dua

8.1K 445 8
                                    

Dalam perjalanan, Adinda terus terdiam. Tidak seperti biasanya, dia seperti itu.

"Din, lo kenapa si?" tanya Ridho. Ridho merasa tidak tenang jika Adinda terus seperti ini.

"Lu tuh kaya cuaca. Kadang hujan, kadang panas, kadang mending. Lu kadang cerita, kadang ngeselin, kadang nyebelin, kadang ngeselin, kadang gamau ngalah, kadang marah-marah, kadang emosi k--" ucap Ridho yang terus mengoceh.

"Kadang kandang," kesal Adinda.

"Tuh kan. Kan kan kan."

"Lu ada dendam apa sama gue? Mau gue tendang nggak?" ancam Adinda yang menarik kerah baju Ridho.

"Sorry, sorry ya, mulia," ucap Ridho memohon.

Adinda melepas cengkeraman tangannya.

"Rid. Kalau lo dijodohin sama orang yang sama sekali lo nggak cinta, gimana?" tanya Adinda, mode serius.

Ridho memainkan giginya. "Gimana ya?"

"Gue pilih lo sih," jawab Ridho.

"Sumpah lu! Tunggu kiriman santet dari gue."

"Hehehe, maaf."

"Itu kan dijodohkan. Ya, gue terima aja dan berusaha buat cinta sama orang itu agar orangtua bahagia," jawab Ridho.

"Tapi nggak mungkin. Gue tidak bisa melakukan itu, Din. Karena gue cuma cinta lo, dan cinta ini buat gue nggak bisa membuka hati untuk orang lain," batin Ridho.

"Gue pusing!" teriak Adinda.

"Pusing? Emang lo ada di fase itu?" tanya Ridho serius, ia langsung menghentikan mobilnya.

"Enggak kok. Masa... gue nikah. Kalau gue nikah, pasti undang lo," jawab Adinda sedikit terbata-bata.

Ridho hanya mengangguk.

Tak lama, mereka sampai di depan rumah Adinda. Adinda tersenyum dan keluar dari mobil Ridho.

"Dahh. Good night," ucap Adinda.

"Sampai bertemu nanti," balas Ridho.

"Yaudah, selamat malam, cantik," Ridho langsung pergi dan Adinda masuk ke dalam rumah mewahnya.

"Assalamualaikum, Ayah, Bunda."

Andra dan Delvia menatap tajam kepada anaknya. "Kenapa pulang kamari?" tanya Andra.

"Dinda kan anak kalian. Masa tidak boleh pulang ke rumah sendiri?" jawab Adinda santai.

"Dinda, kamu sudah menikah. Satu tahun menikah!" tegas Andra.

"Bun, bolehkan Dinda tidur di sini?" tanya Adinda penuh harap.

Delvia menggeleng. "Tidak, sayang. Kamu harus tinggal sama suami kamu," jawab Delvia.

"Dinda juga mau daf—"

"Kamu pulang dan izin kepada Rafka kalau kamu mau sekolah penerbangan!" potong Andra.

"Ah, Bunda. Pokoknya Dinda mau di sini! Kenapa harus Dinda yang nikah sama Kak Rafka?!" marah Adinda dan pergi ke kamarnya.

Adinda membaringkan tubuhnya di ranjang sambil memegang sebuah foto bersama seorang pria. Foto itu diambil saat Adinda masih sekolah menengah pertama. "Al, bagaimana keadaanmu di sana? Aku merindukanmu, Alfa."

Flashback on
Seorang gadis berambut panjang sedang duduk di pinggir danau. Gadis itu memakai celana jins dan sepatu berwarna putih.

"Hai, Din. Maaf, Alfa lama. Tadi Alfa beli cemilan buat Dinda," ucap Alfa.

Surga yang Di RindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang