Sebenarnya bukan hal yang mudah bagi Vega untuk menjalani harinya tanpa Archer, memang hubungannya baik-baik saja tetapi lelaki itu akan menjalankan dramanya mulai hari ini. Vega juga merasa kasihan terhadap Archer karena lelaki itu sedang berada di bawah tekanan Maura. Vega ingin protes tapi ia tidak mau keadaan semakin memburuk apalagi kehadirannya yang tak pernah dianggap.
Berkali-kali Vega mencoba berteman dengan rasa sakit, tetapi tetap saja ia juga manusia tentu saja juga memiliki batas kesabaran, hanya saja anehnya Vega tidak mau pergi dari rumah itu.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Vega mengurungkan niatnya untuk makan malam, lebih tepatnya menghindari keluarganya yang tengah makan malam. Vega tidak mau keadaan di ruang makan terganggu karena kehadirannya, ia memilih makan akhir saja tidak peduli apabila tidak ada lauk yang tersisa, setidaknya ia bisa makan itu saja Vega sudah bersyukur.
Vega berjalan ke arah balkon kamarnya, rambutnya ia cepol asal. Hanya menggunakan baju polos kebesaran berwarna putih serta memakai celana selutut. Ia menghirup nafasnya dalam-dalam, sembari memejamkan matanya Vega memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit.
Vega menyandarkan tubuhnya pada tembok, ia berjalan ke arah nakas untuk mencari sebuah obat yang dua hari terakhir ini ia konsumsi untuk meredakan sakit yang ada di kepalanya. Vega menelan obat itu tanpa air mineral karena ia lupa mengisi gelas yang ada di kamarnya.
Sambil menunggu rasa sakitnya hilang, Vega memilih untuk membaringkan tubuhnya di atas kasur. Sekali-kali ia meringis saat kepalanya malah semakin sakit. Vega sudah tidak tahan, obat satu saja tidak cukup untuk meredakan sakitnya. Ia memilih untuk mengambil dua butir obat sekaligus lalu kembali diminumnya.
Vega bisa bernafas lega karena sepuluh menit kemudian rasa sakit di kepalanya mulai berkurang. Langsung saja dirinya turun untuk mengambil beberapa makanan.
Baru saja mengambil nasi dan juga lauk, suara bariton seorang lelaki mengintrupsi aktifitasnya.
"Ngapain lo?" tanya Helga sinis.
"Aku mau makan, Kak," jawabnya.
"Ikut gue." Helga menarik tangan adiknya dengan paksa, lelaki itu membawa Vega ke luar rumah.
Cekalan tangan Helga begitu kuat hingga membuat Vega meringis, ia menatap kakaknya bingung. Tidak biasanya lelaki itu mau mengobrol dengannya apalagi menyentuhnya seperti saat ini.
"Lo ngapain balikan lagi sama Archer! " bentak Helga.
"Kak, Archer itu penting buat aku." Vega berusaha membela walau ia tahu Helga tidak akan mempedulikannya.
"Penting itu buat Maura. Lo jangan halu deh buat diprioritasin orang, apalagi sama Archer."
Jujur, Vega sedikit tersinggung dengan ucapan Helga. Sekarang ia hanya bisa membiarkan Helga yang berbicara demikian itu padanya.
"Jalang gak pantes bersanding sama Archer, dia cocoknya sama Maura ADIK KESAYANGAN GUE," ucap Helga sambil menekankan tiga kata terakhirnya.
Lagi-lagi air mata sialan itu kembali meluncur bebas di pipinya. Sebutan 'jalang' yang membuat hatinya berdenyut nyeri, Helga benar-benar layak mendapatkan kategori kakak bermulut pedas.
"Apa pantes Kak Helga ngatain aku jalang?" tanya Vega lirih, ia enggan menatap Helga.
"PANTES, lo kenapa gak terima?"
"Lagian lo itu cuman bikin kita semua susah tau nggak?! Lo itu benalu, pelacur!"
Plakkk
Entah mendapat kekuatan dari mana Vega berani menampar Helga dengan kuat hingga membuat lelaki itu memalingkan wajahnya ke samping.
![](https://img.wattpad.com/cover/228364586-288-k318332.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M LONELY (REVISI)
Teen FictionIni adalah kisah Vega Aurora. Namanya indah namun tak seindah kehidupannya. Vega tidak pernah dianggap, ia selalu terbuang. Vega ingin bahagia, tapi mereka tidak pernah peduli. Salahkah ia berharap keluarganya berubah? Mungkin itu hanya semu, nyatan...