37. Senyumnya

15.7K 1.2K 257
                                    

Saya janji bakal komen di cerita ini! Hayoloh udah janji:v
Komen kalau kalian baper sama part ini:v




Terpukul atas penyakitnya Vega memilih untuk diam semenjak Arkan mendiagnosanya beberapa penyakit yang menyerang mentalnya. Entah mengapa suatu masalah bertubi-tubi menghampirinya, datang seolah Vega tidak layak untuk hidup bahagia.

Ini adalah hari ke empat pasca Vega sadar dari komanya, dan kali ini Vega berada di balkon rumah sakit sendirian, gadis itu menatap pemandangan senja sore hari dengan tatapan sedih. Satu kebiasaan buruk Vega sekarang adalah melamun. Pikiran buruk selalu saja menyelinap masuk ke dalam pikirannya.

"Tidak seharusnya kamu selalu melamun," ucap seseorang sembari membawa beberapa makanan untuk Vega.

Arkan menghampiri Vega dan tersenyum tipis kepada gadis itu, tampan, Arkan tampan jika tersenyum.

"Saya tahu kamu sedang bersedih. Jadi, saya akan mengajak kamu jalan-jalan. Setuju?"

Tidak ada respon, Vega hanya diam saja tanpa menanggapi ajakan Arkan. Semenjak ia mengetahui jika dirinya memiliki penyakit mental, Vega jadi jarang merespon orang yang berbicara padanya kecuali orang terdekatnya. Entahlah, Vega takut dianggap gila.

Arkan menghela nafasnya pelan, lelaki itu berjongkok di hadapan Vega sembari memegang kedua pipi gadis itu. Sementara Vega tetap pada aktifitasnya, melihat senja yang entah mengapa sangat menarik di depan matanya, tanpa mempedulikan Arkan yang tengah menatapnya aneh.

"Saya bicara sama kamu," ucap Arkan sedikit kesal lantaran Vega terus mendiamkannya.

Masih tidak ada respon hingga satu ide muncul di otak Arkan. Lelaki itu menutup mata Vega dengan dasinya lalu menggendong Vega ala bridal style menuju parkiran mobil. Ia tidak mempedulikan teriakan Vega yang minta untuk dilepaskan, karena tujuannya kini hanya satu. Yaitu membuat Vega bahagia.

"Arkan turunin aku," ucap Vega kesal.

"Diam atau saya cium?"

Vega mampu bungkam dibuatnya, lelaki itu lantas memasukkan Vega ke dalam mobil tanpa berniat untuk melepaskan penutup mata yang melekat di kedua mata Vega.

Dengan segera Arkan langsung menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Lelaki itu tidak akan membawa Vega ke tempat yang jauh dari rumah sakit mengingat keadaan Vega yang belum terlalu pulih, ia hanya ingin mengajak Vega ke sebuah tempat yang jaraknya cukup dekat dengan rumah sakit.

Sepuluh menit mereka sama-sama diam hingga akhirnya Arkan memarkirkan mobilnya di sebuah tempat, lebih tepatnya gedung kosong yang menjulang tinggi.

Tanpa melepas ikatan yang menutupi Vega, Arkan menggandeng tangan gadis itu menuju rooftop. Sesampainya di sana Arkan langsung membuka penutup mata Vega, tetapi bukannya merasa takjub atas pemandangan sore hari Vega malah menangis dengan terisak.

Arkan yang melihat itu refleks memeluk Vega sembari mengusap punggung gadis itu agar tenang. Arkan sampai berfikir-fikir, apakah ia salah mengajak Vega ke tempat ini? Padahal niatnya membawa Vega ke sini agar gadis itu bisa melihat senja yang sangat indah, tetapi ia rasa ini salah.

Setelah Vega berhenti dari isakannya Arkan langsung mengusap air mata Vega menggunakan ibu jarinya, lelaki itu menatap kedua mata Vega dengan teduh.

"Kamu kenapa?"

"Aku ingat Archer, dia pernah bawa aku ke sini," jawab Vega jujur.

"Maaf, saya gak bermaksud membuat kamu ingat sama Archer. Tapi jujur, saya sering ke tempat ini saat sedih," ucap Arkan merasa tak enak. Lelaki itu mengajak Vega duduk dengan kedua kaki yang dijulurkan ke bawah gedung.

I'M LONELY (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang