Chapter 11

137 55 3
                                    


Weekend adalah hari libur, hari bersantai, hari beristirahat dari kesibukan-kesibukan aktivitas dalam seminggu yang telah dilalui. Sepertinya hari weekend ini Alif akan tetap sibuk karena cafe nya yang berada dekat tepi pantai sekarang sedang ramai-ramainya. Karena banyak yang liburan ke pantai, dan cafe Alif adalah salah satu tempat yang bagus untuk menikmati angin laut, tempatnya yang strategis dan langsung menghadap ke pantai, menu-menu yang disediakan juga enak-enak dengan harga yang pas dikantong. Apalagi cafe ini menjadi tempat favorit para remaja.

"Makanan ini untuk meja 03, anterin Dan"

"Biar saya aja bang" jawab Alif karena dia tidak melihat Dani-waitersnya datang, mungkin sibuk mengurus yang lain, karena memang ini sedang ramai.

"Eh, jangan Lif. Biar yang lain aja" tolak Beni karena ia segan kepada Bosnya ini, masak Bos sendiri yang turun tangan. Tapi Alif tidak pernah menganggap dirinya bos atau bahkan pemilik cafe ini. Karena ia tahu ini semuanya hanya titipan dan Allah sedang memberikannya kepercayaan untuk ini.

"Nggak apa-apa kok bang, yang lain juga lagi sibuk" benar-benar pemilik Cafe yang ramah dan baik. Beni tersenyum melihat Bos nya ini, keramahan dan kebaikan Alif tidak pernah ia ragukan lagi. Mungkin benar usia Alif itu lebih muda darinya tapi cara berpikir Alif itulah yang lebih dewasa, ia sendiri terkadang sering malu jika berhadapan dengan Alif.

Dan ini juga bukan pertama kalinya Alif yang membantu, disaat yang lain sibuk maka dirinya akan turun tangan sendiri. Bagaimana dengan gaji karyawan yang lain? Mereka akan tetap digaji bahkan tak jarang Alif melebihkannya. Begitulah Alif, ia tidak akan pernah pelit jika masalah materi.

Apalagi nanti dirinya akan menggantikan posisi Ayahnya untuk melanjutkan perusahaan. Alif sebenarnya tidak menginginkan itu, ia ingin hidup mandiri dan sukses dengan usahanya sendiri, itu sebabnya ia mulai membuka Cafe yang awalnya ini hanya cafe kecil tapi seiring berjalannya waktu cafe nya mengalami kemajuan dan perkembangan, sampai saat ini cafe nya sudah memiliki banyak cabang di kota ini.

Dan itu dimulai dari awal bahkan dulu ia sempat mengalami keterpurukan, mulai dari tidak adanya dana untuk membiayai, tapi beruntung karena ayahnya meminjamkannya uang yang sebenarnya itu ditolak oleh Alif tapi tidak ada pilihan lain, dirinya mengambil uang itu dan bertekad akan mengganti nya lagi suatu hari nanti. Dan lihatlah sekarang berkat kegigihannya ia sukses dalam bisnis ini.

Umurnya memang masih terbilang sangat muda bahkan masih dianggap kecil, tapi siapa sangka ia bisa mengelola semuanya dengan baik bahkan melebih pemikiran orang dewasa. Dari semua yang telah ia miliki, ia tetap memperlihatkan kesederhanaannya.

"Meja 03 kan bang?"

"Iya" jawab Beni tersenyum ramah. Tidak menunggu lama Alif langsung kesana membawa makanan yang sudah dipesan itu.

"Ini makanannya, selamat menikmati" ucapnya ramah tanpa melihat siapa yang duduk di meja itu. Tetapi yang duduk menyadari bahkan dia berbicara.

"Alif?"

"Aqila?"

"Ehem, iya" kenapa setiap berpapasan dengan Alif dirinya langsung gugup?.

"Ya udah, silahkan menikmati makanannya. Semoga suka" ucap Alif tersenyum yang membuat jantung Aqila semakin berdegup kencang. Setelah itu Alif meninggalkan meja itu, tidak ada yang spesial, Alif menjalankan tugasnya tapi kenapa jantung Aqila tidak baik-baik saja melihat keramahan itu.

"Kamu kenal dia Qil?" Tanya Syafira, kakaknya.

"Hem, iya dia teman sekelas Aqil. Eh, kenapa Alif ada disini, dia bekerja disini?" Tanyanya, ia baru menyadari ini

"Kalo nggak kerja disini, ngapain dia disini? Nganterin makanan pula"

"Iya juga ya, tapi kenapa dia nggak pake baju yang sama kayak mereka kak?" Tanyanya sambil melihat waiter yang lain.

Takdir Yang Menentukan [End] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang