30. Lelah💔

13.5K 1K 43
                                        

Kini giliran Vega yang naik ke atas panggung, dari atas ia melihat keluarganya yang tengah merayakan pertunangan Maura dan Archer. Walaupun hatinya sakit, sebisa mungkin ia tersenyum. Mungkin memang ini adalah hal terbaik, Vega bahagia jika Archer bahagia.

Sekarang tidak ada lagi celah untuk kembali bersama Archer, pupus sudah harapannya. Vega tidak tahu, apakah bisa ia tanpa Archer sementara lelaki itu memiliki peran penting dalam hidupnya. Tentu saja Vega tidak menyangka hubungannya dengan Archer akan berakhir seperti ini, semua layaknya mimpi.

Matanya berkaca-kaca, Vega rasa ia tidak bisa melanjutkan untuk menyanyi. Satu langkah Vega mundur, bertepatan dengan itu Archer mengecup dahi Maura lembut. Vega memjamkan matanya karena ia tidak sanggup melihat hal itu.

Air matanya ia biarkan luruh, Vega langsung berlari keluar kafe. Mengabaikan teriakan ketiga sahabatnya, kali ini yang ia butuhkan adalah ketenangan. Vega akan melupakannya, Vega akan melupakan Archer.

Hujan deras tiba-tiba melanda tetapi Vega tetap berlari di derasnya hujan serta membiarkan air matanya yang terus mengalir. Vega tidak peduli, sudah tidak ada harapan lagi dan tentunya semua terasa begitu menyakitkan.

Vega bersimpuh karena terlalu lelah berlari. Ia menjambak rambutnya karena kepalanya yang tiba-tiba sakit, setelah itu Vega mengusap hidungnya karena merasakan sesuatu mengalir dari dalam. Gadis itu tersenyum kecut saat menyadari ia mimisan.

Susah payah Vega berdiri tetapi kepalanya terasa sangat sakit, Vega berpegangan pada tiang listrik. Detik berikutnya ia jatuh tak sadarkan diri.

*****

Tanpa ia bertanya Vega sudah tahu jawabannya, di dalam sebuah ruangan berwarna putih dan bau khas obat-obatan Vega sudah tahu jika ia berada di rumah sakit. Ia mengedarkan atensinya lalu tersenyum simpul saat Aldo menatapnya prihatin. Dari sekian banyak orang hanya sahabat dan Aldo lah yang selalu peduli padanya.

"Kenapa?" tanya Aldo sembari mengacak rambut Vega gemas.

Vega menunduk, air matanya kembali menetes. Kejadian beberapa jam lalu masih terputar jelas dalam ingatannya. Vega benci jika harus mengingat itu, setiap mengingat maka semakin sakit.

"Aku gak kenapa-kenapa, Kak," bohongnya.

Aldo berdecih, lelaki itu menghapus air mata Vega dengan ibu jarinya. Bagaimanapun juga Vega sudah ia anggap sebagai adik kandungnya sendiri. Aldo tidak bisa jika melihat Vega bersedih seperti ini, rasanya ia menjadi sepupu yang tak berguna.

Gurat khawatir terlihat jelas dari raut Aldo membuat Vega tersenyum kecut. Apakah Helga bisa bersikap seperti itu padanya? Sialnya Vega hanya berandai-andai, Helga tidak akan mau menerimanya sama seperti keluarga besarnya.

"Lo gak pinter bohong, Ve. Lo tau nggak? Setiap lo nangis gue merasa jadi sepupu yang gak berguna buat lo. Gue sayang sama lo, gue udah anggep lo adek gue sendiri. Mungkin sekarang lo gak siap buat cerita, tapi masih banyak waktu. Gue siap dengerin cerita lo kapanpun itu, asal lo gak nangis Ve. Gue gak suka liat lo sedih kek gini. Tau nggak? Lo itu jelek kalau nangis," ujar Aldo panjang lebar.

Vega termenung mendengar ucapan Aldo, ia semakin merasa bersalah karena terus-terusan merepotkan lelaki ini. Apapun masalahnya, Vega lebih nyaman memendamnya sendiri. Mereka cukup tahu kebahagiaannya, tidak usah kesedihan yang ia dapatkan. Lagipula Vega sudah terbiasa dengan hal itu, sendiri atau memilih untuk berlari dari masalah. Katakanlah ia pengecut, tetapi Vega sudah benar-benar lelah untuk bertahan. Bahkan semangatnya untuk sembuh mungkin hanya tinggal tiga puluh persen, sisanya ia ingin segera pergi agar tidak lagi merasakan kejamnya dunia.

"Maaf, Kak."

"Lo gak salah, gue udah tau semuanya. Lo putus sama Archer karena Maura rebut dia kan?" tebak Aldo, karena ia memang mengetahui acara itu sebelum Vega mengetahuinya. Aldo tidak memberi tahu Vega karena ia takut nanti gadis itu akan sakit hati, hingga akhirnya Aldo memilih diam.

"Kak Aldo tahu tapi gak ngasih tau aku?" Vega menggeleng tak percaya, ia tidak menyangka jika Aldo setega itu padanya.

Pertanyaan itu mampu membuat Aldo bungkam seketika. Aldo tidak bermaksud seperti itu, ia hanya tidak mau membuat Vega sakit hati. Tapi tanpa lelaki itu sadari, perbuatannya malah semakin menyakiti hati Vega.

"Gue gak ada maksud apa-apa. Gue cuma gak mau lo sakit hati Ve."

Vega menghapus air matanya kasar, ia menarik paksa jarum infus yang ada di tangannya. Gadis itu berdiri di depan Aldo dengan tatapan kecewa, Vega masih tidak menyangka.

"Tapi perbuatan Kak Aldo malah bikin aku semakin sakit. Aku kira Kak Aldo beda dari yang lain tapi ternyata sama aja, udahlah Kak. Aku capek, jangan temuin aku beberapa hari karena aku butuh waktu," ucap Vega lalu berlari meninggalkan Aldo yang masih terpaku. Aldo tidak pernah melihat Vega se kecewa ini padanya.

Berjalan tanpa arah sembari menangis. Vega sangat lelah jika dihadapkan dengan takdir yang sangat tidak adil. Semua berjalan penuh penderitaan tanpa ada celah untuk bahagia. Vega bahagia saja bisa dihitung menggunakan jari. Semua terasa begitu berat, mau tidak mau, suka tidak suka, semua harus ia jalani. Vega hanya ingin menunggu ajalnya, hidupnya kembali abu-abu. Satu persatu sumber kebahagiannya pergi.

Kakinya membawa ke sebuah tempat yang dua tahun ini jarang ia kunjungi, walaupun sudah malam tetapi Vega tidak takut ke pemakaman. Gadis itu menelusuri jalan kecil, hingga sampailah pada sebuah nama yang sangat ia rindukan.

ARIYAN PRATAMA
BIN
REY PRATAMA
LAHIR: 20 SEPTEMBER 1987
WAFAT: 18 MARET 2018

"Assalamualaikum, Om ... Vega dateng lagi," ucap Vega sembari mengelus batu nisan yang ada di sampingnya.

Ariyan Pratama adalah adik dari Reno, ayah Vega. Meninggal karena sebuah kecelakaan yang sangat tragis. Ariyan meninggal dalam perjalanan saat akan menuju rumah sakit. Vega sangat kehilangan sosok itu, karena Ariyan selalu membela dan selalu melindunginya. Kepergian Ariyan meninggalkan duka yang sangat dalam kepada orang terdekatnya terutama bagi Vega. Lelaki yang sudah Vega anggap sebagai ayahnya sendiri. Sosoknya yang penyayang membuat Vega nyaman berada di samping pria itu, tapi itu dulu. Sekarang, Ariyan sudah berbahagia di sana dan Vega ingin sekali menyusul pria itu.

"Vega kangen Om Riyan."

"Bunda sama Ayah gak suka kalau Vega di sini. Mereka ingin Vega mati, jujur Vega capek, Om. Vega ingin nyusul Om Riyan di surga, Vega udah gak kuat Om," kata Vega lirih.

Menangis, Vega benci setiap ia berkunjung ke sini maka ia akan menangis. Vega ingin memutar waktu dan kembali bersenda gurau dengan pria itu. Namun sayangnya tidak bisa.

Vega mengusap air matanya, sekuat mungkin Vega menahan isakannya tetapi ia tidak sanggup menahan. Isakannya semakin kuat saat kenangan bersama Ariyan kembali berputar dalam otaknya bagai kaset rusak. Vega sangat menyayangi Ariyan.

"Vega di sini cuma dianggep beban. Semua orang gak ngizinin Vega buat bahagia. Semua ingin Vega menderita. Sakit Om rasanya, apalagi sekarang Vega penyakitan."

"Harusnya Om Riyan dulu gak jemput Vega. Mungkin Om masih di sini sama Vega, bahagia sama Vega. Harusnya bukan Om Riyan yang mati, tapi aku."





Tbc

Vote and komen:)

Satu kata buat Vega, biar aku sampein ke dia:)

Spam next?

No siderrr

I'M LONELY (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang