Masih pagi-pagi sekali Raka sudah sampai disekolah, belum banyak yang datang bisa dihitung yang ada didalam kelas masih dua orang dan bertiga dengan dirinya. Tidak, Raka datang pagi bukan untuk menggoda ataupun merencanakan niatnya untuk menggoda, tapi kali ini dia datang sepagi ini hanya untuk menyalin tugas, tugas yang disuruh minggu kemaren sampai saat ini belum ia kerjakan. Mungkin tidak hanya dirinya yang belum mengerjakan masih banyak yang seperti itu.
Raka memang bukan murid yang rajin atau bahkan pintar tapi jika menyangkut tugas dia tidak akan pernah meninggalkanya, karena ia tahu perilaku dan sikapnya mungkin tidak mendukung apalagi otaknya, namun setidaknya dirinya melengkapi semua tugas.
"Nindi, tunjukkin gue tugas matematika yang dikasih minggu kemaren dong" inilah salah satunya cara agar ia tetap membuat tugas, biasanya Alif akan menunjukkannya tapi semenjak tadi malam Alif tidak bisa dihubungi, bagaimana dengan Reno? Sama saja dengan dirinya yang tidak paham akan rumus-rumus angka.
"Lo belum buat? Astaghfirullah. Ck.ck" jawab Nindi geleng-geleng kepala.
"Emangnya Lo udah buat apa?"
"Udah dong, namanya aja Nindi" ucapnya menyombongkan diri.
"Sombong amat Lo jadi orang. Nyalin punya orang aja bangga lo" mulai, kata-kata pedas Raka keluar.
"Songong amat sih Lo, udah nyalin Pr orang bukannya berterima kasih tapi Lo malah belagu. CK"
"Ingat ya gue belum nyalin. Lagian Lo belum ngasih bukunya. Dan gue semakin yakin kalo Lo juga nyalin" Raka mulai ngegass.
"Udah-udah, berisik tau nggak kalian. Masih pagi udah ribut, gimana sih. Dan Lo Raka ni buku gue, salin cepat. Jangan ngajak ribut pagi-pagi. Bikin otak gue sakit lihat kalian" Devia menengahi. Hayoo lah, masih pagi-pagi begini orang-orang disekitarnya sudah menguras emosi. Raka mengambil buku yang disodorkan Devia ke arahnya.
"Thanks Vi" ucapnya yang dijawab deheman oleh Devia. "Lo ikhlaskan?" Tanya Raka menyakinkan karena Devia hanya menjawabnya dengan malas.
"Coba aja gue minta ke Lo tadi, gue nggak perlu buang tenaga ngehadapin nenek lampir" gumamnya.
"Apa Lo bilang? Gue dengar ya" teriak Nindi dari bangkunya.
"Nah kan, mulai lagi" jawab Raka. Mendengar itu Devia hanya tertawa. Dua makhluk didepannya ini benar-benar tidak pernah akur sama sekali.
"Yaudah, Lo salin aja cepat nanti bel berbunyi" Devia menghentikan debat kecil itu lagi dan menyuruh Raka kembali duduk di bangkunya.
"Lo gimana sih Vi, tu orang jangan dikasih contekan" Nindi menegur Devia yang menurutnya terlalu baik karena mengasih Raka contekan.
"Heii, Via itu baik nggak sama kayak Lo yang pelit. Via, Lo jangan dekat-dekat dengan Dia, nanti Lo ketularan virus nyerepetnya" teriak Raka tanpa mengalihkan pandangannya pada buku yang sedang ia tulis. Sedangkan Nindi kembali dibuat kesal oleh ucapan Raka.
"Isshh, menyebalkan banget tu sih orang" gerutunya sambil mengepalkan kedua tangannya. "Udah, jangan diladeni. Biarin aja" kata Devia.
"Assalamualaikum. Eh tumben Lo datang sepagi ini" tegur Bilal ketika ia melihat Raka yang sudah duduk manis di mejanya sambil memegang buku pula.
"Lo ngerjain apaan?" Tanyanya. "Nyalin tugas".
"Tugas apa?--oh matematika ya? Gue juga belum siap. Duh, coba gue tengok-- Ni punya siapa?" Katanya pusing sendiri.
"Via"
"Vi, gue tengok ya. Makasih" Bilal menjawab sendiri tanpa mendengar jawaban Devia. Akhirnya Devia hanya pasrah dan membiarkan saja. Ya sudahlah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Yang Menentukan [End] ✅
Teen Fiction{Part Lengkap} Bagaimana jadinya jika seseorang yang awalnya bersahabat baik tiba-tiba menjadi diam tanpa alasan yang jelas? Waktu demi waktu jarak itu tercipta sangat jauh. Itulah yang dirasakan oleh Afifah Mariah Aqila seorang perempuan manis nan...