Karena tidak semua 'katanya' itu berarti fakta sesungguhnya. Terkadang 'katanya' itu telah dibubuhi bumbu guna menambah cita rasa dari topik yang ada.
***
Author POV
"Gavin .."
Panggilan itu membuat Gavin menoleh dan menemukan Tarisa yang tengah berdiri di sampingnya.
"Tarisa."
"Gue boleh duduk disini nggak? Gue sendirian nih, lo nggak lagi nunggu orang lain kan?" Tarisa menatap Gavin penuh harap.
Tanpa berpikir panjang, Gavin mengangguk, "Yaudah duduk aja."
Tarisa menarik kursi lalu duduk, "Apa kabar Vin?"
"Baik, lo sendiri? Tangan lo?"
Tarisa memperlihatkan tangannya, "Berkat salep yang lo kasih, lukanya udah hilang."
Gavin mengangguk, "Bagus deh kalau gitu."
"Basecamp gimana Vin?" Tarisa mencoba membuka percakapan.
"Masih gitu-gitu aja, kenapa lo nggak pernah kesana? Lo takut ya sama Della?" Tebak Gavin.
Lo takut ya sama Della? Jangan-jangan Fredella sama Keanu belum cerita yang sebenernya ke Gavin, ini kesempatan yang bagus buat gue, hati Tarisa bersua.
"Enggak kok, Keanu yang nggak ngebolehin gue kesana dulu."
Gavin menyeruput minumannya, "Fredella udah minta maaf ke lo belum Tar?"
Tarisa menggeleng, "Belum, lagian gue juga nggak papa kok, gue yakin dia juga nggak sengaja."
Gavin menatap Tarisa tak enak, "Atas nama Fredella, gue minta maaf ya Tar, gue udah minta dia buat minta maaf ke elo tapi ya gitu."
Tarisa tersenyum, "Nggak papa, gue tau gimana Fredella kok."
"Emang dia gimana?"
Tarisa menggeleng, "Gue nggak suka ngomongin orang lain Vin, lo juga bakalan tau gimana dia kok suatu saat nanti."
Gavin memandang lurus ke depan, "Apa selama ini gue salah kenal Della ya? Apa ini sifat asli dia?"
Hati Tarisa merasa puas setelah mendengar keraguan dari Gavin, "Gue nggak tau juga sih Vin, gue nggak mau Fredella mikir gue udah bilang yang enggak-enggak tentang dia ke elo."
Gavin tersenyum singkat, "Baik-baik terus ya sama Fredella, jangan diambil hati kalau ada perbuatan atau perkataan dia yang nggak berkenan."
Tarisa mengangguk lalu tersenyum, "Pasti."
Dan hari itu, keduanya kembali terlibat dengan obrolan hangat yang mulai melibatkan perasaan. Sedang dilain tempat, mungkin saja ada seseorang yang hatinya terluka namun masih enggan bersua, ya, dia adalah Fredella.
Fredella terus saja menyibukkan diri dengan hal-hal yang sekiranya bisa melupakan penat di pikirannya.
Hari demi hari berlalu, semakin dekat dengan hari kunjungan industri, Fredella semakin sibuk dengan teman-teman panitianya.
"Minggu-Minggu dari pagi udah ada di sekolah, kurang faedah gimana hidup gue?" Gerutu Aksa yang duduk bersandar pada kursi seraya melihat Fredella yang nampak sangat sibuk.
Fredella yang masih terfokus pada kertas-kertas di depannya hanya terkekeh, "Lo ngeluh mulu deh perasaan."
"Ya gue kan jarang-jarang sibuk gini, sekalinya gue sibuk, anggota badan gue auto teriak, gue pengen rebahan, gue pengen rebahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Teen FictionAku selalu bertanya kenapa dia suka musik keras? Sedang aku? Aku tidak menyukai itu, karena ku pikir hidupku sudah terlalu keras. - Fredella Ayunindya. Fredella selalu mengeluh tentang kesukaan Aksa, mereka berdua bak dua sisi mata uang yang berbeda...