Bagian 5

45 3 3
                                    

Kemudian diam tidak lagi berarti emas,
oleh karenanya, dia tak lagi memilih diam sebagai pilihan hidupnya.

***

Author POV

"Fre, anak-anak pada mau reoni, tapi cuma geng kita doang, lo mau ikut nggak?" Tanya Freya yang dibonceng Fredella.

Hari ini motor Freya mogok, alhasil dia meminta tolong pada Fredella untuk menjemputnya. Sekolahan mereka memang berbeda, namun searah, sekolah Freya berada di pusat kota, sedang sekolah Fredella berada di daerah ujung.

Sebenarnya baik Freya maupun Fredella, keduanya belum memiliki SIM karena usia mereka belum genap 17 tahun, namun apa boleh dikata, kota tempat mereka tinggal masih minim angkutan umum, apalagi daerah sekitar sekolah Fredella, hanya ada angkutan kuning, itu pun hanya beroperasi pada jam-jam tertentu.

Kadang Fredella juga was-was, takut kalau tiba-tiba ada pemeriksaan kelengkapan berkendara, namun Fredella telah hafal tempat yang biasa digunakan polisi untuk merazia pelajaran seperti dia. Berkat bantuan sang kakak, Fredella sudah hafal jalan tikus yang bisa dia lalui untuk menghindari polisi.

"Kapan?"

"Besok Sabtu sore, lo bisa kan?"

"Yah, gue Sabtu aja balik jam 3, pelajaran bengkel full dari pagi. Belum lagi nanti harus bersih-bersih bengkel dulu kalau kelas udah kelar, bakalan sampai sore biasanya, magrib sampai rumah."

"Telat nggak papa ih, orang biasa juga telat." Bujuk Freya.

Fredella nampak berpikir.

"Udah nggak usah banyak mikir, besok gue jemput."

Fredella menepikan motornya, "Gue nggak janji ya, doain aja guru gue ada rapat apa gitu kek."

Freya turun dari motor Fredella, "Lo hati-hati ya ! Makasih udah dikasih tumpangan."

Fredella mengangguk, badannya di condongkan mendekat ke arah Freya, "Have a nice day Fre, seneng nggak lo bisa nyebrang sama pujaan hati."

Fredella terkekeh lalu kembali melajukan kendaraannya, sedang Freya melotot mengetahui maksud terselubung Fredella. Di sampingnya telah berdiri seorang laki-laki yang dia kagumi sejak awal masuk sekolah.

Jantung Freya berdegup kencang, dia berharap lampu merah di ujung jalan tidak menyala sehingga dia bisa berlama-lama bersama sang idola, persetan jika keduanya akan terlambat, bukankah lebih seru jika dihukum dengan sang pujaan hati? Ah semoga ini menjadi awal yang baik untuk Freya.

***

Freya memeluk satu per satu teman-temannya, diikuti dengan Fredella di belakangnya.

"Fre, akhirnya ikut juga !" Seru Aza pada Fredella yang bersiap memeluknya.

Fredella terkekeh, "Mana mungkin gue melewatkan acara ghibah akbar ini?"

Celotehan Fredella membuat semua yang ada disana tertawa. Tak banyak orang disana karena geng mereka hanya terdiri dari 6 orang saja, Fredella, Freya, Aza, Cahaya, Rizka dan Dewi.

"Mau pesen apa duo Fre? Kita udah pesen duluan tadi." Tanya Cahaya.

"Ah putri Solo, gue kangen." Fredella memeluk Cahaya, seolah mereka tak bertemu untuk waktu yang lama.

Dewi terkekeh, "Dia udah nggak jadi putri Solo lagi tau, fans nya udah banyak."

"Ah enak ya kalian semua bisa satu sekolah satu sama lain, gue jadi iri." Ujar Fredella dengan nada sedih yang dibuat-buat.

About Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang