Jangan menilai orang hanya berdasarkan 'katanya'.
*****
Jam istirahat telah tiba. Clara dan Arvan telah menyelesaikan hukumannya yaitu membersihkan seluruh toilet di lantai atas dan lantai bawah.
Clara sungguh merasakan badannya yang amat remuk karena lelah. Clara ingin segera ke kelas dan tidur disana.
Kini, Clara sudah sampai di kelas dan duduk disebelah Adara.
"Kena hukuman apa lagi kali ini?" tanya Adara yang masih sibuk mencatat materi yang ada di papan tulis.
Clara menoleh ke arah Adara, "Kok lo tau kalo gue dihukum?"
"Gue lihat lo masuk ruang BK,"
"Emang gila ya tuh Bu Tya. Guru kagak ada hatinya sama sekali. Ya kali gue disuruh bersihin toilet dari lantai atas sampe lantai bawah. Gila kan?!" omel Clara.
"Kalo gue sih setuju sama Bu Tya,"
"Hah? Maksud lo? Lo seneng gitu kalo gue kecapekan karena hukuman dari guru BK gak punya hati itu?"
Adara menghela napasnya panjang, "Ra, lo mau sampe kapan sih telat mulu. Gue udah berkali-kali ngingetin lo kalo berangkat tuh lebih awal. Jangan mepet, lo kaya gak tau Jakarta aja gimana macetnya,"
"Lo udah ngelakuin kesalahan beberapa kali tapi gak pernah buat lo jera. Makanya, makin lama hukuman lo juga makin berat kalo lo masih gak mau berubah, Ra,"
"Gue udah berusaha ngebut, Dar. Tapi emang gerbangnya aja tuh yang tutup kecepetan,"
"Pake nyalahin gerbang lagi lo. Lo salah akuin aja deh, Ra,"
"Iya-iya gue salah. Puas?!"
Adara terkekeh mendengar jawaban Clara.
Clara menelungkupkan kepalanya di atas meja dan mulai memejamkan matanya."Ra..." panggil Adara.
"Hmm..." balas Clara yang masih menutup matanya, tetapi masih bisa mendengar jika ada yang berbicara dengannya.
"Kak Sherly telfon gue tadi malem,"
Clara terkejut, ia kembali duduk dengan tegap dan menatap mata Adara.
"Ngapain lagi dia?" kini, nada Clara tak lagi seperti tadi. Nadanya menunjukkan kebencian jika ada yang menyebut nama orang itu."Katanya dia ngehubungin lo tapi gak pernah lo jawab. Dia cuma pingin tau kabar lo, Ra," ujar Adara.
"Bullshit!"
"Ra, lo kenapa benci banget sama Kak Sherly? Dia sama kaya lo, Ra. Dia cuma korban."
"Udahlah, Dar. Gak usah bahas dia ataupun yang berhubungan dengan dia. Gue males dengernya."
"Satu lagi.. Jangan pernah lo kasih tau apapun tentang gue, termasuk kabar gue sekalipun. Atau kalo perlu, lo bilang aja ke dia kalo gue udah mati!"
"Ra, lo gak boleh ngomong gitu. Omongan iu doa. Lo harus jaga bicara lo!" ujar Adara.
"Makanya lo diem aja kalo gak tau apa-apa, Dar!"
Clara berdiri dan berniat beranjak dari sana. Ia semakin tidak mood untuk mengikuti pelajaran jika sudah ada yang membahas tentang ini. Pikirannya benar-benar kalut. Ia benci dengan semua yang berhubungan dengan hal itu.
"Ra, mau kemana?" tanya Adara saat melihat Clara akan pergi.
"Cabut!" balas Clara lalu ia segera pergi dari kelas dan meninggalkan Adara sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARA
Fiksi RemajaSetelah bertemu kamu, luka terasa lebih ringan - Clara Silviana Dirgantara Clara Silviana Dirgantara, gadis yang awalnya sangat ceria, humble dan nyaris tak pernah melanggar peraturan kini berubah 180°. Itu semua disebabkan oleh kondisi keluarganya...