32. Dia benci💔

13.8K 1K 129
                                    

Semua terasa begitu melelahkan.


Semalaman Vega tidak tidur, yang gadis itu lakukan hanyalah melamun sambil terisak. Entah sudah berapa liter air mata yang keluar karena ia terus-terusan menangis. Badannya terasa remuk terutama bagian punggungnya yang sangat nyeri, Vega bahkan tidak berani menyentuhnya. Luka cambukan itu semakin membekas di fisik dan juga hatinya.

Mengapa semua keluarga membencinya? Bertahun-tahun Vega mencari jawaban itu tetapi tidak ada satupun jawaban yang terlintas. Pernah Vega berpikir, apakah ia adalah anak yang dilahirkan akibat perbuatan haram? Tetapi ia rasa hal itu tidak mungkin.

Dalam keadaan sakit pun Vega masih berusaha untuk pergi ke sekolah. Berkali-kali ia menegaskan kepada dirinya sendiri bahwa ia bukanlah gadis yang lemah. Vega tidak suka jika ada yang menganggapnya lemah, walau kenyataannya malah sebaliknya.

Ia melihat penampilan wajahnya di depan cermin. Kantung mata hitam dan sembab, bibir pucat serta bekas tamparan di pipinya yang masih tercetak jelas, dan tak lupa kepalanya yang kembali diperban akibat Bundanya yang membenturkan kepalanya. Layaknya monster, Vega malah tertawa melihat penampilannya di cermin. Dirinya seakan-akan mati rasa akan semua hal. Kisah asmara yang rumit dan keluarga yang tak pernah menganggapnya ada. Entah mengapa kesialan itu selalu menimpanya, seakan-akan Vega tidak pantas untuk hidup bahagia.

"Semangat Vega! Gue tahu lo pasti bisa!" ucap Vega menyemangati dirinya sendiri.

Vega bersiap-siap untuk berangkat sekolah, sebelum itu ia melepas perban yang melingkar di kepalanya dan menggantinya dengan plester. Vega tidak mau sahabat-sahabatnya khawatir karena keadaannya.

Ia melirik arloji biru laut yang melingkar di pergelangan tangannya. Dengan semangat Vega akan menjalani rutintasnya sebagai pelajar yaitu belajar. Walaupun ia bodoh, tetapi Vega termasuk anak yang rajin.

Jam masih menunjukkan pukul setengah enam, Vega bergegas pergi sebelum keluarganya berkumpul di meja makan. Sebelum benar-benar berangkat ia mengambil beberapa lembar roti untuk sarapannya di jalan.

Setelah semua dirasa siap, Vega langsung menaiki ojek online yang tadi dipesannya. Ia memakan rotinya saat di perjalanan.

Hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk sampai di sekolahnya. Vega langsung turun dan menyerahkan selembar uang berwarna hijau kepada ojek itu.

"Makasih, Bang," ucap Vega sembari tersenyum.

"Sama-sama Mbak."

Sebelum melangkahkan kakinya menuju wilayah sekolah, Vega menghembuskan nafasnya perlahan.

"Awal untuk akhir, gue harus bisa tanpa Archer." Vega berucap pada dirinya sendiri.

"DORR!"

Vega terlonjak kaget saat seseorang mengejutkannya dari belakang. Vega menoleh lalu tersenyum kepada beberapa anak Patrichor Car.

"Kak Gean, ngagetin banget," ucap Vega sembari menggelengkan kepalanya.

"Gila lo, Ge. Mentang-mentang Vega baru putus dari Archer, lo main sosor aja. Inget Gavina, Ge. Kena amuk mampus lo!" sunggut Vauzan kesal.

"Gak usah diingetin bego!"

"Gue permisi ya, Kak. Ada piket soalnya," pamit Vega merasa sedikit tidak enak.

"Mau gue bantu?" tawar Gean sambil mengedipkan sebelah matanya. Vauzan yang geli langsung memukul pelan bagian kepala cowok itu, padahal tidak sakit tetapi respon yang diberikan Gean terkesan berlebihan.

"Jangan mau, Ve," ucap Vauzan lalu menarik paksa kerah seragam Gean agar segera pergi.

Kini hanya tersisa Abim dan Vega saja. Pesona Abim masih tetap, wajah datar yang terkesan dingin serta mata elangnya yang semakin menambah ke sangaran. Lelaki itu menyentuh dahi Vega pelan lalu menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'ini kenapa?'
Vega yang mengerti maksud lelaki itu hanya berdehem singkat. Ia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan akibat tiupan angin.

I'M LONELY (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang