Bagian 25

23 3 0
                                    

Kenapa selalu orang ini yang harus menyembuhkan lukaku saat orang lainlah yang melukai ku? Bukankah ini tak adil untuknya?

***

Author POV

"Fre, lo kan lagi sakit, lo duduk di atas aja nggak papa, atau lo mau pulang duluan?" Axcelle menatap Fredella khawatir.

Usai bel pulang berbunyi, semua panitia kunjungan industri berkumpul di taman depan bengkel komputer. Mereka duduk lesehan di bawah rimbunnya pepohonan taman. Salah satu pohon favorit siswa adalah pohon matoa yang jika berbuah akan menghasilkan buah yang melimpah sehingga siswa bisa memetiknya dari lantai dua, lumayan untuk mengganjal perut ketika mereka harus pulang pukul 5 sore, terlebih jam operasional kantin yang hanya sampai jam tiga sore membuat perut siswa meronta-ronta ketika senja menyapa.

Fredella tersenyum meyakinkan, "Gue nggak selemah itu kali Cell, lagian gue juga pulang di antar Aksa kok."

Axcelle mengangguk, "Yaudah, lo jangan jauh-jauh dari Aksa, gue ke depan ya buat mulai rapatnya biar cepet kelarnya juga."

Fredella mengangguk, memperlihatkan kode oke melalui tangannya.

Axcelle menatap Aksa, "Jagain."

Aksa mengangguk, "Nggak usah lo minta kali elah."

Axcelle berjalan ke depan, memimpin jalannya rapat bersama dengan anak jurusan otomotif.

Tanpa disadari, sedari tadi Pamungkas memperhatikan gerak-gerik Fredella. Dalam hatinya bertanya-tanya apa hubungan Fredella dengan kedua lelaki yang dia ketahui bernama Aksa dan Axcelle itu. Juga pertanyaan kenapa Fredella bisa mendapat luka seperti itu dikakinya. Diam-diam Pamungkas memang memiliki rasa ketertarikan pada Fredella sejak pertama kali bertemu di jalan waktu itu.

"Oke berhubung semua udah kumpul, rapat kali ini bisa langsung dimulai kali ya?" Tanya Axcelle yang dihadiahi anggukan oleh para peserta rapat.

"Oke gue Axcelle dari jurusan komputer, gue yang bakal jadi ketua sementara rapat ini, langsung aja kali ya kita mulai dengan pemilihan ketua untuk acara kali ini." Axcelle beralih ke Deni, anak jurusan otomotif, "Berhubung hari kedua kita bakalan pisah, alangkah baiknya kita punya ketua dan wakil dari beda jurusan biar mudah koordinasi satu sama lain."

Deni mengangguk.

Aksa mengangkat tangannya, "Gimana kalau kalian aja yang sekalian jadi ketua sama wakil? Biar mempersingkat waktu juga, soalnya menurut gue bakalan lama sih kalau harus voting lagi."

Usulan Aksa dihadiahi anggukan oleh teman-temannya. Bukannya apa, Aksa merasa kasihan pada Fredella jika harus berlama-lama di sekolah, padahal Fredella sendiri merasa tidak apa-apa.

"Gimana Cell?" Tanya Deni.

Axcelle menatap Aksa dengan pandangan tak sukanya, sedang Aksa hanya memberi kode bahwa dia harus bergegas karena kondisi Fredella.

Akhirnya Axcelle mengalah, dan memilih mengiyakan usulan Aksa.

"Lo tunjuk Axcelle gara-gara gue ya?" Bisik Fredella.

Aksa menggeleng, "Enggak."

"Bohong, udah gue bilang gue nggak papa, siap-siap aja lo kena amukan Axcelle."

"Ini pelajaran biar dia nggak seenaknya daftarin gue sama lo di acara beginian."

"Jadi gue harus ngapain? Berterimakasih sama lo yang udah jadi malaikat penyelamat gue gitu?" Balas Fredella.

"Iya, sekali-kali, lo kan nggak pernah bilang makasih ke gue."

"Pernah kok."

"Kapan?" Tanya Aksa.

About Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang