"Aku salah terminal." Ujarnya sambil tersenyum aneh ke arahku membuatku sedikit kesal namun juga tak habis pikir.
***
Author POV
Fredella mengendarai motornya menuju sebuah rumah yang tak asing lagi baginya. Kendati jaraknya jauh, dia sudah hafal betul jalan menuju rumah ini.
Dia memakai kacamata hitam karena jalanan yang cukup terik, angin yang menerpa wajahnya membuatnya merasa sedikit nyaman, dia tersenyum seolah hari ini benar-benar hari yang akan dia ingat, selamanya mungkin.
Dalam perjalananku, aku menemui banyak hal,
Nyatanya dunia terlalu luas untuk ku pijaki,
Kadang pijakan ku rapuh hingga membuatku terjatuh,
Kadang jalanku terjal hingga aku terjungkal,
Kadang jalanku lurus hingga aku terbius,
Kadang, kadang semua berlalu begitu saja,
Lalu aku kembali melangkah,
Meninggalkan luka yang sudah-sudah,
Berharap dapat menemukan rumah.Hari-hari yang dia lalui cukup sulit, dia sendiri pun tak menyangka bahwa dia masih hidup hingga hari ini.
Teringat dia akan kejadian beberapa bulan yang lalu saat dia merasakan sakit luar biasa dan ketika di rumah sakit, dokter langsung memintanya untuk operasi karena ada abses di tubuhnya.
Hari itu, dia hancur bukan kepalang, dia memikirkan darimana orang tuanya bisa mengumpulkan uang untuk biaya operasinya karena saat itu dia memang tidak memiliki asuransi kesehatan.
Satu minggu selepas operasi pertama, saat dia harus mengganti perban, dia merasakan ada yang salah dengan tubuhnya, akhirnya suster memintanya untuk bertemu dokter bedah lagi. Dan hal yang mengerikan terjadi lagi, dokter berkata bahwa abses itu muncul lagi dan dia harus di operasi lagi.
Hancur, sakit, terpaku. Itu yang dia rasakan hari itu, dia menangis tersedu bukan karena sakit, namun karena lagi-lagi memikirkan berapa uang yang harus di keluarkan orang tuanya hanya untuk sakitnya.
Saat itu juga dia meminta pada Tuhan untuk segera mencabut nyawanya saja, setidaknya di ujung usianya dia tak ingin menyusahkan orang lain terutama ibunya.
Ibunya menggenggam tangan Fredella, mengucapkan kata-kata yang rasanya sia-sia karena Fredella tak dapat berpikir jernih lagi kala itu.
Tahun 2019 benar-benar tahun terberat bagi Fredella, tiga kali dia harus masuk ruang operasi karena abses yang terus menerus tumbuh.
Semua ketakutan itu dia telan sendiri, hal-hal yang seharusnya tidak dipikirkan, bersatu padu di pikirannya, membuatnya menjadi pribadi yang tiba-tiba saja tertutup.
Sang mama bertanya pada Fredella, gadis itu kenapa, apa ada yang mengganggu pikirannya, gadis itu menjawab bahwa dia takut dia tidak sembuh, dia takut dia tidak bisa menikah, dia takut dia tidak bisa hamil dan melahirkan. Saat itu, sang mama hanya memeluknya erat lalu berkata semuanya akan baik-baik saja. Semoga.
Kembali pada Fredella di hari ini, dia memarkirkan motornya di halaman rumah Aksa yang masih ramai oleh keluarga Aksa karena ini belum genap tujuh hari kepergian sang papa.
"Tante." Fredella mencium tangan Winda.
Winda tersenyum, "Masuk dulu nak."
Fredella menggeleng, "Kata Aksa, harus buru-buru tan, Aksa belum cetak tiket soalnya."
"Oalah, yaudah kalau gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Teen FictionAku selalu bertanya kenapa dia suka musik keras? Sedang aku? Aku tidak menyukai itu, karena ku pikir hidupku sudah terlalu keras. - Fredella Ayunindya. Fredella selalu mengeluh tentang kesukaan Aksa, mereka berdua bak dua sisi mata uang yang berbeda...