"Dibayar berapa lo sama Archer?" tanya Helga sinis.
Keadaan rumah sangat menegangkan bagi Vega, ia hanya bisa pasrah dengan semua hukuman yang akan diberikan keluarga untuknya. Memang, Maura lah yang mengadu. Sebentar lagi Vega akan mendapat hukuman, ia tidak menolak. Terlalu lelah jika harus menyangkal.
"JAWAB GUE!" ujar Helga sambil mendorong pundak Vega dengan kasar. Bahkan seluruh keluarganya hanya melihat, tanpa ada niat membelanya. Vega jadi semakin merasa asing di keluarganya sendiri, pernah ia mengira jika dirinya hanyalah anak pungut tapi tebakannya salah.
"Maaf," ucap Vega pelan. Ia menundukkan kepalanya, takut melihat Helga yang mungkin sangat marah padanya.
Helga menarik rambut Vega dengan kuat hingga membuat gadis itu meringis kesakitan. Vega hanya bisa pasrah saat tarikan di rambutnya semakin kuat, mungkin sekarang beberapa rambutnya banyak yang rontok.
Vega mengigit bibir bawahnya, menyalurkan rasa sakit yang ada di kepalanya. Air mata ia biarkan meluncur bebas di kedua pipinya, mungkin jika menyiksanya adalah hal yang membuat mereka bahagia Vega ikhlas. Ia hanya ingin membuat keluarganya bahagia walau itu malah menyakitinya.
"Sakit, Kak," lirih Vega sambil terisak, sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi saat tangan kekar Helga meluncur bebas di pipi kanannya. Tuhan, apa tidak bisakah Vega hidup bahagia lima detik saja?
Gadis itu tersungkur, ia mengelap darah yang ada di sudut bibirnya dengan tangan. Vega menatap kakaknya tak percaya, sebenci itukah mereka terhadap Vega?
Dengan sekuat tenaga Vega berusaha berdiri ia berjalah tertatih menuju kamarnya.
"VEGA AURORA, MULAI SEKARANG SAYA TIDAK AKAN MEMBIAYAI HIDUP KAMU LAGI, SILAHKAN KAMU CARI UANG SENDIRI. SAYA TIDAK PEDULI JIKA KAMU MENJADI JALANG SEKALIPUN!" ucapan Reno menggema di seluruh ruangan membuat Vega seketika berhenti di tempatnya. Lagi-lagi ia menghela nafas berat, Vega menoleh dan tersenyum tipis ke arah Reno yang menatapnya tajam. Keingingan Vega hanya satu, dipeluk oleh papanya. Sudah itu saja.
"Gak papa kok, Yah. Vega bakal lakuin apapun yang Ayah mau, kalaupun Ayah nyuruh Vega mati bakal Vega lakuin itu, Yah," ucap Vega sambil tersenyum ke arah Reno yang menatapnya bengis.
Kecewa, satu kata yang menggambarkan suasana hati Vega saat ini. Ayahnya sudah tidak mau membiayai dirinya lagi, Vega sekarang bingung harus kerja apa sementara ia juga masih sekolah. Bahkan uang sekolah saja Vega tidak tahu harus membayar dengan apa. Mengapa di saat seperti ini semua orang seakan-akan menjauhi dirinya? Archer, dulu lelaki itu yang pertama memberi Vega semangat. Tapi sekarang? Bertegur sapa saja jarang apalagi memberi semangat.
Vega merebahkan dirinya di atas kasur, memejamkan matanya perlahan. Membiarkan air matanya turun dengan bebas, Vega berdiri dan mengambil silet di atas nakas. Sudah lama ia tak menyentuh alat itu, mungkin malam ini ia akan sedikit bermain-main dengan alat itu.
Berjalan dengan langkah lesu ke arah kamar mandi yang ada di kamarnya. Vega tak mengganti pakaiannya terlebih dahulu, ia hanya meletakkan jaket Archer yang tadi dipinjamkannya.
Sedikit demi sedikit Vega menggoreskan silet ke lengan kirinya. Ia bermain-main di sekitar nadi, belum saatnya Vega menyilet bagian itu. Ia menangis dalam guyuran shower, membiarkan darah yang mengalir dari lengan kirinya.
Setelah dirasa puas, Vega kembali ke dalam kamar tanpa berniat mengganti pakaiannya yang basah. Sebelum merebahkan dirinya di atas kasur, Vega mengambil beberapa butir obat tidur untuk diminumnya.
"Harusnya gue mati, biar semua bisa bahagia."
*****
Ke esokan paginya, Vega bersekolah seperti biasa. Sebenarnya hari ini ia tidak masuk karena demam, tapi karena ia harus cari kerja Vega memutuskan untuk masuk sekolah. Lagipula jika di rumah ia mau ngapain?
![](https://img.wattpad.com/cover/228364586-288-k318332.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M LONELY (REVISI)
Teen FictionIni adalah kisah Vega Aurora. Namanya indah namun tak seindah kehidupannya. Vega tidak pernah dianggap, ia selalu terbuang. Vega ingin bahagia, tapi mereka tidak pernah peduli. Salahkah ia berharap keluarganya berubah? Mungkin itu hanya semu, nyatan...