Sekarang saatnya jujur, yang kecewa, yang lelah, yang tak tahu kapan harus istirahat, kau boleh marah, boleh menyendiri barang sejenak, boleh menangis, boleh meminta bantuan. Kau tak harus terus baik-baik saja. Tidak masalah jika kau tidak baik-baik saja. Terima, akui, lalu lepaskan.
———S.M———
"Sekarang kau tahu alasan kenapa aku mengajakmu menikah, padahal saat itu kita belum saling mengenal..." Hanbin menjeda kalimatnya sambil menatap langit malam di atas kepalanya.
"Sebenarnya aku juga merasa bersalah pada Jiwon tentangmu. Dia masih mencintaimu meski sudah 20 tahun kalian tidak bertemu. Tapi lagi-lagi sikap iriku pada anak itu mengalihkan segalanya.
Aku pernah berjanji akan mengembalikan semua milik Jiwon padanya. Tapi untuk satu hal saja..... aku harap aku tetap bisa memilikinya seumur hidupku. Aku harap aku bisa memilikinya untuk diriku sendiri, tanpa khawatir harus membaginya dengan Jiwon."
Jisoo masih tak bisa mengalihkan atensinya dari pria itu. Beberapa waktu lalu, di bawah langit ditemani binta yant berkedip samar. Hanbin baru saja membuka luka yang selama ini dia simpan sendirian. Bahkan kedua mata Jisoo masih terasa basah akibat menangis mendengar cerita suaminya.
Bagaimana pria sesempurna Hanbin bisa menyimpan lubang sedalam itu dihatinya. Jisoo tak sanggup membayangkan bagaimana sakitnya hati Hanbin selama ini. Delapan tahun adalah usia yang terlalu dini untuk mengemban masalah serumit itu. Bagaimana Hanbin bisa menyembunyikan lukanya serapat itu sampai sekarang?
"Aku tidak bisa melepaskanmu, Ji. Bahkan jika kau memiliki perasaan pada Jiwon sekalipun... aku tidak akan pernah bisa kehilangan dirimu. Aku bisa kehilangan semua hal dalam hidupku, tapi tidak denganmu." Jisoo menatap sendu ke arah suaminya dalam diam. Ia berusaha mencari sesuatu dari manik legam Hanbin yang saat ini juga tertuju padanya.
"Aku akan mengatakan ini sebanyak yang kau inginkan. Aku akan terus mengatakannya sampai kau yakin bahwa aku tak akan pernah meninggalkanmu, Bin... Aku mencintaimu, sekarang atau nanti. Aku ingin hidup bahagia seterusnya bersamamu dan anak kita."
Jisoo meraih jemari Hanbin dan mengikis jarak diantara mereka. Ia meletakkan tangan sang suami di atas perutnya. Kemudian menunjukkan senyum terindah yang ia miliki.
"Kau pasti menyukai ini." celetuk Jisoo sembari mengelus tangan Hanbin di atas perutnya. Pria itu mengernyitkan dahi tak paham. Namun detik berikutnya, Hanbin tersentak. Ia merasakan tendangan kecil dari dalam perut istrinya. Seketika Hanbin langsung menatap Jisoo dengan mata berkaca-kaca.
"D-dia... sudah bisa menendang?" tanya Hanbin ragu. Jisoo menarik sudut bibirnya lebih lebar kemudian mengangguk.
"Eotte?"
Hanbin yang awalnya terlihat sangat muram, perlahan mulai tersenyum tipis. Jisoo bisa melihat wajah terharu pria itu dengan jelas. Ia ingin terus melihat suaminya tersenyum seperti sekarang. Ia tahu menghapus luka di masa lalu bukanlah perkara mudah. Tapi, setidaknya Jisoo ingin memberi kebahagian itu pada Hanbin. Hingga rasa sakit dari luka masa kecilnya bisa sedikit tersamarkan.
"Terimakasih, Ji." Hanbin tersenyum kemudian membawa Jisoo kedalam pelukannya. Jisoo membalas pelukan itu lebih erat. Tidak ada kata yang cukup pantas untuk menggambarkan perasaan mereka saat ini. Yang jelas Hanbin merasa lega bisa menceritakan semua masalahnya selama ini pada Jisoo.
YOU ARE READING
✔ Beauty & The Jerk
Fanfiction[BINSOO STORY] Jisoo selalu kesulitan menggambarkan sosok Hanbin. Kesempurnaannya terbungkus rapi hingga membuat siapa saja yang melihat tak akan menyangka jika pria itu menyimpan kotak hitam didalam rongga hatinya. Bahkan ikatan pernikahan tak mamp...