Suasana duka menyelimuti rumah Clara saat ini. Jenazah Kirana telah dibawa pulang oleh Angga, Clara, dan Sherly dan akan dimakamkan setelah shalat dhuhur. Clara masih terus menangis sejak di rumah sakit tadi, sama seperti Sherly yang masih saja menangis daritadi.
Arvan, Adara, Calvin, dan Iqbal juga telah berada disana. Mereka juga turut merasakan kesedihan yang Clara rasakan. Mereka juga tidak menyangka jika mamanya Clara akan pergi secepat ini.
Adara masih terus berada di tengah-tengah Clara dan Sherly sembari memeluk keduanya untuk memberikan ketenangan. Adara sangat tak tega melihat kakak beradik itu. Clara yang biasanya ceria kini ia sama sekali tidak bisa tersenyum. Sepanjang harinya, mereka terus mengeluarkan air mata.
*****
Tepat pukul 12 siang, jenazah Kirana sudah dibawa ke tempat pemakaman. Proses pemakaman pun berjalan dengan lancar. Setelah itu, beberapa orang yang ikut mengantarkan pemakaman pun pamit pulang.
Kini hanya tinggal Clara, Sherly, Angga, Adara, Arvan, Calvin, dan juga Iqbal. Mereka masih menemani Clara sampai saat ini.
"Ra, ikhlasin mama lo ya, mama lo pasti sedih kalo lo kaya gini terus. Kita pulang dulu yuk," ajak Adara pada Clara.
"Enggak. Gue masih mau disini. Lo aja yang pulang sama yang lain,"
"Ra, Adara bener, kita harus pulang dulu sekarang, ini udah mau hujan." Kini, Sherly yang berusaha membujuk adiknya itu.
"Kak Sherly aja yang pulang sama papa. Clara masih mau disini. Kasian mama sendirian."
Arvan yang melihat situasi tersebut pun ikut mencoba membujuk agar Clara mau pulang. Langit mulai berubah gelap, suara gemuruh pun terdengar tanda hujan akan datang, namun belum ada yang berhasil membujuk Clara agar pulang.
Arvan berjongkok di sebelah Clara, lalu ia mengelus puncak kepala gadis itu yang membuat Clara menoleh padanya. Arvan tersenyum menatapnya.
"Ra, dengerin aku, mama kamu udah bahagia disana, dia nggak akan sendirian karena disana udah aja yang jagain. Mama kamu itu orang yang baik Ra, sekarang tugas kamu adalah mendoakan mama kamu biar ditempatkan di sekitar orang-orang yang baik juga. Kalo kamu masih kaya gini, mama kamu pasti sedih. Jadi, kamu harus bahagia biar mama kamu juga bahagia disana, Ra." ujar Arvan.
Clara sama sekali tidak menoleh kembali ke arah Arvan, namun ia mendengarkan semua yang diucapkan oleh cowok itu. Semua ucapannya adalah benar. Clara tidak mau membuat mamanya sedih, sudah cukup Clara membuat mamanya sedih saat beliau masih hidup dulu.
"Ayo pulang Ra, udah mau hujan. Nanti kamu bisa sakit." ujar Arvan lagi.
Clara pun akhirnya mengangguk dan membuat semua orang yang disana bernapas lega karena Clara mau pulang sekarang.
*****
Sesampainya di rumah, Clara langsung berpamitan untuk masuk ke kamar dengan alasan ia ingin beristirahat.
"Kayanya Clara butuh waktu sendiri dulu. Gue makasih banyak ya karena kalian udah ada disamping Clara dan juga udah bantuin proses pemakaman nyokap gue." ujar Sherly pada Arvan, Adara, Calvin, dan juga Iqbal.
"Iya kak, kita juga paham sama keadaan Clara sekarang. Dia pasti belum bisa menerima apa yang terjadi sekarang. Dia masih butuh waktu," kata Adara.
"Kita pulang aja kali ya? Besok kita kesini lagi." ujar Arvan mengusulkan.
"Sorry banget ya, gue nggak bisa ngasih apa-apa ke kalian. Makasih banyak udah mau direpotin," ujar Sherly lagi.
"Ya ampun kak, kita ini temen-temennya Clara, jadi udah sepantesnya kalo kita saling bantu. Kak Sherly nggak usah ngerasa sungkan gitu." jawab Adara.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARA
Teen FictionSetelah bertemu kamu, luka terasa lebih ringan - Clara Silviana Dirgantara Clara Silviana Dirgantara, gadis yang awalnya sangat ceria, humble dan nyaris tak pernah melanggar peraturan kini berubah 180°. Itu semua disebabkan oleh kondisi keluarganya...