Donghyun baru kembali ke kamar pada pukul 11 malam. Menemukan Youngmin tertidur di sisi kasur dengan tangan yang menggenggam jemari Hyunmi. Bahkan bajunya masih sama seperti ketika ia pulang tadi.
Menyesal, seharusnya ia bisa bicara baik-baik. Bukannya main pukul seperti tadi. Marah mengambil alih. Beruntung Hyunmi sedang dalam suntikan penenang.
Akan egois jika ia enggan meminta maaf, lagipula ini juga salahnya.
"Hyung," panggilan itu mengembalikan sadar Youngmin, menyadari kakinya kram. Meringis, yang lebih tua menggosok matanya, berusaha mengenali siluet yang kini membantunya naik ke tempat tidur.
"Aku minta maaf." Ucap Donghyun, mengusap punggung tangan Youngmin. Menciumnya pelan, "Aku... aku hanya---"
Youngmin mungkin setengah mengantuk, tapi ia cukup sadar dengan permintaan maaf Donghyun. Tak menjawab, namun lengannya terulur, mendekap Donghyun. Menyandarkan kepalanya ke ceruk leher sang adik.
"Aku yang minta maaf, aku... gagal menjadi orangtuanya." Youngmin memejamkan mata, menyadari airmatanya sudah mengalir. "Hyunmi pasti kesakitan, itu salahku."
"Ngh?"
Keduanya menoleh, mendapati Hyunmi sudah tengkurap. Menaikkan bokongnya untuk duduk. Maniknya memindai, kemudian terbuka lebar ketika melihat Youngmin. Mulutnya sempat terbuka, lalu tertutup lagi.
Efeknya telah berlalu. Sekalipun Hyunmi berada di ambang kesadarannya, ia masih bisa mengenali orangtuanya dengan baik.
"Sayang," Hyunmi mundur begitu Youngmin berusaha bicara. Maniknya menatap Donghyun panik, meminta tolong.
Ia tidak berlebihan, reaksi panik anak-anak tentu saja berbeda dengan orang dewasa. Bahkan dalam beberapa kasus, mereka bisa saja mengompol tanpa sadar. Atau menyakiti dirinya sendiri meski itu hanya membenturkan kepala.
Anak-anak selalu berusaha untuk bicara, namun semuanya kembali pada kita, sebagai orang dewasa.
Apa kita akan mempercayai dan mau mendengarkan mereka? Atau malah memarahi?
"Sweetheart?" panggil Youngmin lagi.
Hyunmi buru-buru menarik bantal terdekat dengan susah payah. Meletakkan bantal itu di depannya untuk menutupi diri---seolah membangun benteng pertahanan.
Gerakannya menyakiti Youngmin. Sungguh.
"Maafkan Papa."
Diam. Tak ada gerakan berarti, Hyunmi lebih mirip kura-kura di dalam cangkang.
"Sayang," Donghyun mencoba membantu, "Papa ingin bicara, hm?"
Mengintip dari balik bantal yang menutupinya, Hyunmi menatap Youngmin yang sudah basah airmata. Bahkan si kecil bisa mendapati bahwa bibir Youngmin bergetar.
"Hyunmi... takut ya?"
Lalu tangisannya meledak.
Bukan Hyunmi, kok.
Tapi Youngmin.
~Strawberry Sweetheart~
"Sayang, dengarkan Mama."
Manik violet itu beralih, menatap pemuda manis yang kini bertumpu dengan lengannya. Berkedip sekali, menunggu.
"Hyunmi... masih takut sama Papa?"
Ragu. Di sisi lain, dia benar-benar menyayangi Papa-nya. Tapi untuk saat ini, ketakutannya mendominasi. Tentu saja ia masih meratapi lengannya yang jadi korban, juga raut marah Youngmin waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberry Sweetheart || Youngdong/Pacadong
FanfictionAku tak pandai berbasa-basi, tapi aku punya sebuah kisah... Tentang sebuah keluarga kecil, 2 ayah... 1 anak perempuan... (tertawa) kalian tidak salah dengar, kok... keluarga mereka memang, yah... berbeda? Ayo duduk, bagaimana kalau secangkir teh? . ...