CHAPTER 15 | OLIMPIADE (1)

644 43 8
                                    

Adara bergegas mengganti pakaiannya dan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi. Setelah menerima telfon dari Arvan, Adara sangat panik karenanya. Arvan bercerita bahwa Clara hampir saja bunuh diri. Adara hanya memiliki Clara sebagai sahabat terbaiknya untuk saat ini. Adara juga tak mau jika kehilangan Clara.

Clara lah yang selalu mengerti Adara. Disaat Adara sedang sedih dan down, Clara yang selalu berada disampingnya dan menyemangatinya. Padahal, Adara sendiri tahu bahwa kondisi keluarga Clara saat ini benar-benar berantakan.

Dulu, saat SMP, Clara juga pernah melakukan hal seperti ini. Adara membujuknya susah payah agar Clara tak lagi melakukan hal diluar nalar seperti itu. Adara sempat berhasil saat itu. Namun, Adara tak menyangka jika kejadian itu akan terulang kembali sekarang.

Setelah sampai di rumah Clara, Adara segera berlari menaiki tangga dan menuju ke kamar Clara. Lalu, ia segera masuk ke dalam kamar gadia itu karena pintunya yang sudah terbuka.

Adara melihat Arvan dan Clara yang sedang berbincang disana. Adara segera mendekat ke arah Clara dan memeluk tubuh Clara.

"Lo kenapa sih harus ngelakuin kaya gini lagi? Lo mau tinggalin gue? Lo tega sama gue, Ra!" ujar Adara sembari terisak.

Clara hanya diam tak menjawab ucapam Adara sedikitpun. Sesungguhnya Clara juga bingung harus menjawab apa. Clara tak mau meninggalkan Adara, tetapi Clara juga lelah menghadapi hidup yang semakin lama semakin berat. Apalagi dengan kedatangan Sherly beberapa hari lalu.

Adara melepas pelukannya dan menatap ke arah Clara yang saat ini menundukkan kepalanya, Clara tak berani menatap ke arah Adara.

Adara menarik dagu Clara agar gadis itu mau menatapnya. "Jawab gue, ada apa?" tanya Adara pada Clara.

"Ehmm, gue balik dulu ya. Gue belum pulang daritadi. Titip Clara, Dar," ujar Arvan pada Adara. Arvan mengerti dengan keadaan saat ini. Mungkin saja Clara butuh seorang teman yang benar-benar ia percayai untuk tempat bercerita.

"Oke, thanks Ar, udah datang buat Clara," balas Adara.

"Iya. Gue pamit ya,"

"Ar, makasih." lirih Clara.

Arvan hanya tersenyum sembari mengangguk. Lalu, ia segera melangkahkan kakinya keluar kamar dan pulang ke rumahnya.

"Ra, cerita sama gue, ada apa sebenernya?" tanya Adara.

Clara menceritakan semuanya yang terjadi di rumahnya beberapa hari lalu. Tentang Sherly yang tiba-tiba datang bersama mamanya, juga tentang papanya yang melulu sibuk tentang pekerjaannya.

Adara mengerti cerita Clara dari awal sampai akhir. Sampai saat ini pun, hanya Adara lah tempat Clara bercerita. Orang yang selalu berada di samping Clara dan orang yang setia mendengarkan keluh kesah Clara.

"Gue minta lo jangan ngelakuin hal kaya gitu lagi, Ra. Masih banyak yang sayang sama lo. Termasuk gue. Gue nggak mau kehilangan lo, Ra." ujar Adara terisak. "Gue mohon jangan lakuin itu lagi. Demi gue," tambahnya.

Clara merasa hatinya berdenyut melihat sahabat terbaiknya menangis dan itu semua karena ulahnya.

"Maafin gue, Dar," ujar Clara.

Adara menggeleng, "Lo nggak salah. Gue hanya mau lo nggak ngelakuin hal itu lagi," ujarnya. "Janji?" Adara menegakkan jari kelingkingnya sebagai simbol perjanjian.

Clara tersenyum, "Iya janji. Maafin gue."

"Gue bakal maafin lo tapi dengan satu syarat," ujar Adara.

Clara mengerutkan keningnya, "Syarat? Apa?" tanyanya.

CLARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang