Harapanku hanya satu. Ingin dianggap sebagai keluarga. Sudah itu saja.
Mendung pagi ini membuat Vega ogah ogahan untuk berangkat sekolah, ditambah hari ini adalah hari senin membuatnya semakin malas.
Archer akan menjemputnya sebentar lagi. Tapi, Vega masih setia di atas tempat tidur sambil menutup dirinya menggunakan selimut tebal.Lagi lagi jam beker mengganggu aktifitasnya, Vega meraih jam beker di atas nakas lalu mematikannya. Ia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul enam, itu artinya sepuluh menit lagi Archer akan sampai di rumahnya. Dengan segera cewek itu berlari menuju kamar mandi, butuh waktu beberapa menit untuk menyelesaikan ritual paginya itu. Setelah mandi, Vega bergegas memakai seragamnya tak lupa ia memoles sedikit liptint untuk menyamarkan bibirnya yang sedikit pucat.
Vega berjalan keluar kamarnya, menghampiri seluruh keluarganya yang sedang sarapan di lantai bawah.
Vega memilih duduk berjauhan dengan keluarganya, karena dulu ia pernah makan di samping ayahnya tapi malah Vega diusir dan disuruh makan di dapur bersama pelayan rumahnya.
Saat hendak mengambil ayam goreng, Riska yang notabanenya bunda Vega menepis tangan Vega dengan kasar hingga membuat ayam goreng yang dipegangnya jatuh ke lantai.
"Siapa yang suruh kamu makan itu?" tanya Riska sambil memicingkan matanya.
Seluruh pasang mata kini menatap Vega dengan sengit, hal ini membuat Vega takut sekaligus malu.
"Kamu gak usah sarapan, uang jajan kamu juga saya potong," ucap Riska datar.
Vega membulatkan matanya seketika, mengapa takdir begitu kejam padanya? Ia tidak tahu lagi, ingin menangispun juga percuma.
Vega lantas mengangguk dan tersenyum ke arah Riska. Ia lalu mengulurkan tangannya untuk berpamitan kepada bundanya. Tapi Riska tidak menggubris dan memilih mengabaikan tangan Vega. Cewek itu menurunkan tangannya, ia beralih ke ayahnya dan ayahnya pun melakukan hal yang sama. Tidak menyerah, Vega akhirnya mengulurkan tangan ke oma dan opa nya dan ternyata respon mereka juga sama saja. Tidak menghiraukan uluran tangan Vega.
"Udah sana berangkat, ganggu aja lo," ucap Maura sinis.
"Iya cepet sana!" timpal Helga tak kalah sinis.
Padahal keluarga Vega adalah keluarga yang sangat berkecukupuan, kedua kakak Vega diberi mobil oleh ayahnya. Sementara dirinya? Ditransfer uang saja masih untung daripada tidak sama sekali.
Vega mengangguk sambil merasakan sesak di dadanya. "Vega berangkat, Assalamualaikum," ucap Vega lalu meninggalkan mereka semua yang masih fokus dengan makanannya.
******
"Pagi, sayang," sapa Archer sambil membenarkan rambut Vega yang menutup mukanya.
Vega tersenyum lalu membalas sapaan Archer. Hal ini yang sangat disukai Vega, hampir setiap hari Archer mengucapkan selamat pagi kepadanya diikuti dengan mengacak rambutnya dengan lembut.
Tidak terbayangkan betapa Vega sangat menyayangi Archer."Udah ah, ayo berangkat," ucap Vega, karena ia tidak mau pipinya semakin merah akibat godaan godaan dari Archer.
"Siap tuan putri," kata Archer lalu mobilnya berjalan meninggalkan pekarangan rumah Vega yang cukup luas.
Butuh waktu sekitar tigapuluh menit untuk sampai di sekolah, sebenarnya rumah Vega dekat dengan sekolah. Berhubung ini hari senin, jadi jalanan cukup padat alias macet.
Archer memarkirkan mobilnya di luar sekolah lebih tepatnya di warung mbah, karena sekolah melarang keras siswa siswi yang membawa mobil.
Warung mbah adalah sebutan anak anak SMA Bimasakti yang sering memarkirkan mobilnya di sana. Archer tergabung dalam geng mobil bernama Geng Petrichor car, dimana seluruh anggotanya memiliki mobil seperti Archer.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'M LONELY (REVISI)
Teen FictionIni adalah kisah Vega Aurora. Namanya indah namun tak seindah kehidupannya. Vega tidak pernah dianggap, ia selalu terbuang. Vega ingin bahagia, tapi mereka tidak pernah peduli. Salahkah ia berharap keluarganya berubah? Mungkin itu hanya semu, nyatan...