03 - Penyelamat

54.1K 4.7K 55
                                    

GUSRAK!
Gusruk!
Gubrak!

"Anjir Nan, kalau piket yang ikhlas napa" Cibir Gea yang melihat Jinan dengan muka kesal bercampur gedek, sambil mencengkram gagang sapu yang dipegangnya kini.

Danu memang sudah merencakan jika pulang sekolah nanti dia akan mencegat anak buahnya itu. Bahkan dia sampai pindah ke tempat Meli agar lebih dekat dengan Jinan. Gak, bukan nya mau modus. Dia hanya ingin memastikan anak buahnya itu menjalankan kewajibannya.

Dan benar saja, ketika bel pulang sekolah, Danu langsung menarik tas Jinan yang Ingin melangkah keluar kelas kemudian menyeretnya ke pojok kelas untuk mengambil sapu dan menjalankan tugasnya.

Bener-bener ketua yang bertanggung jawab bukan?!

"Sabar Nan, semua ini ada hikmahnya," ucap Vivi sambil tersenyum mengangkat kedua alisnya.

"Hikmah pala lu peyang," jawab Jinan yang hampir seperti berbisik. Kemudian melanjutkan acara sapu-menyapunya yang masih ada setengah ruangan lagi. Semangat mba Jinan!

"Anjir ini sampah kenapa banyak banget sih?! Gue tebak nih gak ada yang piket nih! Kurang ajar tuh si panu, masa gue doang yang di suruh piket?!"

Ketiga temannya hanya menghela napas pelan kemudian kembali fokus ke ponsel masing-masing tanpa menghiraukan kicauan Jinan.

Setelah menunggu sepuluh menit Jinan piket, mereka berempat kini melangkah menuju area parkir yang keliatannya sudah mulai sepi hanya tersisa anak osis dan beberapa anak basket.

Zoya merogoh kantong depan tas nya, mengambil kunci mobil kemudian melemparkannya ke Vivi yang tepat mengenai hidung nya

"Kampret lu Zoy! Hidung cetar gue lecet nih," ucap Vivi sambil mengelus-elus hidungnya yang keliatannya semakin pesek.

"Ck, Lo yang nyetir yaa, gue capek," jawab Zoya sambil membuka pintu mobil kemudian masuk ke dalamnya.

Brakkk!

"Anjir pelan-pelan bego! Gue lapor ke bang Bara baru tau lo," kesal Vivi karena Zoya menutup pintu mobil dengan keras. Tidak lama kemudian yang lain nya pun ikut masuk karena memang hari sudah sore, tidak ada tenaga untuk berdebat lagi!

Disisi lain, Gerald merutuki mulut Inus yang gak bisa diam dari tadi. Entah sudah keberapa kali Inus bertanya tetapi tidak ada yang menjawab. Bukannya gak mau jawab, hanya saja mereka malas untuk menjawabnya.

"Woyy gue nanya daritadi! Astagfirullah sabar Nus, ngomong sama cengcorang susah memang." Inus mengelus dadanya melihat temannya yang tidak menanggapi pertanyaannya.

Dia bingung kenapa tiba-tiba temannya itu mau ke markas Horixon. Buat apa coba? Inus memang gak tau karena dia tadi memesan makanan jadi dia tidak mendengar gosip tentang stella yang katanya disekap Horixon.

"Lo tinggal ikut aja apa susahnya sih? Ntar juga lo tau," tegas Wildan sambil memakai helm fullfacenya.

"Tau lo, banyak bacot sudah tanya!" sambung Dendra.

Tak lama kemudian mereka semua telah siap, motor sport, helm fullface tak lupa jaket kebangsaan Danggeres telah mereka kenakan. Tak butuh waktu lama mereka mulai menjalankan motornya ke arah luar gerbang.

Derum motor mengarung dijalanan dengan kerasnya, membuat beberapa pengendara menyingkir memberikan akses jalan untuk mereka.

Kini dihadapan mereka terlihat gedung usang dengan beberapa tanaman liar disekitarnya dan juga beberapa bahan bangunan yang sudah mulai berkarat.

Markas Horixon.

Tempat para rival Danggeres beristirahat.

Tanpa basa basi,  Arga melepas helm nya, memperbaiki sedikit jaket nya yang rusak akibat tertiup angin kemudian menuju pintu utama di ikuti keenam temannya.

ARGARIA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang