37

786 60 16
                                    

Febby menghampiri Citra yang masih juga memasak. Entah berapa menu yang Citra buat untuk makan anaknya beserta teman-temannya. Yang pasti cukup banyak.

"Mama masak apa aja?" Tanya Febby berjalan mendekat ibunya.

"Nih, ada ayam goreng, sayur bayam, tumis kangkung,  tempe goreng, semur telur, tumis jamur, terakhir ayam goreng kalasan, masih mama bumbuin belum di goreng."

Febby menggeleng melihat menu yang disajikan Citra, walaupun makanan yang bisa dibilang sederhana dan lebih praktis tapi dengan segitu banyaknya lumayan menguras tenaga untuk membuatnya dan mengenyangkan.

"Banyak banget ma, emang bakalan habis?" Tanya Febby

"Ya orangnya juga banyak, bukan cuma kamu sama Farelkan. Belum lagi pasti porsi makannya kaya tukang kuli kalian tuh." Canda Citra

Febby yang mendengar candaan ibunya hanya tertawa kecil.

Tawa Febby terhenti saat seseorang ikut duduk disebelahnya. Menyicikan air minum yang tersedia pada gelas yang ada tanpa suara. Membuat Febby sama halnya tak mengeluarkan suara.

Kalian bisa menebak itu

Yap, Farel.

Siapa lagi orang yang bisa membuat Febby mati kutu seperti itu selain kakaknya sendiri.

"Masih lama Ma?" Tanya Farel

"Lumayan, tapi gak lama-lama bangetlah. Kenapa? Kamu udah laper?"

Farel hanya menggeleng menjawab pertanyaanya itu. Setelah itu suasana menjadi hening, hanya suara masakan yang terdengar dan alat-alat masak yang beradu.

Keheningan itu cukup lama. Dalam hening itu Febby memikirkan bagaimana memecahkan keheningan itu saat bersama Farel.

Febby lebih berani berbicara dengan orang asing dibanding Farel sendiri.

Rasanya Farel seperti orang asing baginya, terasa jauh untuk didekati.

"Rel... lo ingat ga? Dulu lo-"

Belum saja Febby membereskan kalimatnya, Farel sudah berlalu dari hadapannya.

Febby menatap punggung Farel yang makin menjauh dengan tatapan sendu. Pikirannya berkata untuk tak apa, namun hati tak bisa berbohong bahwa ia sakit.

Siapa yang tidak sakit hati ketika dijauhi oleh saudara kandung sendiri?

Sudah cukup. Febby tak tahan, ini sudah saatnya semuanya terbuka. Sudah saatnya Farel tau.

Febby mengejar Farel yang ternyata belum masuk kamarnya. Febby menahan tangan Farel yang hendak membuka pintu kamarnya.

Melihat pergerakannya tertahan Farel menoleh pada Febby.

Febby membalas tatapan Farel, "sampai kapan sih Rel kita harus kaya gini?" Lirih Febby, "gue tau lo gak percaya sama apa yang terjadi dulu, tapi bisakan untuk lo gak bersikap kaya gini sama gue?" Pinta Febby

Farel tersenyum tipis dari sudut bibirnya, "setelah apa yang lo lakuin, lo pikir gue bisa bersikap biasa aja?" Tanya Farel sarkas. Febby menelan ludah mencoba menetralkan tenggorokannya agar isakannya tak lolos keluar.

Air mata yang Febby bendung hampir saja menerobos keluar. Febby berusaha menahan semuanya, Farel akan benci itu.

"Lo pergi dengan tiba-tiba, tanpa alasan yang bisa gue terima, terus lo datang kembali dengan menuduh seseorang yang jelas-jelas gak ada sangkut pautnya." Lanjut Farel dengan suara yang tegas dan marah yang bercampur.

Tanpa disadari, air mata yang Febby tahan lolos membanjiri pipinya dengan sekali kedipan mata. "Ngga Rel... ngga... gue gak ada nuduh, semua itu benar."

My Cold Brother✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang