33.Kelembutan Hati

1.8K 97 5
                                    

Aisyah kini sedang memasak di dapur bersama Safina,hari ada perayaan kesuksesan Hasan dalam membangun bisnisnya.

"Aisyah ayamnya kita apakan?"

"Di ungkep aja dulu."

"Kamu pintar memasak ya Syah."

"Tidak juga Safina,berawal dengab asal-asalan saja kan aku dulu tinggal di pesantren aku suka bantu-bantu masak disana."

"Emm gitu,tapi masakan kamu enak kok Syah."

"Alhamdulillah,kamu sepertinya lebih pandai dari aku."

"Aku awalnya juga cuma coba-coba Syah,ya gimana aku dulu hidup berdua dengan ayah."

"Ibumu?"

"Ibu meninggalkan kami,dia memilih pergi bersama pria lain,saat itu aku baru saja lulus  SMA tapi saat itulah aku di uji,keluargaku berantakan Syah,ibu lebih memilih pria lain,meninggalkanku dan ayah,saat itu aku belum bekerja jadi semua biaya hidup dari ayah."

"Kamu wanita hebat Safina,kamu kuat."

"Aku sempat putus asa tapi ini sudah menjadi takdirku Syah,sejak kepergian ibuku aku lihat ayah sangat menderita,badannya kurus dan makanannya tidak terurus,saat itu aku selalu menyalahkan ibuku. Hubunganku dengan ibu tidak terlalu baik,entah kenapa ada setiap bertemu dengannya hanya ada amarah di hatiku."

"Hmm,lalu sekarang dimana mereka?"

"Ayah tinggal bersama ibu tiriku,Alhamdulillah beliau wanita yang sangat baik,dari situ kehidupan ayah mulai membaik dan terurus lagi,ibu tiriku wanita yang sangat baik akhirnya beliau menawarkanku untuk kuliah di Surabaya."

"Emm,lalu?"

"Aku sempat dilema,aku tidak bisa meninggalkan ayah,tapi ayah menyemangatiku dia meyakinkanku dan akhirnya aku pergi ke Surabaya untuk meneruskan pendidikanku dari situlah kemandirianku semakin terasah,aku kuliah siang dan malamnya aku bekerja di sebuah rumah makan tak jauh dari sana,aku senang menjalaninya karena sebelum masuk kuliah aku juga sempat bekerja."

"Ma Syaa Allah Safina,kamu wanita hebat,lalu ibumu?"

"Aku tidak tau Syah,bahkan sampai sekarang aku belum bertemu dengannya lagi."

"Kenapa kamu tidak mencoba menemuinya?"

"Setiap aku bertemu dengannya aku teringat semua penderitaan yang aku alami dengan ayah,aku tau ibuku sangat baik kepadaku tapi dia selalu merendahkan ayahku,katanya ayahku miskin,tidak bisa bekerja,tidak bisa mencukupinya,menumpang hidup dengannya,dan semua itu membuatku emosi,aku dulu adalah gadis pembantah Syah,aku selalu melawan semua hinaan ibuku kepada ayah,aku sadar yang aku lakukan tidak salah,tapi aku juga sadar perlakuan itu menyinggung perasaan ibukku."

Aisyah terdiam menyimak cerita Safina.

"Ibuku sering menangis karena perkataanku,bukan sekali dua kali jadi aku putuskan untuk diam ketika dia bicara,saat dia menghina ayahku pun aku diam Syah,aku sakit hati aku tetap diam,setelah itu akhirnya aku putuskan untuk menjauh dari kehidupan ibuku agar tidak ada yang terluka di antara kami."

Empat pasang mata itu pun sama-sama meneteskan air.

"Aku bisa melihat rindu di matamu untuk ibumu."

"Tidak munafik Syah,aku memang merindukannya,tapi kami seperti dua magnet yang kutubnya sama,akan saling bertolakan jika berdekatan."

"La Tahzan Safina,dibalik badaimu Allah pasti menghadirkan pelangi yang begitu indah."

"Aku tidak peduli keindahan Syah,bertemu dengan wanita sepertimu dan menjadi teman sudah menjadi rezeki yang tak ternilai untukku,aku menyakitimu kamu masih mau membukakan pintu hatimu untukku,bukan hanya itu tapi pintu rumahmu kau tutup untukku."

Aisyah Humairah [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang