48

1.9K 254 9
                                    


Thor balik lagi...

.

.

.

.

.

.

Happy reading, Good Reader^^

.

.

.

.

Namjoon termenung selama perjalanan pulang menuju Seoul. Ada begitu banyak hal yang ia pikirkan dan lamunkan sampai tak sadar supir taksi yang mengantarnya sudah menghentikan mobilnya beberapa waktu lalu.

Hari memang sudah gelap saat ia sampai di rumah. Rumah yang ia tempati selama 23 tahunnya itu terasa sepi seperti biasa. Tak banyak warna dalam rumah itu. Seperti hanya hitam dan putih yang ia lihat setiap harinya.

Namjoon paham sekali. Dia sudah dewasa. Dia sudah sangat paham bahwa sejak dulu keluarga memang tak pernah baik-baik saja.

Namjoon masih terdiam menatap rumah besar yang hanya ditinggali oleh tiga anggota keluarga inti itu. Terasa sepi. Sangat-sangat sepi. Berbeda ketika ada Taehyung ada dirumah tersebut. Meskipun Namjoon jarang bertemu dan mengobrol dengan adiknya, setidaknya itu lebih baik. Tidak seperti sekarang.

.

.

.

Namjoon mulai berjalan masuk dengan perlahan seolah enggan untuk merasa sepi tanpa adiknya. Saat setelah menutup pintu depan, didapati sang ayah dan ibunya yang ternyata tengah duduk di ruang tengah. Mungkin menunggunya.

"Dari mana saja kau, Joon?" tanya tuan Kim. Namjoon tak berniat untuk menjawab sesegera mungkin. Justru ia duduk disamping sang ibu yang menatapnya cemas.

"Aku pulang bu." Ibu Kim mengangguk pelan.

"Ayah tanya sekali lagi, darimana saja kau? Kau sudah dua hari ini pergi tanpa kabar. Jangan membuat ayahmu ini banyak pikiran lagi, Joon." Tuan Kim terlihat pening.

"Maafkan aku, Yah."

"Dari mana saja kau, nak? Kau membuat ibumu ini cemas."

"Maaf bu. Aku dari Jeju." Tuan Kim dan istrinya sontak terkejut.

"Joon, jangan bilang kau.."

"Iya Yah. Aku menemui Taehyung. Dia sudah membaik. Aku senang melihatnya bahagia." Ucapnya sembari menatap jauh figura keluarganya.

"Sayang..." panggil sang ibu.

"Bu, Taehyung terlihat sangat bahagia di keluarga Tuan Jung. Dia terlihat lebih hidup. Aku tak ingin merebut kebahagiannya lagi." Ucapnya lirih pada sang ibu.

"Omong kosong apa ini, Joon? Berhenti mengada-ada." Ucap Tuan Kim mengelak.

"Ayah...aku sudah berusaha untuk menyadarkan kalian. Aku sudah diberi kesempatan kedua oleh tuan Jung, tapi kurasa aku gagal melakukannya. Aku sangat menyesal karena mengecewakannya." Entah sejak kapan air mata Namjoon membasahi pipinya.

"Namjoon-ah..." sang ibu terlihat khawatir.

"Namjoon tahu, ayah juga sama sayangnya dengan Taehyung kan? Ayah yang berkata akan membakar semua buku cerita milik Taehyung itu hanyalah kebohongan kan?"

"Cukup Joon.."

"Ayah tak membakarnya dan justru menyimpannya dengan sangat rapi. Namjoon tahu, Yah. Ayah hanya takut Taehyung menjadi penulis seperti kakek dan berakhir tragis kan? Ayah hanya tak mau—"

"CUKUP! Hentikan pembicaraan ini." Teriak Tuan Kim yang sudah diambang kesabaran.

"Tolong relakan Taehyung, Yah."

"Tidak. Dia anakku." Air mata Namjoon kembali turun.

"Namjoon-ah, mengapa kau berpikir seperti itu? Dia adikmu, sayang." Ucap sang Ibu tak percaya.

"Justru karena dia adikku, bu. Justru karena aku hyungnya. Aku ingin membuatnya bahagia dengan kehidupannya yang sekarang."

"Tidak, Namjoon. Hentikan pembicaraan ini dan segeralah ke kamarmu." Tuan Kim masih sangat keras kepala.

"Keluarga Jung sangat baik, Yah. Mereka benar-benar keluarga yang pantas untuk Taehyung. Apa ayah tega membiarkan Taehy—"

"Dan kau tega membiarkan ayah dan ibumu ini kehilangan anaknya, Joon?" ucapan tuan Kim membuat Namjoon terdiam.

"Ayah tahu, ayah sudah sangat bersalah pada adikmu. Ayah tahu Taehyung berbeda darimu, tapi ayah tak bisa membiarkannya pergi begitu saja. Dia anakku, Joon. Dia anak yang kami besarkan juga seperti dirimu. Taehyung juga putraku, Joon. Ayah tak bisa merelakannya begitu saja." Air muka Tuan Kim terlihat dipenuhi rasa sedih.

Bohong jika beliau tak sedih. Ayah mana yang tak sedih kehilangan anaknya? Bahkan tuan Kim yang dengan perangai buruknya itu juga merasakannya. Kesedihan dan kebingungan mendalam dalam dirinya. Pada akhirnya mereka hanya manusia biasa, terlepas dari sikap buruknya.

"Kembali ke kamar dan beristirahatlah." Tuan Kim pergi menuju kamarnya dan meninggalkan sang istri dan anak pertamanya.

"Terlepas dari semuanya. Kami hanya orangtua yang ingin mempertahankan anak kandungnya, sayang. Kumohon mengertilah dengan apa yang ayahmu katakan. Sekarang kembalilah ke kamar dan beristirahat. Ibu tahu kau lelah. Selamat malam, sayang." Setelah kecupan singkat dari sang ibu. Ibu Kim berjalan menyusul sang suami.

.

.

.

Di kediamana keluarga Jung, Victor tampak asik bermain dan bercanda dengan Jimin dan Jungkook. Sore tadi Jungkook menjenguk dirinya dan berencana akan tidur di rumah sakit menemani Victor dan Jimin.

Hoseok yang sejak tadi pagi pergi karena urusan keluarga juga belum kembali. Hari sudah cukup larut, Victor yang sudah setengah jam tertidur itu menyisakan Jimin dan Jungkook yang masih terjaga.

"Jimin-ah, kenapa Victor belum dibolehin pulang?"

"Siapa yang kau panggil 'Jimin' hah?" ucapnya kesal sembari memukul lengan Jungkook.

"Karena Hoseok hyung belum mengijinkankan pulang."ucap Jimin seadanya.

"Kenapa tidak diijinkan? Kan Victor sudah sehat. Lagi pula biaya rumah sakit kan mahal." Tanyanya dengan polos. Jimin hanya bisa menghela napas mendengar pertanyaan kelinci bongsor itu.

"Aku juga heran, Kook."

"Heran kenapa hyung?"

"Kenapa aku bisa mengenalmu dan Victor menjadi saudaramu,Kook. Polosmu kelewatan sekaliii!" pukulnya lagi pada lengan Jungkook yang sukses membuatnya meng-aduh.

"Kau harusnya ingat ini rumah sakit milik siapaaaa!!!" teriak Jimin ditelinga Jungkook.

"Ahhh.. telingakuuu.. tentu aku tahu,Hyung. Ya, milik yang punyalah!"

"Auk ah Kook. Pusing aku." Tepuknya Jimin di jidat Jungkook.

.

.

.

.

.

Sampai jumpa lagi, Good Reader^^

I want (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang