Arvan berjalan menyusuri koridor sekolah. Suasana pagi ini sudah terlihat ramai karena beberapa siswa sudah datang di sekolah. Hari ini, Arvan tak datang untuk menjemput Clara karena semalam Clara bilang jika ia tak mau dijemput olehnya. Arvan hanya mengikuti kemauan gadis itu saja. Bagi Arvan, lebih baik ia menurut daripada terjadi sesuatu hal yang tak ia inginkan nantinya. Untuk saat ini, Arvan benar-benar tak mau jika Clara membencinya apalagi sampai gadis itu menjauhinya.
Arvan berjalan menuju ke kelas Clara untuk melihat gadis itu. Arvan ingin menemani Clara untuk mengambil ponselnya kali ini. Ya, Arvan sedikit merasa bersalah karena secara tak langsung ini juga salahnya karena mengirimkan pesan pada gadis itu saat pelajaran masih berlangsung.
Arvan menyipitkan matanya saat melihat seorang gadis dengan rambut dikuncir satu di belakang. Gadis itu baru saja keluar dari ruang guru dengan tangan yang penuh dengan tumpukan kertas hasil ulangan yang akan dibagikan hari ini. Dengan segera, Arvan berlari dan mengejar gadis itu.
"Adara!" panggil Arvan dengan sedikit berteriak dan membuat Adara menoleh.
"Kenapa?" tanya Adara pada Arvan.
"Kok lo sendiri? Temen lo dimana?" tanya Arvan.
Adara berpikir sejenak dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Arvan, "Clara?" tanya Adara menebak.
Arvan mengangguk singkat.
"Dia nggak masuk. Lagi sakit. Lo nggak tau?" tanya Adara.
Arvan terkejut. Clara sakit?
"Sakit apa dia?" tanya Arvan mulai ingin tahu lebih lanjut.
"Nggak tau gue. Gue cuma dikabarin kalau hari ini dia nggak bisa masuk karena sakit."
"Oh oke. Thanks, Dar. Gue ke kelas dulu." Arvan segera berbalik badan dan meninggalkan Adara.
*****
Pelajaran fisika di kelas Arvan berlangsung hari ini. Tanpa semua murid tau, tiba-tiba ada ulangan mendadak hari ini yang membuat semuanya mengeluh. Kecuali Arvan dan Calvin. Kedua cowok itu tampak santai saja dan tidak menunjukkan raut muka panik.
"Mampus dah gue!! Mana gue nggak ngerti sama sekali materinya!!" keluh Iqbal yang berada di sebelah Calvin. Calvin hanya meliriknya sekilas, lalu ia kembali menatap papan tulis yang kosong. Entahlah, bagi Calvin lebih asyik menatap papan tulis daripada menatap Iqbal.
"Cal, kasih contekan buat gue ya?" ujar Iqbal memohon.
"Gak."
"Cal, ayolah. Lo kan sahabat gue yang paling baik. Mau ya? Gue nggak belajar sama sekali nih, sumpah!" ujar Iqbal yang masih berusaha untuk membujuk Calvin. Calvin tetap diam, ia sama sekali tak menoleh ke arah Iqbal yang membuat Iqbal semakin kesal karenanya.
Iqbal mendesis pelan, lalu ia menoleh ke belakang, lebih tepatnya ke meja Arvan.
"Woi, Ar, contekin gue fisika ya, gue nggak ngerti bab nya sama sekali nih, lo kan jago kalo di fisika," ujar Iqbal pada Arvan.
Arvan menatap kosong ke arah depan. Ia memainkan bulpoin berwarna hitam yang ia putar-putar diantara jari telunjuk dan jari tengahnya. Tangan kirinya dibuat untuk menahan dagunya.
"Arvan!" panggil Iqbal dengan sedikit berteriak karena Arvan yang sama sekali tak menggubris ucapannya. "Punya temen pada sinting semua!" umpat Iqbal.
Bu Fani sebagai guru fisika di kelas Arvan pun segera membagikan soal ujian kepada semua muridnya. Arvan menerimanya dengan senang hati. Soal fisika itu bagi Arvan seperti mengerjakan soal matematika anak SD kelas 1. Terlalu mudah baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARA
Teen FictionSetelah bertemu kamu, luka terasa lebih ringan - Clara Silviana Dirgantara Clara Silviana Dirgantara, gadis yang awalnya sangat ceria, humble dan nyaris tak pernah melanggar peraturan kini berubah 180°. Itu semua disebabkan oleh kondisi keluarganya...