Dia tidak hidup di atas belas kasihan orang lain, dan dia enggan dikasihani.
***
Author POV
"Aku nanti ada persami, kamu bisa antar aku ke sekolah nggak? Kalau enggak, aku bisa minta tolong abang aku."
"Jam berapa?"
"Dua belas dari rumah."
"Satu jam lagi? Kenapa sukanya mendadak sih, aku lagi di tempat temen."
"Oke."
"Oke, oke, fine, aku yang antar."
"Oke, dah."
Fredella mematikan sambungan teleponnya. Sebenarnya dia memiliki banyak opsi orang yang bisa dia mintai tolong untuk mengantarnya, namun dari sekian banyak nama, nama Deon, kekasihnya, masih menjadi tujuan utamanya.
Dia tak tau apakah perasaan yang dia miliki adalah sebuah rasa yang sering disebut cinta, atau hanya obsesi belaka.
Kepalanya berdenyut tiap kali memikirkan hubungannya, maka dari itu alih-alih memikirkan hubungannya, dia lebih memilih untuk menjalaninya saja.
Fredella memasukkan satu per satu barang yang harus dia bawa ke dalam tasnya, memastikan tidak ada satu barang pun yang tertinggal.
Setelah selesai berkemas, dia mulai menunggu sang kekasih untuk menjemputnya.
Aku di depan.
Melihat pesan dari sang kekasih, Fredella bergegas keluar, tak lupa dia menyiapkan senyum terbaiknya. Namun seperti biasa, sang kekasih hanya memperlihatkan wajah tak bersemangatnya.
"Naik." Ujar Deon.
Fredella mulai menaiki motor Deon.
"Aku nggak tau jalan, kasih tau aja kalau belok." Ujar Deon terdengar malas.
"Oke."
Motor Deon mulai meninggalkan halaman rumah Fredella. Keduanya hanya terdiam, tak ada obrolan di antara mereka kecuali Fredella yang sesekali menunjukkan arah jalan menuju sekolahnya.
"Masih jauh?"
"Iya." Jawab Fredella sedikit berteriak.
Sebenarnya ini bukan jalan yang biasa dia lalui, Fredella sengaja memilih jalan lain yang agak jauh agar dia lebih lama berada di sisi Deon.
Tangannya tergerak memeluk tubuh Deon dari belakang, Deon tak bereaksi, tak terlihat menerima, tak juga menolak.
Pelukan ini, semakin hari semakin terasa menyakitkan, entah bagaimana bisa gadis itu bertahan pada hubungan yang sedemikian rupa hingga bertahun-tahun.
Fredella menyandarkan kepalanya di punggung Deon, dia memejamkan matanya, menghirup udara yang berhembus menerpanya.
Jika hidup adalah pilihan, maka bukan pilihan ini yang harusnya aku pilih,
Jika hidup adalah perjuangan, maka bukan hubungan ini yang harusnya aku perjuangkan,
Jika cinta adalah tenang memberi dan menerima, maka bukan keraguan ini yang ingin aku terima,
Jika cinta merupakan pengharapan, maka bukan sakit ini yang aku harapkan,
Dan jika mencintaimu adalah suatu kebodohan, maka aku tak ingin bertahan.45 menit kemudian, keduanya telah sampai di sekolah Fredella.
"Makasih." Ujar Fredella tulus, tak lupa dengan senyum yang tak pernah luntur dari wajahnya.
"Lain kali jangan minta aku antar kamu, sekolah kamu jauh gini, aku bisa mati kepanasan di jalan." Gerutu Deon.
"Iya, lain kali aku minta tolong abang buat antarin aku." Jawab Fredella dengan senyum yang masih sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Teen FictionAku selalu bertanya kenapa dia suka musik keras? Sedang aku? Aku tidak menyukai itu, karena ku pikir hidupku sudah terlalu keras. - Fredella Ayunindya. Fredella selalu mengeluh tentang kesukaan Aksa, mereka berdua bak dua sisi mata uang yang berbeda...