Operasi Clara akan dilaksanakan siang ini. Sekitar pukul 12 siang. Arvan, Adara, Calvin, dan Iqbal tidak pulang sama sekali sejak kemarin. Bahkan, mereka tidak tidur hanya untuk mencari lokasi-lokasi PMI yang mempunyai persediaan stok darah yang banyak.
Kirana sudah menyuruh untuk pulang saja terlebih dahulu, namun mereka semua menolak. Mereka ingin menunggu kabar bahwa Clara dalam keadaan baik-baik saja. Barulah mereka bisa pulang ke rumah dengan tenang.
Pukul 12 siang tepat, Clara dibawa ke kamar operasi. Semua yang ada disana menunggu dengan cemas. Berharap sesuatu yang baik saat ini berada di pihak Clara. Clara gadis yang baik, pastilah ia mendapat takdir yang baik pula.
2 jam sudah lamanya operasi berlangsung namun lampu yang menyala diatas ruang operasi belum juga dimatikan yang bertanda bahwa operasi belum selesai. Separah itukah kondisi Clara sampai operasi berlangsung se lama ini?
Tak lama kemudian, lampu merah yang ada diatas ruang operasi itu mati yang membuat semuanya tersentak dan berdiri ketika dokter yang melakukan operasi sudah keluar.
"Dok, gimana keadaan anak saya? Operasinya berhasil kan? Dia sembuh kan?" tanya Kirana beruntun karena tak sabar menunggu jawaban dokter itu.
"Iya dok, gimana keadaan adik saya?" Kini Sherly juga ikut menanyakan keadaan sang adik.
"Maaf..." Kata itu yang pertama kali diucapkan oleh sang dokter. Semua yang ada disana pun terkejut atas apa yang diberikan oleh dokter itu.
"Maaf kenapa dok? Anak saya nggak papa kan?" tanya Angga yang mulai panik.
"Tubuh Clara terlalu lemah. Imunitasnya menurun. Donor darah yang dibawa tadi sudah terlambat. Kita sudah berusaha semaksimal mungkin tapi ternyata Tuhan berkehendak lain."
"Maksud dokter apa? Jangan ngada-ngada dok! Clara itu kuat. Dia pasti sembuh!!!" teriak Sherly memarahi dokter itu.
Adara, Kirana sudah mulai terisak ketika mendengar penjelasan dokter itu. Tak sanggup rasanya mendengar penjelasan tambahan lagi. Namun, mereka juga ingin tahu apa yang terjadi dengan Clara.
"Clara sudah tiada." ujar dokter itu yang membuat semuanya menatap terkejut.
Sherly menggelengkan kepalanya, air matanya sudah jatuh sejak tadi. "Dokter bohong! Clara masih hidup!" teriaknya, lalu ia segera masuk ke dalam kamar operasi tanpa izin dokter.
"Sherly!" panggil Angga, lalu ia segera mengejar Sherly dan masuk ke ruang operasi.
Sherly dan Angga melihat wajah pucat Clara yang sudah tak bernyawa terbaring diatas kasur rumah sakit. Disana juga masih ada beberapa suster yang membantu proses operasi Clara. Mereka sedang membereskan beberapa alat yang selesai digunakan.
Sherly berlari mendekat ke arah Clara dan memeluk tubuh Clara yang tak bergerak sedikitpun itu. "CLARA BANGUN CLARA. KAMU MASIH HIDUP KAN? KAMU NGGAK BAKAL NINGGALIN KAKAK SENDIRIAN. AYO BANGUN, RA!" teriak Sherly sambil menggoyang-goyangkan tubuh Clara.
Sherly meletakkan kepalanya diatas dada Clara, ia menangis disana. Sesekali ia menggoyang-goyangkan tangannya di tubuh Clara dan berharap mendapat respons dari adiknya itu.
"CLARA BANGUN!!!" teriak Sherly lagi. "Kamu janji sama kakak kalau kita bakal sama-sama terus. Kakak udah kembali kesini Ra. Buat kamu. Ayo bangun tolong!!!" ujarnya lagi.
Hati Angga teriris melihat semua ini. Sherly begitu menyayangi Clara. Angga juga yakin Clara pun begitu. Clara pasti sangat sayang pada Sherly. Namun, Tuhan berkata lain. Lagi-lagi Sherly harus dipisahkan kembali dengan Clara. Kali ini lebih menyakitkan, dipisahkan di alam yang berbeda.
"Clara, kakak mohon kamu bangun." ujar Sherly yang suaranya terdengar semakin melemah, air matanya masih terus mengalir membasahi pipinya.
Arvan, Adara, Iqbal, Calvin dan Kirana pun ikut masuk ke dalam ruangan itu. Tangis dari semua orang yang ada disana menyelimuti. Mereka sangat amat kehilangan Clara.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARA
Teen FictionSetelah bertemu kamu, luka terasa lebih ringan - Clara Silviana Dirgantara Clara Silviana Dirgantara, gadis yang awalnya sangat ceria, humble dan nyaris tak pernah melanggar peraturan kini berubah 180°. Itu semua disebabkan oleh kondisi keluarganya...