1. Raya

7.4K 277 15
                                    

"Mencintai dalam diam itu, ketika bertemu memalingkan wajah, ketika jauh curi-curi pandang."

🍂

Bu Ana, seorang guru bertubuh mungil yang memakai hijab di kepalanya sedang menuliskan soal geometri di papan tulis sambil sesekali bercerita dengan santai di depan murid-muridnya. Entah hal apa yang diceritakan hingga membuat murid-muridnya ramai menanggapi seperti lebah yang mengerubungi mahkota bunga. Bu Ana memang terkenal guru paling nyaman untuk diajak bercerita meskipun umurnya sudah menginjak angka empat puluh tahun. Tentu saja murid-muridnya senang bukan main kalau jam belajar mereka tersita untuk hal tidak penting.

Namun, di tengah sibuknya bercerita, tiba-tiba manik mata Bu Ana mendapati salah satu muridnya yang duduk di barisan paling depan dekat pintu tengah menundukkan kepala, tak bergerak sedikit pun sambil menggenggam sebuah pensil di tangan kananya dan tangan kirinya memegangi buku paket untuk menutupi wajahnya. Bahkan, rambut hitam kecoklatannya yang terurai sepunggung juga menutupi sebagian wajahnya. Di atas mejanya juga ada kertas putih dengan gambaran seketsa yang baru setengah jadi. Sketsa itu terlihat mirip dengan Bu Ana.

Bu Ana tidak bisa melihat gambaran itu karena tertutupi buku paket dan lebih fokus meneliti gerak-geriknya. Tak membutuhkan waktu lama Bu Ana bisa membaca situasi. Spontan mengerutkan kening dengan gelengan kepala tak percaya. Keadaan kelas ramai, masih saja ada murid yang tidur dengan damainya seolah tak terusik dengan suara-suara bising yang diciptakan teman-temannya.

"Naraya!" Bu Ana memutuskan untuk memanggilnya karena merasa tidak dihargai. Tak habis pikir, seumur-umur mengajar baru sekali ini melihat ada siswi yang berani tidur di kelas ketika jam pelajaran. Apalagi gadis itu bukan termasuk dalam kategori siswi bermasalah.

"Naraya!"

Panggilan kedua dari Bu Ana belum juga ada jawaban dari pemilik nama. Sampai-sampai membuat atensi seluruh siswa kelas XII IPS 5 tertuju padanya.

"NARAYA!"

Karena semakin jengkel dengan salah satu muridnya itu, Bu Ana menaikkan nada suaranya hingga beberapa oktaf sambil melempar spidol ke arahnya.

"Innalillahi." Siswi yang dipanggil dengan sebutan Naraya itu terperanjat. Reaksi terkejutnya memicu gelak tawa bergemuruh dari teman-temannya. Naraya yang merasa menjadi objek perhatian langsung memejamkan mata dengan rasa malu yang menumpuk. Tak tahu lagi mau diletakkan di mana mukanya setelah aibnya terbongkar.

Dia, Naraya Elzephyra atau kerap disapa Raya. Gadis yang tidak lepas dari earphone yang menyumbat telinga dan pensil di genggamannya. Dia menjadikan musik dan gambaran sebagai dunianya.

Gadis itu memang pecinta seni. Selain musik, dia sangat cinta dengan dunia gambar menggambar. Tangan mungilnya itu akan menjelma menjadi penari setiap berhadapan dengan pensil dan kertas. Tak peduli apapun warna dan jenisnya, selama kertas itu masih ada ruang kosong, pasti sanggup dia sulap menjadi mahakarya yang luar biasa.

Sayang sekali minatnya tak pernah didukung kedua orang tuanya. Mereka justru memaki-maki ketika melihatnya meggambar. Mereka bilang, menggambar itu hanya membuang-buang waktu dan hanya akan menghilangkan masa depannya. Sedangkan bagi Raya, menggambar adalah dunianya. Media untuk mencurahkan isi hati dan pelampiasan emosi.

Raya tergolong gadis yang biasa-biasa saja. Tidak terlalu pintar dan tidak juga terlalu bodoh. Anggap saja hidupnya monoton. Berangkat-belajar- pulang. Itu saja rutinitasnya selama hampir tiga tahun bersekolah di SMA Cendana. Tak ada yang menarik sama sekali dalam hidupnya.

SAGARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang