21

1.3K 62 2
                                    

Hangatnya matahari pagi masuk menyinari remaja yang masih berbalut selimut ditubuhnya. Namun hal itu tidak membuat Rizal membuka matanya, ia hanya mengubah posisi tidurnya membelakangi cahaya mahatari pagi.

Tok! Tok! Tok!

"Mas Rizal? Sarapannya udah siap!" Ucap wanita berumur empat puluhan yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah Rizal yang biasa di panggil Mbok Asih

Sebelum menjawab, Rizal berdecak pelan. "Ngapain si mbok bangunin gue minggu pagi. Biasanya juga gak pernah." Umpat Rizal masih dengan mata tertutup.

"Iya mbok!" Balas Rizal sambil memaksakan tubuhnya bangun.

Dengan nyawa yang masih hilang Rizal berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi. Tak sampai 30 menit Rizal sudah berada dimeja makan melahap makanan yang sudah disiapkan Mbok Asih.

Dipertengahan makannya, Papa Rizal menghampiri Rizal dengan pakaian olahraga. "Tumben kamu udah sarapan jam segini?" Sapa Papa Rizal ramah, namun Rizal hanya mengangkat bahu acuh. "Olahraga yuk?" Ajak Papa Rizal.

Rizal menatap Papanya heran. Karena dia tak biasa dengan sikap sang papa yang seperti itu setelah kejadian beberapa tahun yang lalu. "Gak kerja?" Tanya Rizal singkat.

"Harusnya sih kerja, tapi ya Papa kangen main-main sama anak Papa." Ucap Papa Rizal sambil tersenyum. "Sejak kapan Papa peduliin Rizal?" Tanya Rizal seakan tak percaya.

Papa Rizal menghela nafas, "apa yang mau Papa omongin?" Belum sempat sang Papa menjawab, Rizal sudah melontarkan pertanyaan. Rizal tahu ada sesuatu yang ingin disampaikan Papanya.

Hening seketika. Rizal menunggu sesuatu yang akan di ucapkan sang Papa. "Papa mau ke Singapur untuk urusan bisnis besok. Lumayan lama, dua mingguan kayanya." Ucap Papa Rizal membuat Rizal terheran. Tapi sedetik kemudian Rizal mengeluarkan senyum sarkasnya. "Terus?" Tanya Rizal.

"Dan Papa ingin menghabiskan hari ini bareng kamu."

Rizal meroll eyes, bagi Rizal terdengar muak sekali kalimat yang dilontarkan Papanya. "Setiap Papa mau pergi jauh juga gak pernah minta kaya gini. Kenapa sekarang tiba-tiba minta hal ini?"

"Apa salah jika papa ingin memperbaiki semuanya sama kamu Zal?"

Rizal menatap sang papa tak percaya, "maksud papa, papa mau kembali kaya dulu lagi?" Tanya Rizal dan dibalas anggukan oleh Papanya. Sontak Rizal tertawa sarkastik, "Pa, kalau papa benar-benar ingin memperbaiki semuanya, jangan hanya sama Rizal doang. Percuma, Rizal gak akan mau." Ucap Rizal sambil bangkit dari duduknya meninggalkan sang papa.

Papa Rizal mengikuti langkah Rizal, "terus papa harus gimana supaya kamu mau?"

Rizal menghentikan langkahnya dan berbalik menatap sang papa yang berjarak 3 meter darinya. "Rizal minta, gak hanya sama Rizal. Tapi semuanya, mama dan juga kak Karin. Bisa?" Ucapan Rizal mampu membuat Papanya mematung. Rizal menunggu jawaban namun sang papa hanya diam.

"Udah Rizal duga, emang gak akan bisakan? Yaudah lebih baik gak usah." Ucap Rizal kembali melangkahkan kakinya keluar rumah mengabaikan sang papa yang masih berdiam diri ditempatnya.

Langkah Rizal berhenti saat matanya memandang lapangan bermain. Banyak orang yang sedang menghabiskan waktunya disana, ada yang sedang berolahraga, ada yang sedang membeli sarapan ditukang bubur, ada yang sedang bermain-main, ada juga yang hanya duduk-duduk santai.

Seketika kenangan masa kecilnya berputar kembali, membuat lengkungan manis tercetak dibibir Rizal.

Tak ada niatan untuk beranjak dari sana, Rizal tetap berdiri ditempatnya memandang berbagai aktivitas dilapangan bermain.

My Cold Brother✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang