47

1.8K 260 3
                                    


Double uppp

.

.

.

Jangan lupa beri tanggapan untuk chapter ini,,

.

.

.

Happy Reading Good Reader^^

.

.

.

.

Tidak banyak obrolan di antara mereka bertiga kecuali Victor yang sibuk dengan cemilan yang Namjoon belikan. Namjoon dan Jimin memilih diam dan larut akan pikiran mereka masing-masing. Namjoon sudah sangat senang bisa melihat Taehyung, ditambah lagi Taehyung memanggil namanya dengan embel-embel hyung. Itu sudah sangat cukup sekali.

Meskipun banyak yang beranggapan dia bukan Taehyung, tapi dia percaya. Nalurinya sebagai hyung tak pernah salah. Hyung ya? Namjoon merasa bersalah setiap mengingat jika ia adalah hyung dari pemuda polos ini. Hyung macam apa yang tak bisa melindungi sang adik. Hyung macam apa yang tak bisa meyakinkan dirinya dan keluarganya untuk membawa sang adik pulang bersamanya. Hyung macam apa dia ini?

"Hyung? Namjoon hyung?" panggil Victor yang melihat Namjoon melamun terus di sampingnya.

"Iya Tae.."

"Tae?" Victor terheran dengan nama itu. Jimin yang mendengar nama itu langsung menyenggol Namjoon agar segera sadar dari lamunannya.

"Ahh,,Tae.. maksud hyung, ada apa Victor-ah?" Victor menggeleng pelan.

"Tidak apa-apa hyung. Aku takut kau kesambet jika terlalu lama melamun." Namjoon terkekeh pelah.

"Terimakasih,Vi" ucapnya sembari mengelus pelan surai coklat Victor yang membuat pemuda itu terdiam. Jimin yang melihat adegan akrab itu hanya bisa mendengus pelan.

"Vi, aku ingin mengobrol sebentar dengan Tuan Kim sebentar. Boleh?" Victor mengangguk polos dan melanjutkan acaranya 'makan cemilan'.

Jimin menyeret tangan Namjoon begitu saja. Membawa ke sisi dari taman itu agar Victornya tak mendengar percakapannya.

"Auw.. tolong sopanlah sedikit dengan orang yang lebih tua." Jimin dengan cepat melepas genggamannya pada tangan Namjoon.

"Langsung saja. Ada perlu apa anda kemari Tuan Kim Namjoon. Apa anda masih ingin membawa Victor kami pergi bersama anda? Apa tak cukup kejadian itu untuk anda?" Jimin sudah dipenuhi rasa kesal. Namjoon hanya menanggapi pertanyaan Jimin dengan senyuman.

"Bukankah aku sudah bilang? Lagi pula Tuan Jung Hoseok mengijinkanku untuk menjenguknya. Aku juga hyungnya sama sepertimu. Aku sudah lama sekali tak bertemu dengannya. Sampai-sampai aku ingin sekali menangis dan memeluknya hanya karena ia memanggilku 'Namjoon hyung'." Namjoon terkekeh pelan, namun terdengar menyedihkan di telinga Jimin. Jimin terdiam.

"Aku masih mencoba menyadarkan orangtua ku. Maaf untuk kejadian beberapa hari yang lalu. Kedua orangtua ku terlalu marah dan gegabah untuk membawa Taehyung kembali. Orantua mana yang tak marah jika dilarang bertemu dengan anaknya yang sudah lama hilang? Mungkin jika kau berada di posisiku kau akan tahu." Ucap Namjoon panjang lebar. Jimin bingung ingin menanggapi ucapan Namjoon.

"Lalu bagaimana jika Victor tak mengingatmu? Bagaimana jika kau tak bisa menyakinkannya dan orangtua mu?" Jimin justru kembali bertanya.

"Entahlah. Mungkin merelakannya." Ucapan Namjoon yang sirat akan keputusasaan membungkam Jimin.

"Kau tahu Park Jimin, orangtua ku sejak dulu adalah seorang workholic. Mereka gila sekali dengan kerja dan selalu ingin unggul. Hingga ingin sekali kami berdua, sebagai anaknya, juga mengikuti jejak mereka.

"...Perangai dan tempramen mereka sejak dulu memang seperti itu, tapi kami berdua tak pernah bisa menyalahkan mereka. Mereka pikir dengan bekerja terus menerus. Menghasilkan banyak uang terus menerus dan mendidik kami dengan keras adalah kunci untuk menghadapi masa depan. Apapun untuk anaknya di masa depan. Apa kau beranggapan orangtuaku hanya menyayangiku dan tidak dengan Taehyung, Park Jimin?" tanya Namjoon. Jimin terdiam lalu mengangguk pelan. Namjoon tersenyum akan jawaban Jimin.

"Aku sempat berpikir seperti itu juga. Pada akhirnya aku sadar. Dia hanya mencoba menjadi dirinya sendiri. Melakukan apa yang ia sukai untuk masa depannya. Untuk masa depan yang sudah ia rancang dengan tangannya sendiri. Tapi dengan mudahnya aku menghancurkannya. Aku merasa sangat bersalah dengannya." Namjoon memijat pelipisnya pelan.

"Park Jimin, orangtua mana yang tak menyayangi anaknya? Apakah ada?" tanyanya lagi.

'Ada. Orangtuamu.' Jawab Jimin untuk dirinya sendiri.

"Orangtuaku juga menyayangi kami. Jika tidak, tidak mungkin kami berdua dibesarkan sampai sekarang. Tidak mungkin kami sampai sekarang masih berjuang mencari keberadaan Taehyung. Orangtuaku hanya tak cukup paham dengan menyayangi kami dengan adil dan besar pada porsinya. Mereka hanya belum paham. Mereka hanya belum mengerti dan aku sedang mencoba memberitahu mereka." Entah sejak kapan manik Namjoon berair. Jimin masih terdiam menatap Namjoon yang mencoba mengusap air di ujung matanya.

"Ayo kembali. Aku tak mau Victor terlalu lama menunggu kita." Namjoon mengangguk pelan sembari mengikuti Jimin dari belakang.

Dapat dilihat Victor mengedarkan pandangannya mencari Jimin dan Namjoon, dengan cemilan yang masih di tangannya. Entah sejak kapan ia menjadi suka ngemil.

"Vi, sudah hampir siang. Ayo kembali ke kamar." Victor mengangguk pelan dan berdiri perlahan.

"Kalau begitu hyung juga akan pergi. Hyung harus mengejar penerbangan siang ini." Ucap Namjoon pamit.

"Begitu ya. Baiklah, hati-hati pulangnya ya Namjoon hyung. Akan Victor sampaikan salam hyung pada Hoseok hyung. Terimakasih sudah menemani Victor." Ucap Victor. Sedangkan Jimin memilih diam.

"Emm.. Victor-ah, bolehkah hyung memelukmu sebentar?" pinta Namjoon. Victor sempat melirik pada Jimin dan Jimin mengangguk pelan seolah tahu apa yanng ada dipikiran saudaranya. Victor mengangguk pelan dan merentangkan kedua lengannya lebar. Namjoon tersenyum bahagia dan menyambut pelukan itu perlahan seolah adiknya itu begitu rapuh.

"Terimakasih Jung Victor." Ucapnya lirih pada Victor. Victor mengangguk pelan.

.

.

.

.

.

Sampai jumpa lagi,Good Reader^^

I want (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang