Chapter 12

123 55 6
                                    


"Ada apa bang? Kenapa rame disana?" Tanya Alif ketika Beni kembali ke tempatnya.

"Dani tidak sengaja menumpahkan jus kepada pelanggan perempuan itu, untung saja mereka baik tidak mau diganti" helaan nafas panjang terdengar dari Beni. Hari ini dia sungguh capek karena banyak pelanggan ditambah lagi dengan masalah barusan. Alif merespon dengan tersenyum, melihat itu Beni bertanya.

"Ada apa? Kenapa senyum-senyum begitu?" Beni sudah akrab dengan Alif bahkan dirinya sudah menganggap Alif itu adiknya sendiri. Adik yang lebih hebat dari dirinya.

Sebenarnya Alif sudah melihat apa yang terjadi bahkan juga mendengar ucapan mereka. Sekarang Alif lah yang dibuat kagum dengan kebaikan Aqila, awalnya ia berpikir Aqila itu sama saja dengan yang lain karena sering memperhatikannya dari kejauhan. Alif tidak bisa bohong bahwa ia sering sekali mendapati Aqila yang melihat kearahnya tapi ia hanya berpura-pura biasa saja dan berpura-pura tidak mengetahuinya.

Sudah pernah dibilang sebelumnya bahwa Alif itu peka terhadap sekitarnya hanya saja ia memilih diam saja. Itulah sebabnya Alif menilai Aqila sama seperti yang lainnya. Tapi melihat ini pikiran buruk itu terpatahkan oleh satu kenyataan bahwa Aqila tidak seperti itu. Mungkin Aqila sering memperhatikan dirinya karena ada yang aneh pada dirinya. Anggap saja Alif sedang berusaha berprasangka baik pada Aqila.

Dan pertanyaan tadi hanya basa basi saja.

"Nggak ada,--eh bang Dani kenapa? Sakit?" kata Alif kepada Dani, sebenarnya itu hanya alibi agar terhindar dari pertanyaan Beni selanjutnya. Tapi ketika dirinya melihat Dani yang pucat rasa khawatir langsung muncul.

"Nggak kok lif, cuma lagi nggak enak badan aja, tapi Abang masih kuat kok" jawabnya tersenyum menguatkan dan menyakinkan Alif.

"Kalo sakit jangan dipaksain bang, lebih baik Abang istirahat aja dulu. Nanti dari nggak enak badan jadi sakit yang lebih serius jika dipaksakan bang. Atau abang beli obat dulu dan istirahat sebentar". Tutur Alif panjang lebar, karena dirinya khawatir melihat Dani yang pucat seperti ini. Mimpi apa Dani sampai bisa memiliki Bos sebaik dan seperhatian Alif.

"Terimakasih ya Lif, Abang akan beli obat" senyum Dani mengembang walau disana masih terlihat wajah pucat nya.

"Ya udah, Abang pergi sana gih beli obatnya habis itu jangan lupa istirahat".

"Kalo Abang istirahat, nanti siapa yang melayani pelanggan" Jujur, Dani sangat segan apalagi meninggalkan pekerjaan yang sekarang tempat ini sedang ramai-ramainya.

"Biar yang lain gantiin, Abang istirahat aja. Kalo nanti Abang sakitnya lebih parah, Alif yang nggak akan bisa cari pengganti Abang."

"Jangan didoain gitu dong. Doa'in biar sembuh bukan malah sebaliknya" tegur Beni yang membuat Alif terkekeh. "Bercanda bang, semoga bang Dani cepat sembuh kembali" tambahnya.

"Nah gitu dong, beruntung kamu Dan. Kalo aku yang jadi Bos mungkin dirimu sudah berhenti" kata-kata Beni itu membuat Alif melayangkan tinjunya ke lengan Beni. Walau tidak kuat tapi membuat Beni meringis.

"Kalo Alif sekarang berubah jadi jahat mungkin mendengar kata-kata tadi akan langsung membuat mu berhenti bang" ucap Alif yang membuat Beni dan Dani terkekeh. Mereka hanya bercanda.

"Ya jangan gitu dong, nggak ada keadilan namanya kalo gitu" komentar Beni, mana mau dirinya diberhentikan seperti ini.

"Keadilan apanya? Apanya yang kurang bang?"

"Yang kurang hanya satu, yaitu ISTRI" dengan menekankan kata istri diakhir kalimatnya. Alif tidak habis pikir kenapa Beni tiba-tiba minta istri, pada Alif lagi.

"Yee, emang Alif disini ngadain take me out apa. Disini itu cafe bang bukan ajang pencarian jodoh" Dani hanya terkekeh mendengar percakapan dua orang itu. Apalagi Alif menguatkan suaranya ketika mengatakan ini bukan ajang pencarian jodoh.

Takdir Yang Menentukan [End] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang