Setelah dinyatakan bisa melewati masa kritisnya, kini Clara sudah dipindahkan ke kamar rawat kembali. Namun, Clara masih belum membuka matanya karena masih dalam masa pemulihan pasca operasi. Mungkin sekitar satu hari atau dua hari lagi.
Arvan, Adara, Calvin, dan Iqbal izin pulang terlebih dahulu untuk membersihkan tubuh mereka. Mereka juga berkata bahwa akan kembali lagi sekitar nanti sore.
Kirana dan Angga tak henti-hentinya berterima kasih kepada teman-teman Clara yang sudah membantu mencarikan donor untuk Clara.
Arvan, Adara, Calvin dan Iqbal pun berjalan beriringan keluar rumah sakit. Mereka segera menuju ke parkiran untuk mengambil mobil Adara yang sejak kemarin mereka pakai untuk berkeliling dan mencari PMI.
"Gue mau Bianca dihukum setimpal sama apa yang dia perbuat. Gue udah nggak punya toleransi buat dia lagi." cetus Arvan tiba-tiba.
"Gue setuju. Ini udah tindakan kriminal. Dia mau ngebunuh Clara." timpal Adara.
"Lo ada bukti, Ar?" tanya Calvin.
"Nah itu masalahnya. Gue nggak punya bukti. Kejadian kemarin terlalu cepat. Setelah dia dorong Clara ke tengah jalan, dia lari gitu aja." jawab Arvan.
"Harus cari buktinya dulu berarti Ar. Kalau udah dapat langsung deh laporin ke polisi. Biar kapok tuh dia." ujar Iqbal.
"Caranya gimana dapetin bukti itu?" tanya Arvan.
Mereka semua tampak berpikir bagaimana cara untuk mendapatkan bukti yang menyatakan bahwa Bianca lah biang dari semua ini.
"Gue tau." ujar Calvin yang membuat semuanya menoleh ke arahnya.
"Gimana?"
*****
Sekitar pukul 4 sore hari, Arvan telah bersiap untuk ke rumah sakit lagi. Dia sudah memiliki janji dengan Adara untuk berangkat bersama. Sebenarnya mereka tak langsung ke rumah sakit, namun mereka akan menjalankan misi untuk mendapat sebuah bukti terlebih dahulu.
Tadi, Calvin telah menjelaskan tata cara untuk mendapatkan bukti itu. Arvan dan Adara lah yang diminta untuk melaksanakan aksinya. Tujuannya agar Bianca tak curiga jika Calvin atau Iqbal yang menemuinya.
Arvan dan Adara telah on the way menuju rumah Bianca. Adara hanya berdoa di dalam hati agar misinya berjalan dengan lancar. Adara juga tak terima jika Bianca memperlakukan Clara seperti ini. Dendam boleh, tapi jangan sampai melanggar hukum.
Sesampainya di rumah Bianca, Adara mengetuk pintu rumah itu. Tak lama kemudian, Bianca sendiri yang membukakannya.
"Oh kalian. Ngapain ke rumah gue?" tanya Bianca sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
"Bisa ngobrol sama lo bentar?" tanya Adara hati-hati.
"Ngobrol apa?" tanya Bianca.
"Nggak disuruh masuk dulu?" sindir Arvan.
"Oh, yaudah masuk aja." ujar Bianca yang mempersilahkan Arvan dan Adara masuk ke rumahnya dan duduk di sofa berwarna cream di ruang tamunya.
"Mau bicara apa?" tanya Bianca to the point.
"Kenapa sih lo masih aja dendam sama Clara? Lo nggak cukup ya buat dia menderita selama ini?" tanya Adara.
Bianca mengerutkan keningnya. "Lo ngomong apa sih, Dar? Gue nggak ngerti." ujarnya.
"Udahlah Dar nggak usah basa-basi." sahut Arvan. Arvan ganti menatap ke arah Bianca. "Lo kan yang dorong Clara sampai dia ketabrak truk kemarin?" tanyanya.
Bianca terkejut bukan main dengan pertanyaan Arvan tiba-tiba. Bianca kira kejadian kemarin tidak ada yang melihatnya, bahkan Arvan sekalipun karena cowok itu sedang membelakangi Clara. Bianca juga sudah berlari setelahnya. Namun, ternyata Arvan masih tetap melihat jejaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARA
Teen FictionSetelah bertemu kamu, luka terasa lebih ringan - Clara Silviana Dirgantara Clara Silviana Dirgantara, gadis yang awalnya sangat ceria, humble dan nyaris tak pernah melanggar peraturan kini berubah 180°. Itu semua disebabkan oleh kondisi keluarganya...