"Gimana Lia? Soalnya mudah ya?" Tanya Alif tiba-tiba dan duduk juga duduk disana dengan jarak yang sedikit berjauhan.
"Mudah pala mu, soalnya aja nggak ada yang ngerti apalagi jawabannya" jawab Lia dengan nada yang sedikit meninggi, mungkin efek dari siap ulangan.
Mereka sekarang sedang duduk di taman depan kelas padahal saat ini adalah jam istirahat tapi mereka lebih memilih duduk disana karena sebelum jam pelajaran dimulai tadi, mereka sudah makan dikantin. Disana tidak hanya ada Lia saja tapi juga Aqila.
"Itu makanya belajar jangan pacaran mulu kerja lu" ledek Alif.
"Enak aja kalo ngomong, gua itu belajar ya! Siapa juga yang pacaran." Lia langsung nyolot tidak terima.
"Yakin? si babang Azhari Lo kemanain?"
"Apasih lif gaje aja" Lia berusaha tidak tersenyum karena mendengar nama Azhari dan Alif tetap saja memojokkannya. Tidak Lia tidak pacaran ia hanya dekat dengan Azhari, tidak lebih.
"Ciee ciee, yang pacaran mah beda ya?" Lagi Alif tetap mengganggu Lia.
"Beda dosanya, kalo pahala udah jelas nggak ada, yang ada dosanya nambah" sambung Alif nyelekit tapi memang benar adanya.
Bukanya Lia tidak tau bagaimana hukum pacaran tapi dia dengan Azhari hanya sebatas teman tidak lebih dari itu.
"Eh, qil Lo tau nggak bude tetangga gue tadi----" Lia menghentikan kalimatnya sambil melihat kearah Alif sekilas.
"Enggak, emangnya kenapa?" jawab Aqila polos sambil menggelengkan kepalanya. Sedari tadi ia hanya menyimak percakapan Alif dan Lia tanpa ada niat untuk ikut berbicara.
"Tau nggak tadi pagi anaknya bude itu na---"
"LIA"
Bugh
"Aduh"
Itu bukan suara tonjokan tapi suara buku yang dilempar Alif tepat mengenai wajah Lia.
Alif menyela nya cepat, gawat jangan sampai ada yang tau. Ni anak harus disumpal mulutnya dulu baru bisa diam.
Hahahahahahaha
yang awalnya Lia ingin marah karena Alif seenaknya melempar dia pakai buku. Jika buku sinar dunia masih mendingan, tapi yang ini buku paket yang mana tebalnya sekitar 300 halaman lebih. Tertunda marahnya ketika melihat Alif yang sudah menahan malu, telinganya memerah, jika sampai Lia melanjutkan kalimat itu sudah dipastikan Alif ingin lenyap saja dari bumi.
"Alif, kenapa Lia dilempar pake buku kayak gitu, itu pasti sakit" ucap Aqila kesal pada Alif, apalagi melihat Lia yang meringis. Sebenarnya ia masih malu untuk bertemu Alif tapi saat ini dirinya kembali pada Aqila yang seperti biasanya hanya untuk menghilangkan rasa kegugupannya.
"Lia emangnya dilempar buku itu geli apa?" Tanya Aqila pada Lia, bukanya marah tapi Lia malah tertawa.
"Nggak ada Qil, tadinya emang sakit sih, tapi lihat ekspresi manusia songong itu nggak jadi" jawabnya sambil menunjuk Alif. Aqila beralih menatap Alif, emangnya ekspresi Alif kenapa?.
Alif pura-pura tidak mendengar ucapan Lia, ia berpura-pura tidak mendengar, seolah-olah lapangan lebih menarik untuk dilihat sekarang daripada melihat Lia dan Aqila yang sedang memperhatikannya, padahal sebenarnya Alif sedang menutupi rasa malunya..
"Emangnya tadi pagi anak bude tetangganya Lia kenapa?" Aqila sudah tau bahwa Alif dan Lia itu bertetangga tapi bude yang dimaksud Lia itu Aqila tidak tau bahwa itu adalah bunda Alif. Dan itu sebabnya ia kembali bertanya karena masih penasaran.
"Jangan dengerin kata-kata Lia itu Qil, anaknya emang rada-rada---" Alif mengangkat telunjuknya sampai kening dan menggerakkan nya disana, seolah menunjukkan Lia itu sinting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Yang Menentukan [End] ✅
Teen Fiction{Part Lengkap} Bagaimana jadinya jika seseorang yang awalnya bersahabat baik tiba-tiba menjadi diam tanpa alasan yang jelas? Waktu demi waktu jarak itu tercipta sangat jauh. Itulah yang dirasakan oleh Afifah Mariah Aqila seorang perempuan manis nan...