva, kakek sangat bersyukur, Gabriel jauh lebih baik dari sebelumnya"Ujar pria itu.
ziva mendongakkan kepalanya untuk menatap Hans dari bawah.
"Andai Maurin masih hidup, dia pasti senang putranya memilih perempuan sepertimu"Lanjut Hans.
Gabriel yang disampingnya sudah tidak bisa menahan air mata lagi, dia benar-benar rindu ibunya, bahunya bahkan sampai terisak.
Ziva diam sambil terus meneteskan air dari Indra penglihatannya.
"Ziva.. jaga Gabriel untuk kakek ya"pesan Hans.
Ziva langsung memeluk pinggang Hans dengan erat, menenggelamkan kepalanya dipinggang Hans sambil terus menangis.
Semua orang yang melihat pun tak luput dari air mata.
Hans melepas kacamatanya, menyeka air yang hendak meluncur dari kelopak hitam lelaki tua itu.
"Jika Tuhan mau mengabulkan, kakek selalu berdoa agar Tuhan menukar nyawa kakek dengan nyawamu supaya Ziva selalu ada untuk Gabriel"Sambung Hans.
"Kakek harus panjang umur" Gabriel memeluk kakeknya dari samping.
"Kek.. ini adalah kado terindah yang pernah Ziva dapatkan"
Hans melepaskan kedua pelukan remaja itu, merangkul pundak mereka.
"Zanna.. segeralah menikah dengan Zero, kakek ingin melihat cucu kakek menikah"

KAMU SEDANG MEMBACA
UNTIL TOMORROW [END]
Ficțiune adolescențiCOMPLETED (belum revisi) Sampai kapanpun kita hanya sampai besok. Hanya keberanian yang aku miliki. Keberanian untuk menghadapi kenyataan bahwa aku menyukaimu dengan segala konsekuensinya. -Gabriel Novel ini tidak untuk menyinggung siapapun! Semua b...