Kebohongan tumbuh dari kesalahan, kesalahan lahir dari keambiguan rasa.
***
Author POV
Gavin mengambil ponselnya yang berdering sedari tadi, nama Sandra tertera disana.
"Ya, kenapa San?"
"Vin, bisa ketemu nggak?"
"Lo kenapa? Lo nangis?"
"Gue nggak tau harus kemana lagi selain ke elo."
"Lo dimana? Gue kesana sekarang."
"Gue ada di tempat biasa."
"Tungguin gue, gue otw sekarang."
Gavin memutuskan sambungan telepon lalu mengambil jaket dan kunci mobilnya. Kepanikan mulai menyapa mana kala dia mendengar suara parau dari Sandra, Gavin tau benar gadis itu tidak akan menangis tanpa sebab pasti, oleh karenanya tanpa berpikir panjang, Gavin bergegas menemui gadis itu.
Tak butuh waktu lama untuk Gavin menemukan Sandra, ini adalah taman dimana Gavin dan Sandra sering menghabiskan waktu jika keduanya sama-sama suntuk.
"San, lo kenapa?" Gavin menghampiri Sandra yang sudah terlihat kacau.
Tanpa aba-aba Sandra memeluk Gavin dan menangis di pelukan pria itu. Gavin tak bereaksi, dia membiarkan Sandra menangis di pelukannya, dibiarkannya gadis itu hingga kondisinya sedikit tenang.
"Lo kenapa? Lo bisa cerita sama gue San, jangan cuma nangis gini, gue jadi bingung."
Sandra melepas pelukannya, dia menghapus air mata di wajahnya, sambil terisak dia mulai bersua, "Mama sama papa Vin, mereka berantem hebat, papa ngancam mau cerai, gue takut mereka beneran cerai Vin, gue takut." Lirih gadis itu.
Gavin berjongkok di depan Sandra, dia memegang bahu Sandra, "San lihat gue."
Sandra menatap Gavin yang terlihat begitu khawatir padanya.
"Everything will be fine, lo nggak boleh nangisin hal yang belum pasti kaya gini. Mereka cuma bertengkar, itu hal yang biasa kan? Lo nggak perlu panik kaya gini, nggak akan ada hal buruk yang terjadi, percaya sama gue."
Sandra masih tak bergeming, dia hanya mampu menatap Gavin dalam.
Tangan Gavin tergerak menghapus air mata Sandra, "Udah ya, lo udah jelek makin jelek kalau nangis kaya gini."
Sandra memukul tangan Gavin, "Gaviiinn."
Gavin terkekeh, "Ayo makan, gue tau nangis butuh tenaga ekstra."
Sandra tersenyum, kehadiran Gavin saja sudah membuat hatinya membaik, apalagi makan bersama lelaki itu, hal yang tak pernah mau dia lewatkan.
"Ayo, lo yang traktir ya?"
Gavin mengangguk, "Khusus hari ini gue turuti semua mau elo."
Sandra berdiri dari duduknya, "Kayaknya gue harus nangis tiap hari dulu ya Vin biar lo ada buat gue terus."
Gavin menghentikan langkahnya, kata-kata Sandra membuat hatinya sedikit tersentil.
"Kenapa?" Tanya Sandra.
Gavin menggeleng, dia lantas melanjutkan jalannya, "Sorry ya San kalau gue nggak pernah ada buat lo, padahal lo selalu ada buat gue."
Sandra tersenyum tulus, "Gue maafin kalau lo janji bakalan ada terus buat gue."
Dengan ragu Gavin mengangguk, mereka berjalan menuju sebuah cafe didekat taman itu, cafe yang sering dijadikan tempat untuk keduanya menghabiskan waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Teen FictionAku selalu bertanya kenapa dia suka musik keras? Sedang aku? Aku tidak menyukai itu, karena ku pikir hidupku sudah terlalu keras. - Fredella Ayunindya. Fredella selalu mengeluh tentang kesukaan Aksa, mereka berdua bak dua sisi mata uang yang berbeda...