Chapter 24

104 28 14
                                    

Izinkan aku menebus kesalahan itu dengan cara memintamu pada orang tuamu untuk menjadikan dirimu sebagai pendamping hidupku satu-satunya hingga ke surga

Muhammad Alif Mudzakky

__________

Disinilah Aqila, Lia dan Zahira sekarang di dalam mushola sekolah setelah melaksanakan sholat Dhuha.

Hiks, hiks, hiks

"Jangan terlalu dipikirin kata-kata mereka, kami selalu ada bersama mu." Zahira membawa Aqila kedalam pelukannya untuk memberikan ketenangan.

"Menangis lah Qil, tumpahkan semua kesedihan mu" kata Zahira sambil mengusap punggung Aqila. Dan Aqila makin menangis sejadi-jadinya.

Seorang yang akan melindungi dengan tangannya, seorang yang akan siap beradu mulut jika itu menyangkutnya, seorang yang akan memeluk dan memberikan kehangatan jika itu akan menenangkannya dan seseorang itulah yang disebut sahabat.

Sahabat tidak akan pernah menikam sahabatnya dari belakang karena tugas sahabat adalah selalu mensupport nya dari belakang bukan yang hanya datang ketika sukses sudah diraih saja.

Ya, Aqila sudah tau kenyataannya sekarang, jadi pertanyaan yang ia pikirkan semenjak tadi pagi satu persatu sudah terjawab. Entah apa yang membuat ia menangis, sementara Alif pun sudah meminta maaf padanya dan Alif menjelaskan semuanya tanpa ada yang tertinggal sedikitpun.

Alif menjelaskan bahwa selama Aqila libur Alif lah yang meluruskan kesalahpahaman yang dilihat oleh siswa sekolah, guru-guru tidak ada marah yang ada guru juga membantunya. Sebenarnya disini tidak ada yang salah, Alif melakukan itu karena peduli tapi pihak yang tidak menyukai itulah yang memperbesar masalah dengan menyebarkan hoax.

Setelah Alif sholat dia menghampiri Aqila dan teman-teman nya, kebetulan mushola itu lengang karena yang sholat Dhuha tidak banyak, biasanya setelah melaksanakan sholat Dhuha mereka langsung ke kelas tapi untuk saat ini tidak. Alif memberi kode pada Zahira agar Aqila berhenti menangis dan melihat keberadaan Alif disitu, bahwa Alif juga ingin bicara.

"Qil, gimana udah baikan?! ada seseorang yang ingin bicara pada Aqil loh ini" goda Zahira sambil melihat Alif.

"Udahlah Qil, nanti makin jelek Lo" Aqila melepaskan pelukannya dan menatap kesal pada Zahira. Mereka sekarang masih mengenakan mukena. "Nggak ada yang mau bicara sama Aqil, orang udah menjudge Aqil ini murahan" lagi dan lagi air mata itu menetes tanpa bisa dihentikan.

"Siapa bilang seperti itu" Alif angkat bicara dan Aqila sangat terkejut, ia mencari suara itu ternyata Alif tepat dibelakang Aqila didepannya Zahira dan Lia. Aqila buru-buru menghapus air matanya seolah-olah dia tidak apa-apa.

"Qil, Alif bertanya itu, ayok dijawab?" Tegur Lia, karena dari tadi Aqila hanya diam menunduk, ia berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh kembali.

"Qil, kan udah gue bilang jangan dengerin kata-kata mereka jika itu tidak benar. Waktu itu Aqil nggak salah, mana ada orang pingsan yang sadar? Kan nggak ada. Sama, waktu itu apakah Aqil tau kalau Abang gendong Aqil?" kata Alif yang memelankan kata "gendong" di akhir kalimatnya.

Aqila terdiam, benar disini tidak ada yang salah tapi hatinya yang belum ikhlas karena ada seorang laki-laki yang telah menyentuhnya, tapi ia tetap menjawab gelengan pertanyaan Alif.

"Apa Qila belum memaafkan Abang?" Tanya Alif. Aqila memberanikan diri menatap lawan bicaranya walaupun mata dan hidungnya masih merah.

"Nggak, Aqil nggak marah sama Alif, Aqil mau terima kasih karena sudah bantu Aqil waktu itu." jelasnya dan setelah itu ia menunduk kembali dan memejamkan matanya kuat-kuat agar air itu tidak terjatuh lagi.

Takdir Yang Menentukan [End] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang